Home / Rumah Tangga / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 48 Tinggi tapi Bukan Harapan

Share

Chapter 48 Tinggi tapi Bukan Harapan

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2024-10-02 23:42:09

Henry menambah kecepatan langkah kakinya berniat mengejar Eva.

Namun, Eva semakin jauh dari jangkauannya. Henry menatap punggung Eva yang semakin lama semakin menjauh.

Dia berpikir apakah Eva tahu jika dia berada di rumah sakit ini? Dan apa yang dilakukan Eva di sini.

Pandangannya beralih memandang ke ruangan yang baru saja didatangi oleh Eva. Keningnya kembali berkerut, ternyata ruangan itu spesialis dokter mata.

Dia berbalik, kakinya menuju ke ruang pemeriksaan yang beberapa waktu lalu didatangi oleh Eva.

Henry menatap gagang pintu yang dingin dengan ekspresi penuh tanya. Saat tangannya terangkat hendak meraih gagang pintu, poselnya berdering.

Dia menurunkan tangannya yang masih mengambang di udara. Pandangan matanya menuju ke layar ponsel, nama Julia terpampang di sana.

“Halo.” Suaranya terdengar halus.

Suara Julia terdengar di ujung telepon, “Kapan kau kembali, Henry? Aku sudah lama menunggumu. Dokter juga di sini menunggumu datang sebelum aku benar-benar pulang.”

Henry tersad
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 49 Kesepakatan Tercapai

    Henry berdiri tegak di depan jendela besar kantornya, dia memandangi pemandangan kota yang sibuk di bawah sana. Suara klakson dan hiruk-pikuk kota bergema hingga ke atas, namun Henry tenggelam dalam pikirannya sendiri.Pikirannya kembali pada Eva dan Samuel. Kedekatan mereka begitu jelas di depan matanya, setiap tawa mereka, setiap percakapan hangat yang mereka bagi. Henry merasa seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkannya. Dia sadar jika dirinya tidak mencintai Eva, tidak seharusnya merasa seperti ini, rasa tidak terima itu terus menghantui hatinya. Setiap kali dia melihat Eva tersenyum pada Samuel, ada rasa tidak terima yang menyelimuti hatinya.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan emosi yang terus mengganggu. “Kenapa aku harus peduli?” gumamnya pelan, bertanya pada dirinya sendiri. Namun seberapa keras pun dia mencoba menyangkal, rasa tidak terima itu sudah berakar kuat. Matahari siang yang menyengat hanya menambah panas di hatinya, membuat perasaannya sema

    Last Updated : 2024-10-04
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 50 Makan Malam

    Henry melangkah masuk ke restoran, alisnya terangkat saat melihat suasana romantis di sana. Lampu-lampu redup dan lilin-lilin menyala lembut menciptakan suasana hangat.Restoran itu juga tampak sepi, semua kursi kosong seolah semuanya sudah diatur. “Kenapa seperti ini?” pikirnya, kedua matanya menyusuri setiap sudut. Dia melirik ke arah Ryan, berharap mendapat penjelasan. Namun Ryan hanya nyengir kuda di hadapannya. Henry memutar kedua matanya malas, sudah dia duga jika semua suasana romantis di sana adalah ulah Ryan.Ryan beralibi, “Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan Besar, Tuan.”Tuan Besar? Kening Henry berkerut bingung, antara percaya dan tidak. Henry menatap Ryan dengan tatapan tajam. “Kau mengatakannya pada Papa?”Ryan mengangguk, tetapi anggukan kepala berubah menjadi gelengan dalam waktu singkat. “Sebenarnya Tuanmu itu siapa? Kenapa kau menuruti ucapan Papa?” Henry berkata dengan sedikit ketus.“Di atas Tuan ‘kan masih ada Tuan Besar. Siapa tahu kalau nanti saya mend

    Last Updated : 2024-10-05
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 51 Siapa yang Salah?

    Henry duduk menyandarkan punggungnya pada kursi dengan gaya angkuhnya, jari-jemarinya mengetuk meja. Kedua matanya memerhatikan Eva yang bergerak secara perlahan.Sepanjang makan malam, istrinya terlihat diam, tidak banyak berbicara. Bahkan kedua mata itu tidak pernah memandang ke arahnya. Dalam hati, dia berharap bisa melihat senyum di wajah Eva, tetapi yang terlihat hanya raut serius dan canggung yang semakin menambah ketegangan di antara mereka.Dia tak bisa menyembunyikan rasa iri yang menggerogoti hatinya. Kenapa senyuman itu hanya untuk Samuel? Tidak untuknya, yang notebene suami sahnya.Interaksi antara Eva dan Samuel masih teringat jelas dalam pikirannya. Tawa yang tulus, tatapan yang hangat, dan bahasa tubuh yang penuh keakraban. Henry merasa terasingkan, seperti bayangan yang tak ingin terlihat. Dia bertanya-tanya, apa yang membuat Eva begitu hidup saat bersama Samuel? Sementara bersamanya, istrinya terlihat seperti patung yang terperangkap dalam kesunyian. Bahkan selama

    Last Updated : 2024-10-06
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 52 Makanya, Jangan Kegedean Ego dan Gengsi!

    Ryan berdiri di luar Restoran, suasana malam yang tenang mengelilinginya. Dia menunggu dengan perasaan penuh harap, mengamati mobil berlalu lalang dan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip.Tiba-tiba pintu Restoran terbuka, dan sosok familiar muncul dari dalam, yaitu Eva.Ryan terkejut, dia mengira jika makan malam itu lebih lama. Baru satu jam tuan dan nyonya-nya menikmati makan malam bersama, ternyata Eva sudah keluar lebih dulu. Perasaannya merasa ada yang tidak beres selama makan malam di dalam sana.“Nyonya?” Wajahnya mulai panik, sesekali Ryan menoleh ke dalam Restoran memastikan apakah Henry juga akan keluar. “Anda sudah keluar? A-apa ada yang bisa saya bantu, Nyonya?”Eva menatapnya dengan tersenyum hangat, seolah tidak ada yang terjadi di dalam Restoran. “Terima kasih atas perhatiannya, Asisten Ryan. Anda bisa masuk, saya rasa saya harus kembali, sepertinya malam sudah larut.”“Eh, Nyonya?” Ryan menanggapi dengan kebingungan, seolah kata-kata itu baru saja menghantamnya. “Apa

    Last Updated : 2024-10-08
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 53 Dua Orang Tidak Sadar Diri

    Julia duduk di sofa sambil menimang-nimang ponselnya, pikirannya terus berputar mencari cara untuk menarik perhatian Henry. Dia menatap layar ponsel yang kosong, jari-jarinya dengan lembut menekan layar ponsel, membiarkan menyala dan mati berkali-kali. Karena baru saja keluar dari rumah sakit karena sakit pura-puranya itu, Henry melarangnya bekerja dua hari ke depan. Tak bertemu dengan Henry tentu saja membuatnya terasa hampa.Sakit pura-puranya sudah cukup untuk menarik perhatian Henry, tetapi sekarang dia ingin lebih dari itu. Dia ingin membuatnya merasa bahwa dia adalah satu-satunya.Dia berdesis pelan, berbicara pada dirinya sendiri. “Kalau aku memintanya datang, apa dia akan datang?”“Hmm … dia pasti tidak akan menolak, bukan? Aku akan membuat dia hanya mengingatku.” Julia tersenyum sinis penuh dengan percaya diri. Dengan cepat Julia mengetik pesan di ponselnya memulai basa-basi : “Henry, bolehkah aku besok bekerja? Aku merasa sangat kesepian dan bosan di apartemen. Please … ak

    Last Updated : 2024-10-11
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 54 Rencana Tersembunyi

    Eva meregangkan semua otot-ototnya setelah seharian full bekerja hingga tengah malam. Tubuhnya terasa pegal-pegal, setiap gerakan menimbulkan rasa nyeri yang menyengat. Dia menghela napas, berusaha mengusir kelelahan yang menyelimuti. Hari-hari belakangan ini terasa begitu berat, dan dia tahu sudah saatnya untuk mengambil sedikit waktu untuk dirinya sendiri.Dengan langkah lambat, Eva menuju kamar mandi. Dia mulai menanggalkan satu per satu pakaian lalu menyalakan shower, air dingin mulai membasahi dirinya, membantu merelaksasi otot-ototnya yang tegang. Setelah beberapa saat, Eva keluar dari kamar mandi, merasa lebih segar. Dia mengenakan piyama yang nyaman dan menyeduh secangkir teh chamomile, yang memberi rasa tenang dari setiap aromanya.Eva membuka ponselnya, melihat jumlah uang yang ada di tabungannya. Uang sebesar 50.000 dollar tersimpan di dalamnya.Napasnya berhembus berat, uang itu masih sangat sedikit untuk mencapai jumlah 50 juta dollar. Dia harus mengumpulkan lebih banya

    Last Updated : 2024-10-13
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 55 Terlalu di Manja

    Julia melangkah masuk ke ruangan Henry dengan semangat baru. Setelah beberapa hari libur, dia merasa siap untuk kembali menghadapi dunia kerja. Henry mengalihkan pandangannya melihat kedatangan Julia. “Kau sudah datang?” Dia bergerak mundur tanpa beranjak dari kursi kebesarannya, mengambil dokumen di dalam lacinya dan memberikannya pada Julia. “Ini adalah jadwal terbaruku, kau bisa mempelajarinya.”Henry kembali fokus pada layar komputer, karena banyak yang harus dia selesaikan hari ini. Julia mengerutkan keningnya saat mendengar ‘jadwal terbaru’ dari mulut Henry, matanya menelisik setiap lembar demi lembar dari susunan jadwal tersebut.“Henry,” panggilnya, berusaha menahan nada kecewa. “Kenapa jadwal yang sudah aku susun berubah tanpa pemberitahuan? Dan kenapa tiba-tiba banyak sekali jadwal kosong?”Henry, yang sedang fokus di layar komputernya, menoleh dengan cepat. “Oh, maaf, aku harus mengubahnya. Aku meminta Ryan memperbarui jadwalku saat kau sakit, tidak mungkin aku memintamu

    Last Updated : 2024-10-14
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 56 Agak Lain

    Julia melangkah cepat menuju ruangan Henry, tangan kanannya menggenggam berkas penting yang sudah dia persiapkan. Saat dia membuka pintu, suasana di dalam ruangan terasa sepi. Meja kerja Henry tertata rapi, namun ia tidak melihat sosok pria itu di mana pun. Julia melangkah masuk, mengamati sekeliling. “Henry?” panggil Julia, suaranya menggema di dinding-dinding ruangan. Tak ada jawaban. Dia menaruh berkas di atas meja dan menyusuri setiap sudut ruangan. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan Henry, sementara pikirannya terus bertanya-tanya di mana Henry saat ini.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari koridor. Julia menoleh, harapannya tumbuh. Namun, yang muncul adalah rekan kerjanya Ella, yang terlihat terburu-buru. “Kau melihat Henry? Eh … maksudku Tuan Henry,” tanya Julia, wajahnya tampak serius.Ella menggelengkan kepala. “Tidak. Aku baru saja datang membawa berkas penting untuknya.”Batinnya berbicara, “Dia ke mana, ya? Kenapa aku tidak melihatnya keluar?” “Sepertinya

    Last Updated : 2024-10-16

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 190

    Ryan meringis, lalu menjawab, “Tuan … apakah Anda tahu berapa banyak laporan yang saya kerjakan saat Anda liburan?”Henry menatapnya datar. “Itukan memang tugasmu sebagai Asisten,” jawabnya santai dan bodo amat. “Berarti saya tidak bermalas-malasan, Tuan ….” Ryan menjawab dengan suara merendah. “Kalau tidak malas, kenapa dokumen ini masih menumpuk di mejaku?” Henry ngotot menyalahkannya.Ahirnya Ryan terdiam sejanak, meratapi nasibnya. Dalam lubuk hatinya, dia bertanya-tanya, kenapa hari ini Henry begitu menyebalkan? Biasanya, bosnya itu biasa saja mengatasi semua dokumen itu dan asik tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, kenapa hari ini berbeda sekali? Dia seperti serba salah di mata Henry. Pasti gara-gara tadi pagi aku menerornya!Tapi, itukan karena Nyonya Besar. Kenapa tidak marah saja padanya? “Baiklah, maafkan saya, Tuan,” katanya pasrah.Tak ada yang menang berdebat dengan Henry. Henry menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Matanya melirik ke arah ponselnya yang ada di s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 189

    “Kurang ajar sekali mereka mengganggu waktuku!” gerutunya, di selah-selah memasang dasinya. Waktu paginya yang indah itu terganggu, semua orang menghubunginya dengan hal-hal yang tidak penting menurutnya. Dia merasa belum puas menghabiskan waktu bersama Eva.Benar-benar menyebalkan!Eva mendekat, mengambil alih untuk mengikat dasinya. “Mungkin ada hal yang benar-benar mendesak,” katanya dengan suara menenangkan. Pandangan matanya turun menatap Eva. Dia meletakkan tangannya di pinggang istrinya dengan nyaman. Hanya butuh satu menit dasi itu terpasang dengan rapi. Eva mendongak, matanya bertemu mata gelap Henry. “Jangan terlalu keras pada dirimu, kau baru saja sembuh,” katanya penuh perhatian. Henry menarik napas panjang. “Kau tidak mau menahanku?”Eva memandangnya malas. Pria ini mulai bersikap dramatis. “Untuk apa?”Seketika Henry memasang wajah serius. “Kau benar-benar tidak peka dengan keadaan.”Eva mengedipkan matanya cepat. “Memangnya apa yang harus kulakukan?” Wajah Henry s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 188

    Pagi menyapa dengan cahaya lembut menyusup dari celah gorden. Henry dan Eva masih tertidur pulas. Kehangatan masih terasa di antara mereka, sisa dari kebersamaan yang baru saja terjadi semalam. Eva membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya dia benar-benar terbangun. Kedua matanya mencerna suasana kamar yang begitu asing. Di mana ini?Dia belum sepenuhnya sadar. Hingga dia merasakan tangan kekar memeluk tubuhnya. Dia menoleh. Di sampingnya, Henry masih tertidur pulas. Deru napasnya terdengar begitu teratur. Henry? Butuh tiga detik untuk mencerna hingga dia benar-benar sadar dengan kejadian semalam. Dia mengangkat selimut dan melihat ke dalamnya. Rona merah mulai terlihat di pipinya. Dia malu, dan segera menarik selimut untuk membungkus kepalanya. Pergerakannya itu membuat Henry terbangun. Mata Henry masih setengah terpejam, ekspresi khas seseorang yang baru saja terbangun. Dengan mata setengah terbuka itu, dia bisa melihat gundukan selimut di depannya.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 187

    Dengan satu gerakan cepat, Henry mengangkat tubuh Eva, merasakan betapa ringannya tubuh itu dalam dekapannya. Eva begitu terkejut ketika tubuhnya terangkat begitu saja. Matanya menatap Henry dengan penuh kebingungan. “Apa yang sedang kau lakukan?” “Yang kulakukan …?” Henry tersenyum penuh makna. Tanpa menjawab lagi, dia membawanya menuju tempat tidur. Henry membaringkan tubuh Eva perlahan. Eva merasakan jantungnya mulai berdetak lebih kencang saat ini. Suasana hening sejenak sebelum akhirnya Henry meraup bibir Eva. Awalnya ragu-ragu, tapi semakin lama, semakin dalam dan penuh hasrat. Tindakan itu begitu cepat. Eva yang sedikit terkejut kini memejamkan kedua matanya, merasakan gelombang hasrat yang Henry ciptakan. Kali ini, Henry seperti tidak memberikan ruang lagi untuk mereka berjarak. Kemudian, bibirnya turun perlahan menyentuh leher Eva.Eva bisa merasakan hembusan napas berat menyentuh kulitnya. Dia mencoba mendorong tubuh Henry, tetapi, Henry menarik tangannya ke atas kep

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 186

    Eva membalas dengan tatapan bingung. “Kenapa? Apa kau perlu sesuatu?”Henry hanya diam, dan tatapan mata yang masih tertuju pada Eva.Dia kenapa? Apa ada yang salah?Eva berdehem pelan. “Aku ambilkan makan malam untukmu.” Dia bersiap untuk bangkit dari duduknya.Namun, dengan gerakan cepat, Henry menariknya, membuatnya terduduk kembali. Akan tetapi, kali ini ia terduduk di pangkuan Henry. Saat itu, jantungnya berdetak lebih kencang, antara rasa terkejut dan tatapan dalam suaminya padanya. “Kenapa kau buru-buru sekali?” Suaranya pelan dan sedikit serak. “Aku hanya ingin mengambilkan makanan untukmu.” Eva sedikit gugup dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan. “Jangan seperti ini. Tidak enak jika pelayan melihatnya.” Dia berusaha bangkit, tapi tangan Henry menekan pinggangnya, memaksanya untuk tetap tinggal. “Memangnya kenapa jika mereka melihat?” jawabnya dengan acuh tak acuh. “Mereka tahu kalau kau Istriku.” Eva menoleh.Pria ini memang benar-benar keras kepala dan tidak ped

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 185

    “Ayolah … tidak ada yang salah jika kita melakukannya. Kenapa wajahmu seperti itu? Kau bahkan sering menuntut lebih,” ucapnya dengan penuh percaya diri.Tatapan mata Eva menjadi tajam. Pria ini benar-benar tidak punya malu dan terlalu percaya diri!Pintar sekali membalikkan fakta!“Racun itu bersarang di perutmu, tapi kenapa jadi otakmu yang bermasalah?” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Eva. Ekspresinya yang datar dan tanpa emosi itu membuat setiap kata yang diucapkan terdengar lebih tajam dan menusuk. Henry tidak mau kalah. Dia terus melayangkan serangannya menggoda Eva. “Aku hanya bicara sesuai fakta.” Eva membantah cepat, “Tapi fakta yang kau katakan justru sebaliknya.” “Coba katakan di mana kebohongannya? Setiap kau membalas, aku selalu kuwalahan.” Eva terdiam. Melihat wajah dan senyum nakal Henry itu membuatnya semakin jengkel. Rasanya dia ingin keluar dan mengambil sesuatu untuk memukul kepalanya yang sedang bermasalah. Dasar pria mesum!“Aku rasa, racun itu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 184

    Dua hari kemudian.Lawson menutup teleponnya, lalu mengambil mantel panjangnya dengan tergesa-gesa. Sophia mendekat, memasang wajah penasaran. “Papa mau ke mana? Ada kabar apa?”Gerakannya saat memakai mantel tampak terburu-buru. “Papa mau ke Dermaga. Kepala Koki menjadi tersangka dari insiden kemarin.”“Kepala Koki?” Mata Sophia terbelalak lebar. “Papa pergi dulu, ya.”“Mama ikut!” Sophia menyambar tas, kemudian berlari mengejar langkah suaminya. ****Dermaga. Di tengah suasana tegang, kepala koki itu terlihat berlutut, dengan suara gemetar. Dia menahan tangis, dan memohon ampunan di depan orang-orang yang berjejer penuh kekuasaan, memandang ke atas dengan tatapan penuh harap. “Saya berani bersumpah, saya tidak pernah melakukannya.” Salah satu tim keamanan itu menjawab dengan penuh otoriter, “Simpan semua jawabanmu itu, kita tunggu Tuan Lawson datang.” Kepala koki memegang ujung bajunya dengan tangan gemetar, dia terus memohon, tetapi tak ada seorang pun yang bergeming, maupun

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 183

    “Itu ….” Dengan sekuat tenaga, Henry mengangkat kepala, mendekat, lalu menempelkan bibirnya di atas bibir Eva, memberikan ciuman yang lembut tanpa terburu-buru atau memaksa. Dia memberikan jeda satu detik. Namun, detik berikutnya dia sedikit menekan kepala Eva.Ciuman yang semula lembut itu perlahan semakin dalam. Eva yang mencoba mengimbangi irama Henry itu kini dibuat kuwalahan. Tangannya bergerak, mencengkeram baju yang dikenakan oleh Henry. Suasana di antara mereka semakin memanas, bukan sekedar hasrat, tetapi seperti pengakuan diam-diam tentang rindu yang tertahan, luka yang perlahan sembuh dalam pelukan. Ruangan itu hanya berisi helaan napas yang mulai tak beraturan, dan ciuman itu masih terus berlanjut, menghapus batas logika di antara keduanya. Henry melupakan kondisinya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah, menciptakan momen bersama istrinya. Dia menginginkan lebih. Ciuman itu bergerak perlahan ke leher Eva. Namun, tidak lama ciumannya terhenti karena Eva menarik

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 182

    “Kenapa kau menempatkan Istrimu seperti seorang Penjahat yang tidak memiliki hati?” Eva melayangkan protesnya cepat. Henry terkekeh pelan, sedikit terhibur. Entah kenapa hati istrinya begitu sensitif sekarang. “Memeluk Istriku sendiri membuatku harus memohon. Aku heran, dunia apa yang sebenarnya kita jalani saat ini?” Henry menjawab dengan sindiran khasnya. “Kau benar-benar membiarkan Suamimu memohon?” Dia tak mau menghentikannya.Eva masih berpikir. Saat ini mereka di rumah sakit, bagaimana jika seseorang melihatnya? Pasti sangat memalukan. Henry memandang wajahnya dengan tatapan sayu. Dia tahu apa yang ada di pikiran istrinya. Dia mendengus. Sementara Eva menggigit bibir bawahnya, apakah dia harus menuruti permintaan Henry? Bagaimana jika ada yang tiba-tiba masuk? Henry masih menatapnya dengan raut sedikit cemberut, menunggu bagaimana reaksi Eva. “Sudahlah. Sebaiknya aku kembali tidur,” katanya dengan sedikit tidak suka dan pasrah. Henry mengembalikan posisi kepalanya menja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status