Share

Terimakasih

Guntur mulai panik dan ia pun membawa Yuna ke rumah sakit menggunakan mobil seorang mandor di lokasi konstruksi. Beruntung ia pernah bekerja menjadi seorang sopir sebelumnya, jadi ia tak masalah saat menggunakan mobil orang lain. Hanya saja keadaan Yuna terlihat memprihatinkan. Wajah gadis itu menjadi putih dan terlihat pucat seolah tak bernyawa lagi. Tentu saja hal itu membuat Guntur merasa takut, karena selama bertahun-tahun mereka berhubungan ia tak pernah melihat Yuna lemah seperti ini.

Setelah sampai di rumah sakit, Guntur langsung membawa Yuna menuju ruang gawat darurat. Akan tetapi ia harus meninggalkan gadis itu untuk sejenak karena mengisi surat administrasi.

"Maaf Pak, kami belum bisa menangani pasien jika belum ada pengisian surat administrasi."

Mendengar hal itu Guntur pun langsung marah. "Apakah tidak bisa menanganinya lebih dulu? Bukankah memeriksa keadaan pasien adalah prioritas utama?!"

"Maaf Pak, ini memang sudah menjadi prosedur di rumah sakit ini."

Guntur pun langsung mengumpat, ia selalu tahu bahwa menjadi orang miskin akan selalu diperlakukan seperti ini. Itulah yang membuat Guntur merasa enggan untuk bertanggung jawab. Ia takut Yuna dan anaknya nanti tak mampu mengimbangi kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Guntur pun segera berlari menuju tempat parkir di mana tempat mobil yang sempat ia tinggalkan tadi. Ia ingat Yuna membawa sebuah tas di bahunya. Mungkin saja di sana terdapat buku serta kartu identitas untuk mengisi administrasi.

Saat Guntur membuka pintu mobil, ia melihat ada tas coklat yang tergeletak di atas kursi. Ia pun segera mengambilnya dan menyerahkannya ke meja resepsionis, tempat di mana ia harus mengisi surat administrasi.

Selama di perjalanan Guntur membuka isi tas itu dan berhenti hidup sejenak. Ia melihat beberapa kartu identitas dan kartu kredit berwarna hitam di sana. Guntur bukan orang bodoh ia tahu hanya orang yang benar-benar kaya yang memiliki kartu itu. Sekarang yang menyadari bahwa Yuna adalah orang yang sangat kaya dan hal itu membuat harga dirinya jatuh kembali.

"Ternyata kamu tidak berbohong."

Selama mereka berpacaran, Guntur tahu bahwa Yuna berasal dari kalangan orang kaya. Hanya saja ia tak pernah tahu bahwa Yuna bukan hanya sekedar orang kaya biasa, tapi orang yang sangat kaya.

Kepercayaan diri Guntur perlahan mulai hancur. Ia semakin takut akan penolakan dan tuntutan dari orang lain. Ia adalah laki-laki miskin yang terbiasa menunduk pada orang kaya untuk mendapatkan uang. Hal itu membuatnya merasa rendah diri dan tak pantas dengan orang yang memiliki status jauh lebih tinggi dari dirinya.

Guntur pun berjalan menuju resepsionis dan menyerahkan langsung semua kartu yang dimiliki oleh Yuna. Melihat kartu berwarna hitam yang dibawa oleh Guntur membuat proses administrasi menjadi begitu cepat dan lancar. Sekarang Guntur hanya harus menunggu hasil dari pemeriksaan Yuna. Bahkan saat ini Yuna telah berada di ruang VVIP tanpa harus dipesan atau diminta.

'rumah sakit ini begitu profesional' ucap Guntur mencibir di dalam hati.

Setelah lama menunggu akhirnya dokter keluar, wajahnya tidak terlalu enak di pandang. Hal itu membuat Guntur menjadi lebih gugup.

"Apakah bapak suaminya?"

Mendengar kata suami keluar dari mulut dokter itu, tubuh Guntur langsung tegang. Dari raut wajah dokter itu ia dapat menyimpulkan bahwa ia akan diomeli sesaat lagi. 

"Ya Dok, saya suaminya."

Wajah dokter itu terlihat dingin, ia menatap Guntur dengan tatapan tidak suka.

"Apakah bapak tau kondisi tubuh istri bapak sekarang?"

Guntur menggeleng kepalanya pelan. Hal itu membuat sang dokter memasang wajah lebih dingin.

"Malnutrisi, anemia, stres berat. Tiga hal yang harusnya tidak boleh seorang ibu hamil miliki dan sekarang tiga penyakit itu bersarang dalam diri istri bapak. Seharusnya sebagai seorang suami anda harusnya mengerti bahwa wanita hamil adalah orang yang sangat rentan. Anda......"

Dokter itu terus mengomel dan memarahi Guntur dengan keras. Hal itu membuat Guntur hanya mampu menundukkan kepala. Ia mulai berfikir tentang keadaan Yuna saat ini. Yuna berasal dari keluarga orang kaya, tapi saat ini mengalami malnutrisi. Padahal kalau dipikir-pikir Yuna bisa membeli atau memakan apapun yang dia mau. Mungkin karena efek mual yang terjadi pada saat hamil atau mungkin efek stres berat yang dialaminya.

Guntur menyadari bahwa orang yang paling menderita saat ini adalah Yuna. Dia cantik dan memiliki masa depan yang cerah. Dia juga bisa mencari pasangan yang jauh lebih baik darinya. Tapi lihat sekarang, dia justru hamil dengan seorang laki-laki miskin seperti dirinya.

Setelah dokter itu pergi, Guntur akhirnya diizinkan masuk. Ia pun melihat Yuna yang masih terbaring lemah di ranjang. Matanya tertutup dan wajahnya masih pucat. Guntur mendengar dan pandangan perlahan beralih ke perut Yuna yang masih datar.

'apakah ada bayi di sana?' ucap Guntur bertanya pada dirinya sendiri.

Ia masih tak percaya bahwa akan tiba saatnya ia menjadi seorang ayah. Ia masih merasa belum pantas mendapat gelar itu. Ia masih belum mapan dan tidak memiliki cukup kepercayaan diri untuk bersanding dengan Yuna. Tapi itu tidak menutupi kenyataan bahwa ia sebenarnya bahagia saat mendengar gadis yang ia cintai sedang mengandung anaknya.

Tangan Guntur perlahan mulai mendekat ke arah perut Yuna. Tangan itu begitu kasar dan penuh bekas luka, akan tetapi saat Guntur menyentuh perut Yuna, tangannya tiba-tiba lemas dan bergetar. Di dalam perut yang rapuh ini ada sebuah jiwa yang tak kalah rapuh. Hal itu membuat perasaan Guntur menjadi melankolis.

Guntur berfikir mungkin ini adalah sebuah jawaban dari Tuhan untuknya, bahwa ada masa depan yang bahagia untuknya dan Yuna. Jadi ia harus berjuang lebih keras dan membuktikan bahwa ia bisa membahagiakan Yuna dan anak mereka.

"Hey, aku Guntur. Aku adalah Ayahmu." ucap Guntur canggung. "Apakah kamu marah padaku karena berbicara kasar seperti itu? Jika kamu marah maka kamu harus mengumpulkan tenaga yang banyak dan keluarlah dengan sehat. Dengan begitu kamu bisa memiliki banyak tenaga untuk memarahiku. Tapi jangan buat ibu susah, apa kamu mengerti?"

Guntur terus berbicara pada anaknya yang masih berukuran seperti kacang. Padahal ia tau bahwa bayi pada waktu itu masih dalam kondisi rentan dan belum bisa diajak berkomunikasi. Hanya saja entah kenapa ia ingin terus melakukannya.

Guntur pun menatap wajah Yuna yang masih tertidur lelap, ia tidak menyangka bahwa gadis yang paling ia cintai akan mengandung anaknya saat ini. Saat Yuna meminta untuk berpisah, ia sangat sakit hati dan merasa begitu dendam. Tapi itu tak bisa menutupi fakta bahwa ia masih sangat mencintai Yuna. Hal itu juga membuatnya bertekad untuk membalas dendam dan membuat Yuna menyesal karena memutuskannya. Tapi siapa yang menyangka bahwa Yuna datang padanya dan ingin kembali. Guntur pun langsung menyadari bahwa kemarahannya sudah tak berguna lagi. Tekat untuk menjadi orang kaya untuk membalas dendam, kini telah beralih menjadi tekat untuk menjadi orang kaya untuk menghidupi anak dan istrinya.

"Yuna... terimakasih karena tidak menggugurkannya." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status