Share

bab 4

Author: Tiga djati
last update Last Updated: 2025-11-25 10:52:37

"Tidakkah kau paham? Ini bukan lagi tentang egomu sendiri, masih ada ayahmu yang berjuang antara hidup dan matinya di sana dan kau apa yang kau lakukan? Di saat seperti ini kau masih mementingkan diri sendiri," seloroh Amela. "Lagipula apa susahnya tidur dengan Kaysen?!

Toh kau pasti sudah pernah melakukannya dengan pacarmu! Jangan jadi sok suci!"

Shanina mengatupkan rahangnya, matanya berkilau marah. Pacar apanya? Ia sendiri tidak mempunyai waktu untuk belajar, apalagi berkencan bukan berarti selama ini ia ingin berkencan.

Shanina tidak punya pilihan lain.

Setelah menenangkan diri, ia keluar dari kamar paman dan bibinya. seperti yang sudah ia duga, Kaysen telah menunggunya di depan Ferrari 12Cilindri miliknya, pria itu tampak dua kali lipat lebih tampan dibandingkan biasanya meski itu sama sekali tidak menggugah suasana hati Shanina.

Ia lebih melihat sorot kesal di mata Kaysen. Pria itu terpaksa menunggunya untuk berangkat bersama ke acara prom atas paksaan Nyonya Helena, ibu Kaysen. Kedekatan antara Helena dan bibinya bukan karena mereka berteman atau apapun, tapi karena keloyalan Helena terhadap pelayan yang mengabdi setia selama puluhan tahun.

Shanina memasang snyum palsunya.

"Kaysen, bagaimana penampilanku?"

Kaysen melihat jejak memerah di mata Shanina, seperti habis menangis, tapi ia mengabaikannya dan memalingkan wajah setelah melihat keseluruhan wajah Shanina yang jelita. Telinganya memerah. Kaysen masuk ke dalam mobil, meninggalkan Shanina.

Shanina menyusul, duduk di samping Kaysen.

"Apa kita akan berdansa bersama nanti? Kuharap kita bisa berpasangan, Kaysen." Suara lembut Shanina mengalun di telinga Kaysen.

Kaysen tidak menjawab, sibuk melajukan mobilnya meninggalkan area Carter Mansion.

"Sebenarnya ada beberapa pria yang mangajakku berdansa, mereka terus mengirimiku pesan, padahal aku sudah bilang aku akan berdansa bersamamu. Kaysen, jangan cemburu, ya?" ledek Shanina dengan wajah polos.

Kaysen melihatnya sejenak. Melempar tatapan sengit. "Bohong, tidak akan ada yang mau mengajakmu berdansa."

Itu benar, Kaysen pernah mengancam seisi sekolah untuk tidak pernah mengajak Shanina berteman atau berinteraksi. Waktu itu, Kaysen pernah saking jengahnya terhadap Shanina dan menjadi sangat marah. Meski begitu, ancaman Kaysen tidak berlaku selamanya karena Shanina masih memiliki teman meski sedikit.

Mungkin Kaysen masih menganggapnya tidak berteman dengan siapa-siapa di sekolah.

Shanina tidak berbicara apa-apa lagi, sibuk memikirkan rencana paman dan bibinya yang membuat kepalanya hampir rundul. Diam-diam Kaysen sedikit heran dengan diamnya gadis itu malam ini. Apalagi gadis itu tidak menyangkal kalimatnya terakhir kali, apa tujuan Shanina berbohong?

Lagi-lagi usaha gadis itu dalam merayunya pun setengah-setengah.

Manusia setengah matang.

Kaysen membatin sambil membayangkan Shanina menjadi telur mata sapi setengah matang yang memiliki mata berbinar-binar.

Jelek.

Sampai di lobi hotel, Kaysen berjalan cepat dan meninggalkan Shanina sendirian.

Shanina justru gugup karena hal lain, yakni botol kecil di kantongnya yang kini ia pegang dengan tangan gemetar. Pikirannya tidak lagi terpaku pada dansa malam prom yang di lakukan sekali seumur hidup, tapi pada rencana untuk meniduri Kaysen, atau membuat Kaysen menidurinya.

***

"Apa yang terjadi di sini?!"

Seseorang bertemdar bertubuh kekar datang dengan tampang garang. Melihat keributan di depannya, ia murka. Bangku-bangku terbalik, dan pecahan gelas serta botol alkohol berserakan. Ada satu orang dengan wajah babak belur, sementara beberapa kelompok lain sibuk menahan seorang pria yang menggila, hendak memukul orang babak belur tersebut.

Kerugian itu membuat darah si bartander mendidih.

"Hentikan! Jangan membuat kekacauan di sini! Kalian harus mengganti rusi semua ini! Sialan!"

Pengunjung bar lain menonton dan berseru bodoh, para wanita memekik menyaksikan adegan brutal perkelahian tersebut.

"Theo! Theo kendalikan dirimu!"

Theo tidak mendengar ucapan temannya, ia sibuk memukuli pria yang sudah tidak berdaya itu.

Keempat temannya yang lain datang dan menahan tubuh Theo. Meski begitu, kekuatan Theo tidak masuk akal. Apalagi pria itu tengah mabuk, akalnya sepenuhnya hilang.

"Sialan! Bajuku basah karena kecerobohanmu! Apa kau tidak punya mata?!" Theo murka, bajunya tersiram belini karena ketidaksengajaan orang itu.

Di hari biasa, dia mungkin akan membiarkannya pergi, tapi karena insiden sebelumnya yang mengguncang emosinya, Theo menjadi gila.

"Aku akan memukulmu! Kemari kau!"

"Theo hentikan! Dia hampir mati!" Setu Troy, salah satu teman Theo yang memeganginya.

"Ada apa dengannya hari ini?!" tanya Ajax, temannya yang lain, dengan wajah kesal.

Pria berkacamata bernama Hans yang masih memakai jas kerja, menjawab, "Dia memergoki Hayley menghisap pen*s pria lain."

Ajax mematung sejenak. "Wah, itu sangat buruk."

"Ya, itu sebabnya Theo mengamuk. Mereka akan menikah seminggu lagi."

Kawannya yang lain iba terhadap Theo. Mereka berhasil membawa Theo yang masih meracau, pergi dari bar. Membawanya ke tempat tenang di basemant area parkir yang sepi. Theo sempoyongan, bersandar di badan mobil dengan di pegangi Hans yang berwajah tenang.

Ajax mendekatkan wajahnya pada Theo, memeriksanya. "Theo, hei, apa kau bisa mendengarku?"

"Apa yang terjadi denganmu, Theo? Kasihan sekali, jangan terlalu patah hati, Kawan," kata Troy iba.

Clayton berkomentar, "Ini kali pertama Theo mengamuk lagi setelah sekian lama lulus dari highschool, jiwa premannya kambuh dan merugikan orang-orang, kitalah yang selalu membereskannya, ini merepotkan."

"Mau bagaimana lagi, kita semua tahu Theo sangat mencintai Hayley, dan jalang itu berselingkuh," timpal Ajax. "What a bitch."

Theo mendorong Hans selaku orang yang berada di dekatnya meski Hans hanya diam saja selama obrolan. Ia berteriak murka, "Diam! Hayley tidak berselingkuh! Dia tidak melakukannya! Dia tidak melakukannya."

Theo terus meracau.

Beberapa waktu sebelumnya, ia baru saja membelikan sebuket bunga moncour kesukaan Hayley, namun wanita itu tidak ada di apartement-nya. Teleponnya juga tidak di angkat. Theo mulai jengkel, ini bukan pertama kalinya Hayley sulit di hubungi dan senang pergi-pergi tanpa mengabarinya. Sudah setahun Hayley memiliki kebiasaan buruk seperti itu.

Saat Theo mencarinya, ia tak sengaja melihat Hayley masuk ke dalam hotel yang tidak terlalu terkenal, letaknya agak jauh dari pusat kota, membuat Theo bingung karena setahunya Hayley tidak suka mendatangi tempat terpencil seperti itu. Wanita itu bergelayut manja di lengan pria lain. Theo mengikutinya dan mendengar bagaimana mereka bercumbu mesra. Ia segera memeriksa CCTV hotel murahan tersebut.

Theo bukan hanya melihat Hayley menghisap kelamin pria lain, tapi juga melihatnya berhubungan badan bersama pria itu.

Theo pergi dari sana tanpa berkata apa-apa, tapi ia marah setengah mati. Beberapa jam setelahnya, ia berhasil merasionalkan pikirannya dan mengirim semua bukti pada Hayley, berharap Hayley hanya main-main dengan pria tidak di kenal itu. Namun, Hayley tidak menyangkalnya, wanita itu justru mengatakan ingin putus dengannya.

Hayley lebih memilih pria lain, yang ternyata adalah musuh bisnisnya sekaligus rivalnya saat kuliah.

Theo jelas murka, pernikahan mereka tinggal sebentar lagi. Namun, saat ia mendatangi apartement Hayley, wanita itu sudah tidak ada di sana. Nomornya bahkan di blokir. Ia tidak bisa menemuinya di manapun lagi, keluarga wanita itu bahkan mendukung perbuatan anak mereka yang tidak tahu malu.

Kata-kata terakhir wanita itu terngiang di telinganya.

"Persetan denganmu, Theo! Aku sudah banyak bersabar selama ini! Kau selalu bersikap egois dan tidak pernah menghargai ku! Kau tidak memiliki apa yang Glen miliki! Dia membuatku jatuh cinta lebih baik darimu! Dialah pria yang pantas untukku! Kita selesai sampai disini! Jangan menghubungiku lagi!"

Theo tidak pernah merasa sesakit ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan Theo, Tolong Lepaskan Aku   bab 13

    Theo tidak pulang, mungkin dia menginap lagi di kantornya. Shanina tidak keberatan. Masalahnya, mereka baru saja menikah, orang-orang mungkin membicarakannya di belakang, tapi sekali lagi, Shanina sebetulnya tidak begitu peduli. Ia hanya tidak memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan semenjak menikah. Siang itu Shanina mendengar pembicaraan Helena, ibu mertuanya tersebut menyuruh seseorang untuk mengantarkan makan siang ke kantor Theo. Shanina tahu kenapa wanita itu tidak menyuruhnya. Namun, ia tetap menghampirinya dan menawarkan diri, bersikap tebal muka. Alhasil, di sinilah Shanina berada, berdiri di depan sebuah gedung menjulang yang ada dihadapannya. Dia belum pernah melihat kantor kebesaran Theo secara langsung, dan ternyata itu sungguh luar biasa, mungkin gedung tersebut memiliki empat puluh laintai lebih. Dengan menenteng tas bekal berisi makanan yang disiapkannya sendiri, Shanina mulai memasuki gedung tersebut. Shanina menaiki undakan di lobi, flat shoes tanpa mere

  • Tuan Theo, Tolong Lepaskan Aku   bab 12

    Ia mengangguk, menelan salivanya susah payah. Shanina sungguh paham bahwa meminjam uang di hari pertama pernikahan akan sangat tidak wajar untuk pasangan yang saling membenci seperti ini. Namun, pagi-pagi sekali bibinya sudah memberi perintah untuk mentransfer mereka uang. "Kalau begitu apa aku boleh pergi keluar hari ini?" "Akan lebih baik jika kau pergi dan tidak kembali lagi." Theo berbalik, matanya segera bertubrukan dengan manik hijau cerah milik Shanina yang berkaca-kaca, wajahnya tampak tenang, tapi matanya tidak bisa berbohong. Gadis itu menelan tangisannya. Theo justru semakin ingin menghancurkan pertahanan itu. "Jangan pernah meminta izin lagi dariku untuk hal apapun itu, jangan berbicara padaku atau menyentuh barang-barangku. Kau hanya istri dalam nama, jadi urus saja urusanmu sendiri." Melihat pandangan Shanina yang sesekali tak fokus, Theo mengernyit samar. Ia berbalik lagi, memakai pakaiannya. Sementara itu Shanina menatap lantai di bawahnya dengan sorot kosong

  • Tuan Theo, Tolong Lepaskan Aku   bab 11

    Baru saja Shanina melangkahkan kakinya masuk ke kamar Theo, aroma musk yang menenangkan menyeruak Indra penciumannya. Suara gemericik air yang datang dari kamar mandi menarik perhatian Shanina, samar-samar tercium bau sabun yang khas. Theo sedang mandi di sana, jika pria itu keluar, ia akan mati gaya. Shanina menyeret kopernya, melangkah menuju lemari besar yang terdapat di sisi ruangan, Ia meletakkan pakaiannya yang tidak seberapa disana, bersebelahan dengan pakaian Theo yang begitu banyak. Setelah merapikan semua barangnya, ia menyiapkan pakaian santai untuk Theo. Tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, ia duduk di kasur, memijat kaki kanannya yang sakit dan linu. Pikirannya seperti benang kusut, apakah Theo suka minum teh sebelum tidur atau makan camilan sebelum tidur. Perintah agar membuat Theo menyukainya sungguh membebaninya. Shanina amat pesimis, ia bahkan sudah sangat bersyukur apabila Theo mau sedikit saja melunakkan sikap padanya. Tangannya yang menyentuh permukaan k

  • Tuan Theo, Tolong Lepaskan Aku   bab 10

    Terlepas dari pilihannya atau bukan, dekorasi pesta yang dilihatnya adalah hal yang amat menakjubkan. Siapapun akan bahagia melihat pernikahannya diadakan semegah sekaligus se-elegan ini. Kilauan lampu kristal terpasang di setiap area langit-langit yang dihiasi berbagai dekorasi yang sesuai tema, yaitu tema kastil klasik penuh keanggunan yang anehnya mengingatkannya pada Theo. Saat pandangannya mengedar kesekeliling, mendadak ia menyadari bahwa seluruh atensi tertuju padanya, membuat tubuhnya lemas seperti agar-agar. Namun, itu belum seberapa di bandingkan saat matanya bertubrukan dengan mata biru berlian yang membekukan. Pria itu berdiri di altar dengan setelan tuksedo hitam yang bernilai jutaan dolar. Postur tubuhnya tegap, sempurna bagai bangsawan. Layaknya manifestari dari Zeus, pria itu tak terjangkau, ia kuat, terhormat, dan tak bisa di tandingi oleh siapa pun. Shanina bisa membayangkan seberapa sulitnya itu bagi Theo untuk bersanding dengannya, ibarat seorang pangeran yang

  • Tuan Theo, Tolong Lepaskan Aku   bab 9

    Shanina menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia hampir tidak mengenali wajahnya sendiri. Walaupun ia selalu memakai bedak setiap pergi ke sekolah, tetap saja ia tidak pernah berdandan setebal ini. Meski tebal, anehnya riasan di wajahnya terlihat natural. Keluarga Carter jelas tidak akan menyewa MUA murahan untuk pernikahan putra sulung mereka sekalipun pernikahan itu tak di inginkan. Matanya yang sedikit bengkak juga tidak terlihat lagi berkat tangan-tangan berbakat dan produk berkelas yang dibubuhi di wajahnya. Ia tidak berniat menangis semalaman, tapi memikirkan akan menikahi pria seperti Theo membuat Shanina dilanda cemas setengah mati. Belum apa-apa ia sudah menerima kebencian Theo, gagang sapu saja dibanting sampai patah, bagaimana jika ia tidak sengaja membuat Theo marah lagi nanti? "Sekarang bisakah anda berdiri? Saatnya memakai gaun." "Ah, ya. Tentu." Shanina berdiri, membiarkan mereka memasang gaun yang rumit tersebut sama sekali bukan style yang disukainya. Dalam sek

  • Tuan Theo, Tolong Lepaskan Aku   bab 8

    Shanina kaku, padahal bibinya-lah yang semalam menguncinya bersama Theo. Jika ia membuka mulut, dirinya juga akan terkena imbas. Belum lagi, Amela mencubitnya keras secara diam-diam untuk tutup mulut. "Mungkin saja," Potong Amela hanya untuk melihat Theo dengan pandangan menuduh, lalu memalingkan tatapannya, "Tuan Theo secara tidak sadar mengunci dan menahan Nina sehingga Nina tidak bisa berbuat apa-apa." Theo mendengus pelan. Shanina menunduk takut melihat Helena yang memelototinya, tubuhnya semakin gemetar. Ia merasa seperti orang paling bersalah disaat dirinyalah yang merupakan korban. Kepalanya pusing, Ia mual. "Itu benar." Kalimat Kaysen mengambil alih atensi semua orang. Mereka semua menatap Kaysen dengan pandangan bertanya. Kaysen melanjutkan ucapannya, "Apa yang dikatakan Shanina benar, dia hanya mengantarkan teh untukku, aku menyuruhnya untuk memberikan teh itu pada Theo sekaligus menyuruhnya mengawasi Theo, kalian tahu kalau Theo sangat menyebalkan ketika mabuk."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status