Share

1. Di-Ghosting lagi

Kesha POV

Sore ini mood ku benar-benar turun drastis. Gita bilang aku harus sudah siap pukul setengah tujuh malam. Tapi setelah maghrib tadi, aku belum juga mandi dan bersiap.

“Eca, cepetan siap-siap. Jangan malah tidur!” teriak Gita dari luar kamar.

“Aku ngantuk banget, Git,” balasku sambil menutup mata. Aku berharap pintu kamar ini terkunci agar Gita tidak bisa menarikku dari kasur nyaman ini. Tetapi Gita berhasil masuk ke kamar.

“Ayolah, Ca, kamu udah janji loh sama aku.” Aku duduk sambil menghadap Gita yang juga duduk di kasur. “Harus banget, Git? Males banget rasanya.”

“Harus banget Kesha! Biar kamu punya pacar,” Jawaban itu lagi yang Gita gunakan. Memangnya kenapa kalau aku enggak punya pacar? Aku baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena statusku yang masih sendiri.

“Kata kamu punya pacar itu ribet, kuliah aja udah ribet loh, Git. Aku enggak mau menambah beban hidup ya, Git!”

“Tapi ada asiknya juga. Maka dari itu sekarang kamu siap-siap, siapa tau malam ini bisa dapat pacar. Ayo mandi cepetan!” perintah Gita sudah tidak bisa diganggu gugat. Gita dan keinginannya harus terpenuhi. Dengan terpaksa, aku harus bersiap pergi ke acara kencan buta yang direncanakan Gita.

***

Tempat yang dipilih Gita tidak pernah mengecewakan. Malam ini Gita memilih kafe dengan live music menjadi tempat kencan buta yang entah sudah kali keberapa. Dia benar-benar ingin membuatku nyaman pada pertemuan ini. Tetapi sedari tadi aku hanya asik mendengarkan alunan suara merdu dari panggung kecil di seberangku. Laki-laki tadi masih belum kembali dari kamar mandi.

Saat pertama bertemu, aku melihat gelagat tidak tertarik dari matanya. Ditambah pembicaraan yang hanya tentang dirinya semakin membuatku tidak menikmati pertemuan ini.  Setelah pembicaraan singkat tadi ia langsung izin ke kamar mandi dan belum kembali. Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatianku dari band yang sedang membawakan lagu dari Tulus.

Gita Cantik

[Gimana orangnya?]

[Eh dia kemana?]

Belum sempat dibalas, Gita langsung melakukan panggilan w******p.

“Heru kemana, Ca?” cerocos Gita tanpa menanyakan keadaanku saat ini.

“Tadi bilangnya mau ke kamar mandi sebentar. Udah hampir sepuluh menit belum balik juga.” Aku heran kenapa Gita tidak tau kemana Heru pergi. Padahal, jarak antara mejaku dan meja Gita hanya terhalang dua meja. Sepertinya Gita dan pacarnya sangat menikmati kencan malam ini seperti pasangan lain.

“Aku kesana, ya!” balas Gita langsung memutuskan panggilan.

Kali ini lagu teman hidup yang dibawakan oleh band, lagu kesukaanku. Pandanganku kembali terpusat pada panggung kecil di depan. Tetapi Gita duduk menghalangi pemandanganku.

“Ca, sorry banget. Heru barusan chat katanya dia ada urusan mendadak. Dia bilang maaf juga karena enggak bisa bilang dulu ke kamu, urgent banget katanya.” Akhirnya selalu begini. Laki-laki sebelumnya juga selalu pergi tanpa pamit. Ini yang membuatku malas untuk menuruti niat baik Gita karena hasilnya sama. Aku kembali di-ghosting.

“Bukan salah kamu, kok. Tapi aku enggak mau kaya gini lagi ya, Git. Sumpah rasanya kayak aku yang ngebet banget disini.”

“Tapi kalau enggak kaya gini...”

“Populasi cowok di dunia ini belum langka ya, Git! Lagipula, aku baik-baik aja selama ini, jomblo enggak buat aku jadi susah, Git. Malah bikin aku seneng mulu,” potongku membuat Gita terdiam.

“Kamu takut banget Eca enggak punya pacar,” ucap Rayhan sambil mengusap kepala Gita. Sebal rasanya selalu menjadi ‘orang ketiga’ diantara mereka. Tapi melihat tatapan sayang Rayhan ke Gita, itu sudah cukup melegakan. 

“Emang iya! Kasihan tau kalau jalan bareng begini dia selalu jadi nyamuk. Aku mau kita bisa double date seperti orang lain,” ketus Gita sambil melotot kearahku. 

“Jodoh enggak perlu aku jemput juga nanti dia bisa datang sendiri, Git." 

“Kamu tenang aja, Sayang. Betul kata Eca. Toh selagi dia sendiri, dia bisa mencoba banyak hal dengan bebas. Betul, kan, Ca?” bijak Rayhan membuatku mengangguk.

Satu tahun mengenal Rayhan, dia sangat baik kepadaku. Aku merasa seperti adik yang dijaga olehnya. Gita pun menjagaku seolah-olah aku adik kecil yang cengeng. Memiliki mereka berdua, membuatku tak pernah merasa sendiri selama merantau di sini. 

Gita menyenderkan tubuhnya di bahu Rayhan. “Aku khawatir sama dia,” ucap Gita pelan.

“Aku tau banget gimana khawatirnya kamu. Tapi kalau begini terus, malah bikin Eca enggak nyaman, Sayang,” tutur Rayhan lembut.

Aku mengalihkan pandangan kembali ke panggung di depan. Jika sudah begini, akan muncul tayangan romantis yang diperankan oleh Gita dan Rayhan.

“Yaudah, pesan makanan yang kamu mau, Ca. Malam ini aku yang traktir!”ucapan Rayhan membuatku menoleh. Seketika senyum di wajah terbit dengan sendirinya.

“Rayhan terbaik! Enggak ada limit ya,” jawabanku membuatnya terkekeh.

“Makanan paling bisa naikin mood kan, Ca?”

“Yup! Tapi beda kasus kalau Gita. Dia lemah sama godaan skincare dan make up,” jawabku mengundang tawa Rayhan dan pelototan Gita.

Malam minggu ini memang salah satu hal yang memalukan yang aku alami. Tetapi mereka berdua menutup momen dengan hal indah. Semoga Rayhan dan Gita bisa selalu saling menyayangi satu sama lain dengan takaran pas. Terima kasih, Tuhan. Mereka berdua sudah cukup untukku saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status