Share

Tak perlu khawatir

Kejadian demi kejadian telah berlangsung begitu cepat dan dalam waktu yang begitu singkat. Yuna tak bisa mengimbangi perubahan hidupnya yang begitu tak terduga dan di luar ekspektasi. Sebagai seorang gadis yang berumur 16 tahun Ia masih ingin terus berlari dan bermain seperti layaknya gadis pada umumnya.

Akan tetapi duka demi duka terus datang secara bergantian. Kematian orang yang tersayang, penghianatan dari banyak orang, kata kematian yang begitu tragis. Sekarang ya harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dia telah pulih kembali ke masa yang dia tidak tahu kapan. Tempat ini begitu asik sehingga membuatnya merasa kesepian dan sendiri. Tak ada orang tua yang memanjakannya, tak ada robot yang cekatan dan tak ada pelayan yang membujuknya untuk makan.

Perlahan mata Yuna kembali terbuka dan dia menyadari satu hal bahwa ini bukanlah mimpi. Tak ada suara sistem yang terdengar di otaknya menandakan bahwa karakter penjahat berada 100 m di dekat. Saya ingat seberapa kasarnya laki-laki itu saat menyuruhnya untuk menjatuhkan anak mereka. Hal itu membuat Yuna langsung menangis dan tak tahan dengan kesedihan.

"Benar-benar jahat," katanya mengeluh.

Melihat mata merah Yuna, Guntur pun langsung mendekat dan duduk menghadap Yuna. Ia sangat mencintai Yuna dan hal itu membuatnya merasa sakit saat melihat wanita itu menangis saat ini.

"Maafkan aku."

Hanya kata maaf yang keluar dari mulut Guntur. Hal itu dikarenakan yang merasa bersalah dan tidak punya pembelaan apa-apa untuk membenarkan dirinya sendiri. Sikapnya pada Yuna waktu itu memang kasar dan terkesan arogan dan sombong. Jika saja ia menurunkan egonya maka Yuna mungkin tak akan berbaring di rumah sakit saat ini.

Guntur pun memeluk dan memeluk Yuna sambil membawa bahu wanita itu agar lebih tenang dan melepaskan emosinya yang sempat tertunda. Hal itu membuat Yuna menangis lebih keras dari sebelumnya. Setelah banyak yang terjadi ini menjadi pelukan pertama yang Yuna terima dan hal itu berhasil membuat emosinya langsung meledak. Dia benar-benar membutuhkan seseorang yang menjadi tempat untuk dia berkeluh kesah tentang semua yang dia alami selama ini.

"Kamu benar-benar jahat, kamu menyuruhku untuk menjatuhkannya. Kamu bukan ayah yang baik. Aku menyesal, aku menyesal datang dan meminta pertanggungjawaban darimu."

Yuna terus mengeluh dan memasang bahu Guntur, ia ingin melampiaskan kekesalannya yang sempat tertunda sebelumnya. Akan tetapi tubuhnya yang lemah tak membuat Guntur merasa sakit, laki-laki itu justru memeluk Yuna lebih erat dari sebelumnya.

"Ya, ya, ya. Aku yang salah, semuanya salahku. Maafkan aku, jadi jangan menangis lagi."

Yuna yang terbiasa mendengar bujukan langsung merasa hatinya lebih baik. Pelukan ini membuat dirinya merasa nyaman, padahal ini pertama kalinya ia dipeluk oleh seorang laki-laki. Mungkin karena ingatan tubuh ini sangat mengidentifikasi Guntur, sehingga pelukan itu membuat Yuna merasa lebih baik.

Yuna pun menatap Guntur dengan mata berlinang air, wajahnya terlihat sedikit memelas dan hal itu membuat Guntur merasa kasihan. Yuna pun langsung mengingat bahwa ia punya misi yang harus diselesaikan, jadi ia segera memanfaatkan rasa kasihan Guntur untuk meminta pertanggungjawabannya lagi.

"Jadi kamu akan bertanggung jawab?"

Untuk kata tanggung jawab, Guntur pun langsung diam sejenak. Ia ingin bertanggung jawab, tapi menyukai seorang gadis yang terbiasa dalam kemewahan hidup bersamanya. Guntur sadar bahwa ia bukan orang yang bisa memenuhi semua kebutuhan Yuna dan putranya di masa depan.

Melihat wajah ragu-ragu Guntur, Yuna pun merasa panik. Ia takut Guntur tak mau bertanggung jawab atas dirinya dan anak mereka. Hal itu membuat Yuna langsung membujuk Guntur lebih keras.

"Saya bisa hidup hemat, walaupun saya tidak bisa memasak tapi saya tidak memilih soal makanan. Saya tidak akan menghabiskan uangmu lebih banyak dan..."

"Apa yang kamu marahi!"

Mendengar apa yang dikatakan Yuna padanya, Guntur merasa sangat tidak berguna. Ia benar-benar ingin membahagiakan Yuna dan memberikan kehidupan yang layak untuk keluarga kecil mereka.

"Kamu tidak perlu berhemat karena aku akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhanmu. Apa yang kamu sebut memasak? Aku tidak membutuhkanmu untuk memasak di rumahku. Aku akan memasak untukmu setiap harinya. Yang aku mau adalah kamu hidup dengan ketenangan pikiran dan melahirkan anak-anak yang sehat."

Mendengar hal itu Yuna pun langsung menatap Guntur dengan tatapan tak percaya. Ia tak menyangka sikap Guntur padanya telah berubah begitu drastis seolah semua pertengkaran sebelumnya tak pernah terjadi.

"Benarkah?"

"Tentu saja. Aku adalah suamimu, sudah menjadi tanggung jawab ku untuk memberi kehidupan yang layak untukmu dan anak kita."

Mendengar kata 'suami' keluar dari mulut Guntur telah berhasil membuat Yuna tersipu. Saya tidak menyangka bahwa diusianya yang begitu muda, dia akan memiliki seorang suami. Ia pun memeluk Guntur sekali lagi, ia merasa bahwa Guntur adalah sandaran terbaik untuk melepaskan lelahnya.

"Beristirahatlah, aku akan membelikan untukmu. Besok kita akan kembali pulang ke ibu kota."

Mendengar kata 'ibukota', Yuna pun menjadi heran. Kenapa mereka harus kembali ke kota?

"Kenapa kita harus kembali ke ibu kota?"

"Aku harus meminta restu pada orang tuamu, aku tidak mungkin menikahi mu tanpa restu dari mereka. Kamu juga seorang mahasiswa, kalau kamu meninggalkan studi mu demi aku dan anak kita. Aku takut kamu akan mengenang seumur hidup. Sementara kamu dan anak kita adalah sesuatu yang penting, tapi aku tahu bahwa masa depanmu tak kalah penting."

Yuna pun langsung ingat seberapa seriusnya kakak Yuna kalau soal pendidikan. Wanita itu begitu rajin dan termasuk mahasiswa berprestasi bukan hanya karena dia pintar tapi juga karena dia rajin dan pekerja keras. Kakak Yuna juga sering berbicara kepada Guntur seberapa ingin dia menjadi seorang profesor. Akan tetapi Yuna yang dulu dan yang sekarang adalah orang yang berbeda. Yuna yang sekarang adalah gadis manja yang tak pernah ambil pusing soal pendidikan, karena ia bisa mendapatkan apapun yang ia mau tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi. Orang tuanya juga membebaskannya jika ingin bersekolah atau tetap bersantai di rumah. Tentu saja Yuna yang sekarang memilih untuk bersantai di rumah.

"Aku tidak mau pergi ke ibu kota..."

"Kenapa?"

Yuna pun langsung mengeluarkan air mata buayanya dan membocorkannya ke arah Guntur untuk mendapatkan belas kasihan. Ia ingat kedua orang tuanya selalu tak tahan saat melihatnya menangis. Siapa tau dengan tangisannya Guntur akan luluh dan membatalkan rencana mereka untuk kembali ke ibu kota.

"Semua orang di kampus telah mengetahui kalau aku hamil dan mereka menatapku dengan aneh. Aku tidak mau pulang dan tidak mau sekolah lagi. Aku malu dan ingin tetap tinggal di sini."

Mendengar hal itu Guntur langsung kaget. Aku tidak menyangka Yuna akan mengalami hal buruk seperti itu selama ini. Ia pun langsung mengingat kata dokter bahwa Yuna mengalami stres berat selama kehamilan. Mungkin inilah salah satu faktor kenapa Yuna menjadi stress saat ini.

"Kalau begitu jangan pulang, kita akan kembali ke ibu kota setelah kamu melahirkan. Lagi pula aku mendengar dari dokter perjalanan jauh tak cocok untuk ibu hamil." ucap Guntur kecewa. 

Guntur terus membujuk dan memeluk Yuna dengan lembut sambil membelai lembut rambut gadis itu. Perlahan Yuna yang telah lelah dengan semua keadaan yang ada pun langsung tertidur kembali. 

Saat Guntur melihat wajah lelap Yuna, ia pun semakin bertekad di dalam hatinya bahwa ia akan membahagiakan Yuna. Ia juga berjanji untuk menjadi lebih serius untuk bekerja agar Yuna dapat hidup dengan nyaman tanpa rasa khawatir.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status