Share

Awal baru

Guntur dan Yuna akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan dapat tinggal bersama. Dalam perjalanan Guntur meminjam mobil dari sang mandor untuk membawa Yuna beserta barang-barang yang dimiliki oleh wanita itu di hotel. Namun betapa kagetnya Guntur saat melihat barang-barang Yuna. Barang-barang itu adalah baju bermerek yang masih memiliki berapa cap harga dan betapa kagetnya Guntur saat melihat harga dari baju-baju itu. Hampir semuanya memiliki nominal paling sedikit dua digit.

"Ini semua milikmu?" ucap Guntur heran.

"Ya, ini semua milikku. Aku membelinya beberapa saat sebelum berangkat kesini. Karena aku berkomitmen untuk tinggal bersamamu, jadi aku membelinya supaya aku tidak membeli baju baru lagi selama kehamilan."

Yuna tersenyum dengan begitu bahagia, ia menatap Guntur punya tatapan seolah meminta pujian. Yuna telah mempersiapkan semuanya untuk hidup melarat bersama Guntur. Ia pikir Guntur pasti akan senang saat mendengar betapa berhematnya ia dengan semua rencananya itu.

Akan tetapi Yuna tak pernah tahu bahwa Guntur saat ini memiliki tangan yang bergetar. Guntur takut tangannya yang kasar akan membuat baju itu menjadi lecek dan tergores. Lagi pula ini pertama kalinya ia memegang baju yang satu lembarnya berharga puluhan juta.

"Jadi kamu tidak akan membeli baju lagi?" ucap Guntur memastikan. Guntur ingin memastikan bahwa Yuna tidak akan membeli baju baru di masa depan. Setidaknya untuk satu tahun ini, karena Guntur tak akan mampu memberikannya baju baru. Bukan karena Guntur pelit apa tak ingin membahagiakan istri tercinta, tapi karena satu lembar baju Yuna hampir setara dengan 3 bulan ia bekerja sebagai seorang kuli. Itu pun jika iya bekerja lembur dari pagi buta hingga malam hari.

"Ya, aku tidak akan membeli baju baru selama kehamilan. Aku biasanya tidak pernah memakai baju lebih dari satu kali, tapi karena aku akan hidup bersamamu jadi aku belajar berhemat dari sekarang."

"Hemat?"

Guntur rasanya ingin memuntahkan darah tua di perutnya. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa definisi hemat di dalam benak mereka begitu berbeda. Dalam hati kecilnya ia sedikit menyesal berjanji pada Tuhan untuk memenuhi semua kebutuhan gadis ini. Karena Guntur merasa bahwa bagaimanapun ia akan berusaha, ia tidak akan bisa mengimbangi gaya hidup Yuna yang 'hemat' ini.

Guntur pun langsung memasukkan semua barang Yuna ke dalam mobil dan berangkat menuju kontrakan yang ada di sekitar lokasi konstruksi. Kontrakan itu berupa rumah susun yang sebagian besar diisi oleh para kuli-kuli bangunan yang bekerja bersama Guntur.

"Apakah ini rumahnya?"

Yuna merasa heran saat melihat tempat tinggal Guntur. Iya sebenarnya merasa bingung dengan estetika yang dimiliki oleh arsitek saat membangun gedung itu. Ia melihat satu gedung berwarna orange cerah dan yang satunya berwarna kuning cerah dan yang satunya berwarna pink cerah. Yuna bahkan merasa matanya sedikit sakit saat melihat tiga gedung itu di waktu yang bersamaan.

Melihat Yuna yang terheran-heran melihat kontrakan milik Guntur membuat Guntur merasa takut Yuna tak nyaman atau tak menyukai tempat tinggalnya. 

"Ada apa? Apa kamu tidak menyukainya?" ucap Guntur takut.

Melihat wajah Guntur Yoona pun langsung tersenyum. Ia bertindak seolah rumah Guntur terlihat begitu estetik dan enak dipandang.

"Tidak, aku hanya merasa rumahmu begitu...cerah. Ya sangat cerah."

Mendengar hal itu Guntur pun langsung merasa lega. Ia pun membawa Yuna menuju rumah mereka. Kebetulan kamar Guntur berada di lantai 2 dan di gedung yang berwarna orange cerah. Dalam perjalanan mereka melewati lapangan kecil sebagai tempat para ibu-ibu beraktifitas dan anak-anak bermain. Sekilas Yuna melihat banyak ikan kering yang ditaruh di atas wadah untuk dipanaskan oleh sinar matahari.

Melihat Guntur yang terus terdiam, Yoona pun berinisiatif untuk mengajaknya berbicara lebih dulu. Ia pun menggunakan ikan kering tersebut sebagai pembukaannya.

"Guntur, disini banyak sekali ikan kering. Apakah para ibu-ibu disini banyak yang memiliki usaha makanan kucing?"

Mendengar pertanyaan Yuna sekali lagi, Guntur rasanya yang ingin muntah darah. Ikan asin yang mereka anggap begitu nikmat ternyata dianggap sebagai makanan kucing bagi Yuna. Guntur sebenarnya ingin mengatakan pada Yuna dengan keras bahwa itu adalah makanan kita! Tapi wajah Yuna yang begitu polos membuat Guntur hanya menghela nafas dan pasrah. Guntur pun berusaha untuk memberi pengertian pada Yuna sehalus mungkin.

"Tidak, itu bukan makanan kucing. Itu adalah ikan yang biasa dikonsumsi disini."

"Apakah tidak apa-apa untuk makan ikan seperti itu?"

"Ya, tidak apa-apa untuk mengkonsumsinya. Lagipula ikan yang kamu maksud sebagai makanan kucing itu berbeda dengan ikan itu."

"Benarkah? Tapi kenapa aku merasa itu sama."

'tidak! Mereka berbeda!' ucap Guntur dalam hati. Tapi ia tetap tersenyum dengan lembut pada Yuna dan memberi pengertian pada Yuna sekali lagi. "Itu adalah ikan khusus yang di ambil dari samudera Hindia, ikan itu sangat langka dan dapat meningkatkan imunitas yang dimiliki manusia. Jika kamu memakan ikan itu maka kamu akan memiliki tenaga yang lebih kuat dari biasanya."

Mendengar hal itu, Yuna langsung merasa tertarik. Ia tidak menyangka ikan yang mirip dengan ikan yang biasa orang gunakan untuk memberi makan kucing jalanan di zamannya, ternyata ikan yang berasal dari samudera Hindia. Tampilan mereka begitu mirip tapi memiliki manfaat yang berbeda jauh. Yuna pun menatap Guntur dengan harapan di hatinya.

"Benarkah? Guntur, apa boleh aku memakan ikan seperti itu? Aku belum pernah makan ikan yang berasal dari samudera Hindia."

Guntur langsung terdiam, Ia tidak menyangka karangan asal-asalan yang ia ucapkan ternyata dipercayai oleh Yuna. Hal itu membuat Guntur semakin takut, ia takut Yuna akan mudah ditipu jika berada di lingkungan ini tanpa pengawasannya. Lihatlah betapa polos istrinya itu dan betapa mudahnya ia dibodohi.

"Ya, aku akan memasak untukmu nanti."

"Yey!!!"

Yuna langsung bersorak gembira, ia tidak sabar ingin memakan ikan dari samudra Hindia itu.

Setelah mereka masuk ke dalam rumah, Yoona sedikit terdiam saat melihat ruangan itu yang ternyata tak lebih luas dari kamar mandinya. Rumah yang disebutkan oleh Guntur hanya berisi satu kamar kecil untuk tempat tidur serta satu kamar untuk ruang tamu dan dapur. Hal itu membuat Yuna merasa tercekik dan menatap Guntur tak tak percaya. Ia tidak menyangka ada manusia yang bisa hidup di tempat yang sekecil ini. Tapi Yuna ingat bahwa ini adalah misi, jadi ia harus hidup bersama Guntur dan pelan-pelan membantu Guntur untuk mengubah nasib.

Yuna pun langsung tersenyum dan menatap Guntur untuk meyakinkan laki-laki itu bahwa ia tak masalah tinggal di rumah kecil ini. Hal itu membuat Guntur menjadi lebih tenang. Guntur pun segera menggoreng ikan asin yang telah ia simpan di toples dan menyiapkannya untuk Yuna makan siang.

Yuna baru pertama kali melihat makanan yang hanya terdiri dari nasi dan satu lauk. Hal itu membuatnya heran dan mengamatinya untuk waktu yang lama. Ia pun melihat Guntur yang makan dengan lahap dan akhirnya ikut mencicipi ikan yang berasal dari samudra Hindia itu. 

"Kenapa rasanya sangat asin?" ucap Yuna heran.

"Itu adalah ikan langka yang berasal dari samudra Hindia, jadi rasanya sedikit unik. Apalagi samudra Hindia memiliki kadar garam yang lebih tinggi dari samudra lainnya, jadi ikannya terasa lebih asin."

Semakin banyak Guntur berbohong semakin lancar ia berbicara. Lagipula Yuna selalu percaya dengan semua yang ia ucapkan, jadi tak masalah untuk menipunya lebih banyak.

"Benarkah?" ucap Yuna ragu.

Guntur pun langsung mengambil ikan asin itu dan menaruhkan sedikit sambal.

"Ini akan sangat enak jika kamu memakannya dengan nasi hangat. Apalagi ditambah dengan sambal terasi yang sedikit pedas dan manis. Cobalah, jangan lupa gunakan tangan. Jika kamu menggunakan sendok kenikmatannya akan berkurang."

Guntur sangat berbakat menjadi seorang sales, setelah Guntur mengatakan hal itu Yuna pun langsung tertarik. Ia pun melihat bagaimana cara Guntur makan dan mencoba mengikutinya. Setelah satu suap berhasil masuk ke dalam mulutnya, Yuna pun langsung kaget. Ia tidak menyangka makanan ini begitu enak.

"Bagaimana?" ucap Guntur bertanya dengan senyum bangga.

"Ini sangat enak!"

"Benarkah? Kalau begitu aku akan memasak untukmu setiap hari. Jadi kamu harus makan lebih lahap karena saat ini kamu makan bukan untuk dirimu sendiri, tapi juga untuk anak kita."

"Ya!"

Mereka pun akhirnya dapat makan dengan begitu bahagia. Ini merupakan awal yang baik untuk hubungan mereka. Guntur pun merasa senang semakin optimis bahwa ia bisa membahagiakan Yuna di masa depan. Mungkin tidak dengan sesuatu yang mewah tapi dengan sesuatu yang sederhana dan penuh sukacita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status