Share

Chapter 125 Hari Penentuan

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 23:53:41

Eva terdiam, merasa setiap kata yang hendak keluar dari mulutnya seperti terjebak di tenggorokannya. Dia ingin menjawab setiap ucapan Henry, tetapi tak tahu harus berkata apa.

Ada perasaan bingung yang menghimpit, seolah semua pikiran bercampur aduk. Dia ingin menjelaskan bahwa dia tidak merasa terganggu dengan kehadiran Henry, tapi kata-kata itu terasa begitu sulit untuk diungkapkan.

Di satu sisi, Eva tahu bahwa Samuel masih membutuhkan perhatian, dan Henry hanya melakukan apa yang menurutnya benar.

Harusnya dia memang menyadarinya, Samuel sudah berkorban banyak hingga membuatnya selalu dalam masalah.

Namun, di sisi lain, ada rasa kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa dia hanya dianggap sebagai tanggung jawab, bukan seorang istri yang benar-benar dibutuhkan dan dianggap.

Tapi semenjak dia berada di rumah sakit, dia bisa merasakan perubahan drastis dari sikap Henry.

Eva masih terdiam, perasaan bingung dan tak percaya menguasainya. Apakah perubahan sikap Henry ini benar-benar da
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 209

    “Saat di trotoar, kau bukan CEO, dan aku bukan Istri yang hanya diam di kursi emas,” lanjutnya. “Kita dua orang bisa bicara tanpa batas, melangkah bersama tanpa sekat.”Henry terdiam. Tidak langsung menjawab, tidak juga mengalihkan pandangannya. Dia terus menatap wajah Eva yang tampak tenang, memastikan dia memahami setiap apa yang diucapkan. Eva menghela napas pelan, lalu melanjutkan, “Aku tahu kau bisa memberiku apapun. Tapi hal-hal besar itu terkadang membuatku semakin jauh denganmu.”Henry tetap diam, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Eva. Langkah mereka pelan, menyusuri trotoar kota yang semakin sibuk lalu lalang penduduk lokal. Henry berjalan di sisi luar, menjaga Eva dari jarak tipis lalu lintas, sementara tangannya menggenggam tangan Eva. Erat, tapi tidak ada unsur paksaan.Sadar pria itu tak langsung merespon, Eva kembali berkata, “Mungkin memang aneh buatmu. Tapi bagiku … ini adalah cara unik untuk kita saling memiliki.”Masih menatap lurus ke depan, Eva menamba

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 208

    Sore itu, langit Manhattan berwarna oranye. Di cakrawala, jalanan masih ramai oleh suara mobil, pejalan kaki, lampu lalu lintas bergantian menyala. Henry baru saja tiba di basement. Pintu mobil terbuka, dia turun menuju lift dengan tatapan sedikit kosong. Jarinya menekan tombol lift menuju lantai paling atas, di mana tempat dia tinggal bersama Eva. Matanya kosong, lurus ke depan, tapi pikirannya kembali melayang pada ucapan Martin siang tadi. “Kalau kau benar-benar ingin tahu, awasi semua gerak-gerik Julia, di kantor, maupun di luar kantor.” Ck!Henry berdecak pelan. “Kenapa tidak memberitahuku langsung?” gumamnya pelan, pikirannya dipenuhi dengan seribu pertanyaan. Segalanya bercampur aduk di benaknya, hingga rasanya kepalanya ingin meledak saat itu juga. Ting!Pikirannya terlalu larut dalam arus tak berujung, hingga dia tak menyadari saat pintu lift terbuka. Butuh waktu sepuluh detik kemudian untuk membuatnya tersadar. Saat itu juga, dia mulai meninggalkan lift, menuju kamar

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 207

    Setelah Julia keluar, Henry duduk di kursinya. Ruangan yang semula diisi ketegangan kini mendadak hening. Surat penurunan jabatan itu masih di sana, tergeletak di atas lantai dengan bentuk seperti bola. Henry termenung, menatap kosong ke arah jendela besar di ruangannya, memandang gedung-gedung pencakar langit yang tampak mengkilap karena terpapar cahaya matahari. Di kepalanya, serentetan pertanyaan mulai muncul. Apakah keputusannya benar? Apakah ini cukup adil? Tangannya mengepal kuat di atas meja. Dia bukan berperan sebagai atasan, tetapi juga sebagai seorang suami. Dan posisi itu sedikit sulit untuknya mengambil langkah. “Hanya penurunan jabatan,” gumamnya pelan. “Setidaknya aku masih bisa membalasnya.” Nada itu seperti keputus asaan. Dia tahu jika penurunan jabatan adalah pukulan telak untuk Julia. Akan tetapi, dia juga tidak bisa mengabaikan perannya sebagai suami. Henry termenung cukup lama, matanya memandang pemandangan kota di bawah sana. Keputusan sudah di ambil denga

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 206

    Seperti biasa, suasana Harrison Realty Partners terlihat begitu sibuk. Para staf dan karyawan berlalu lalang melakukan pekerjaan. Namun, hari itu, menjadi hari yang berisik di perusahaan. Kedatangan Eva–istri dari atasan mereka, menyebar begitu cepat di seluruh perusahaan. Bisik-bisik karyawan terdengar di setiap sudut. Dari ruang kopi hingga lorong-lorong menuju ruangan. Beberapa staff merasa ketar-ketir, karena sebelumnya pernah memperlakukan Eva sedikit kasar. Mereka tidak tahu jika dulu wanita yang berpenampilan sederhana ternyata adalah istri dari bos mereka. “Julia mau menampar Istri Tuan Henry? Berani sekali dia.”“Tidak heran kalau akhirnya dia ditampar. Lihat saja setiap tingkahnya yang merasa dia istimewa di mata Tuan Henry.”Julia yang tengah melintas menegakkan kepala, meski sorot matanya setajam pisau dan hatinya bergejolak seperti air mendidih. Sementara Henry, dia duduk di mejanya, menatap dokumen-dokumen dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang pada Eva. Inside

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 205

    “Makan malam sudah siap, Nyonya. Saya akan segera memberitahu Tuan.”Suara itu membelah lamunan Eva. Dan sebelum pelayan itu pergi, suara Eva menghentikannya.“Tidak perlu. Biar aku saja yang memanggilnya.” Eva pun bangkit dari duduknya. Pelayan mengangguk. “Baik, Nyonya.”Langkah Eva ringan dan mantap saat melewati lorong menuju ruang kerja suaminya. Fokusnya dalam bekerja membuat Henry melupakan waktunya hanya untuk beristirahat sejenak. Eva berhenti di depan pintu berwarna putih. Tak ada keraguan ketika dia mengetuk pintu. “Henry … boleh aku masuk?”Tak ada respon dari Henry. Eva kembali mengetuk dan memanggilnya, tapi lagi-lagi tak ada sahutan, atau tanda-tanda keberadaan Henry. Semua itu membuat Eva penasaran apa yang sedang dilakukannya di dalam sana. Tak mau berlama-lama, tangannya mendorong pintu masuk ke dalam. Ruangan itu begitu senyap dan tenang. Matanya menangkap sosok Henry tengah duduk di kursinya, menatap ke arah lain. Komputernya masih dia biarkan menyala, tapi p

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 204

    Henry menghela napas. “Aku akan bicara langsung pada Julia. Aku sempat merasa kasihan padanya kemarin, dan karena ini, Eva mendiamkanku dari kemarin.” Dia berdesis.Ryan memutar kedua matanya malas, muak dengan sikap Henry yang masih saja memikirkan Julia. “Kalau begitu, saya mendukung Nyonya Eva. Lebih baik saya menjadi sekutu Nyonya daripada sekutu Anda.”Dia menyandarkan punggungnya, bersidekap, mencoba menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang ekstrim. Kepalanya berdenyut hanya karena mendengar nama Julia. Dalam pikirannya, betapa nikmatnya jika dia bisa memukul kepala Henry menggunakan buku tebal di atas meja, agar pria itu sadar betapa bodohnya dia. Pikir Ryan, mungkin jika kepalanya diketuk dengan keras itu membuat otaknya bergerak ke arah logika. “Tuan ….” Ryan berdesis. “Nona Julia itu tidak sepenuhnya baik seperti apa yang Anda lihat. Dia sudah beberapa kali bersikap kasar pada Nyonya Eva. Tapi kenapa Anda selalu membelanya, seolah dia gadis suci,” lanjutnya dengan s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status