Share

True Love
True Love
Penulis: putri kartikawati

Prolog

"Gue bakal pindah minggu ini ke Bali."

Sheila menoleh ke arah Adam yang duduk di hadapannya dan terlihat seperti menerawang jauh ke depan.

"Apa karena urusan kantor?" tanya Sheila ingin tahu. Buket bunga yang berada di tangannya tampak tidak terlalu cantik lagi ketika Adam mengatakan perihal kepindahannya tersebut. Padahal beberapa saat lalu, ketika Adam memberikan buket bunga tersebut sebagai ucapan kelulusannya dari sekolah menengah tampak cantik sekali.

"Ya. Mau nggak mau sebagai salah satu cucu yang akan mengisi posisi penting di bisnis keluarga, gue harus siap menjalankan proyek besar ini. Proyek ini sebagai langkah awal untuk gue.."

Sheila terdiam mendengarkan. Hatinya terasa perih. Tapi ia mencoba untuk tetap tenang.

"Monica tahu hal ini?" Sheila ingin tahu. Monica, sahabatnya sekaligus adik dari laki - laki di sampingnya ini apakah tahu tentang kepindahan tersebut. Jika iya, mengapa tadi siang ia tak buru - buru memberitahunya. Minimal Sheila bisa mempersiapkan hati untuk melakukan percakapan dengan Adam saat ini.

"Tahu. Tapi gue bilang ke dia untuk nggak ngasih tahu lo, karena gue mau lo denger dari mulut gue sendiri."

"Apa bedanya? Toh kalian juga adek - kakak, mau gue denger dari mo--"

"She, apa yang lo rasain ketika lo tahu gue bakal pindah?"

Sheila termangu mendengar pertanyaan dari Adam. Jujur pikirannya saat ini tiba - tiba kosong tak bisa mengolah informasi apa pun dari Adam, sedangkan hatinya makin lama makin merasakan sakit yang Sheila sendiri bingung dari mana datangnya perasaan itu? Toh, kepindahan Adam ini merupakan hal yang harus ia lakukan untuk mengejar impiannya. Lagian siapa dia harus meminta Adam untuk tetap tinggal di Jakarta?

"Gu.. gue... Hmmm... Apapun keputusan yang lo ambil, sepanjang itu untuk kebaikan lo dan keluarga lo, Bang pasti gue dukung." Hanya itu kalimat yang bisa keluar dari mulut Sheila dengan baik di saat kepalanya menyuruh untuk mengatakan hal lain.

Adam menghela nafas.

"Be..berapa lama lo bakal di Bali, Bang?" tanya Sheila ingin tahu.

"Belum tahu. Tiga tahun, empat tahun, atau bahkan bisa menetap di sana."

Lagi - lagi apa yang diucapkan oleh Adam, hal itu akan membuat hati Sheila makin merasakan kesakitan. Dadanya seperti sedang diremuk paksakan agar merasakan kehampaan yang tiba - tiba dan itu membuat dia sedikit susah mengatur nafas.

"She...gue.." Adam terlihat ragu - ragu dengan apa yang akan ia ucapkan. Ia terlihat berpikir keras karena saat ini ia sedang mengerutkan kedua alisnya. Sheila menyentuh bahunya perlahan mencoba menyalurkan sedikit ketenangan kepadanya agar ia bisa mengatakan hal yang ingin ia utarakan.

"Kepikiran serius sama gue?" Adam was - was memandang Sheila setelah berhasil mengatakan hal tersebut.

Sheila-lah yang kini tampak bingung, tak menangkap maksud dari pertanyaan Adam. Serius? Apakah yang dimaksud adalah memiliki hubungan dengan Adam?

Sheila tak pernah berpikir ke arah sana. Ia sadar diri, ia tahu betul posisinya dan levelnya ada di mana. Berpikir memiliki hubungan dengan salah satu cucu konglomerat di Indonesia sama saja dengan ia mengharapkan sesuatu hal yang mustahil.

Ia harus merasa cukup hanya menjadi salah satu teman dekat dari cucu konglomerat tersebut.

Namun, kenapa Adam justru menanyakan pertanyaan yang sangat ingin dihindari oleh Sheila. Sheila tak menginginkan Adam bertanya seperti itu. Ia tak pernah menyiapkan jawaban bijak untuk membuat Adam tahu bahwa dirinya dan Sheila amat sangat jauh berbeda.

"Gue tanya lo mau punya hubungan serius sama gue?" Adam seperti memiliki keberanian baru yang datang entah dari mana dengan mengulangi pertanyaannya tadi.

Sheila memandangnya masih dengan tatapan ragu yang terlihat jelas.

"Bang, lo tahu kan gue siapa?"

"Lo Sheila, sahabat adek gue."

Sheila terlihat sedikit frustasi. Ia ingin Adam tahu maksud ia menanyakan siapa dirinya. Ia ingin Adam mencoba berpikir ulang terkait pertanyaan yang ia lontarkan.

"Gue nggak mungkin sama lo.."

"Apa yang membuat gue nggak mungkin sama lo?" Adam mengembalikan pernyataan Sheila dengan bertanya langsung.

Ya, Sheila kini tidak hanya merasakan perih tapi dia ingin menangis tiba - tiba karena pertanyaan Adam yang langsung menohoknya. Iya, memang hal apa yang membuat dirinya dan Adam tidak bisa bersama? Jika Adam tidak keberatan bahwa dia adalah keluarga biasa - biasa saja maka semua pasti bisa dilalui.

Tapi tidak, Sheila sudah pernah berjanji untuk tidak pernah berpikir memiliki perasaan dengan Adam bahkan memiliki hubungan dengannya.

Sheila kini merasakan kesakitan yang amat sangat hingga dirinya ingin menangis. Ia terlalu bingung dan sedih dengan kenyataan Adam akan pindah ditambah kini Adam menanyakan hal yang tak ingin Sheila harapkan.

"She..." ucap Adam lembut sambil memeluk pundak Sheila yang tengah terlihat ingin menangis. Adam mencoba mencari jawaban di mata Sheila agar ia tahu apa yang membuat perempuan ini justru tidak terlihat bahagia dengan pertanyaannya. Mungkin jika ia menanyakan pertanyaan yang sama ke perempuan lain akan mendapat respon yang berbeda.

"Gue nggak bisa..." Sheila kini mulai terisak lirih. Adam mengeratkan pelukannya. Ruang tamu yang sepi karena di rumah itu hanya ada mereka berdua semakin membuat muram suasana.

"Kenapa?" Adam bertanya lirih.

Air mata Sheila sudah menggenang di pelupuk matanya membuat ia tak bisa dengan jelas memandang ke arah Adam. Sheila ingin Adam tahu tanpa perlu lisan yang keluar dari mulutnya bahwa mereka tidak bisa bersama.

Di lain sisi, Adam memandang balik ke arahnya dengan tujuan mendapatkan jawaban yang lebih memuaskan. Ia ingin Sheila tahu bahwa dia tidak main - main saat ini. Ia ingin kepastian sebelum ia pergi.

Suasana hening, rangkulan Adam yang hangat, dan kedua mata yang bertemu ingin saling menyampaikan maksud hati membuat semesta mengeluarkan daya magisnya.

Perlahan tapi pasti Adam mendekat dan kemudian yang terjadi berikutnya Adam mempertemukan bibirnya dengan bibir Sheila yang tipis nan lembut. Sheila yang kaget dan masih diliputi dengan ketidak-tentuan perasaannya sendiri tak bisa menolak. Ia bahkan merasakan ada perubahan di hatinya yang kini diliputi perasaan hangat.

Kecupan lembut, menjadi liar dan dalam. Adam tak ingin melepaskannya, ia ingin menyampaikan perasaan yang mendalamnya kepada Sheila. Adam tahu betapa ia menginginkan Sheila.

Namun, seperti ada alarm yang dibunyikan dari dalam kepala Sheila, membuat Sheila akhirnya melepaskan pagutan mereka berdua dan mendorong mundur Adam.

"Bang, kita nggak bisa punya hubungan."

Kalimat itulah yang membuat Adam akhirnya tahu bahwa ia memang harus berjuang.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status