Ara segera berdiri menghadap kearah Xena. “Kenapa Kak?”
“Em ... Om Ardi, bekerja di PT. Good Property?”
Ara mengangguk. “Iya Kak."
"Em ... Sebagai apa kalau boleh Kakk tahu?"
Ara terdiam sejenak, ia mencoba berfikir jabatan apa yang papahnya peroleh disana.
"Apa ya, Kak. Ara lupa, tapi kayanya papah bagian Desain gitu."
Xena mengangguk kecil dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Kenapa Kak? Ada yang ingin Kakak tanyakan?”
‘Kalau aku bilang ingin melamar pekerjaan di perusahaan tersebut pada Ara. Pasti dia akan bilang kepada Om, dan sudah pasti aku tidak diijikan olehnya.’ batinnya.
Tak mendapat sahutan dari Xena, membuat Ara pun memanggilkanya.
“Kak Xena?”
Xena pun tersadar dan menoleh kearah Arabelle.
“Gimana Kak? Ada yang ingin Kakak tanyakan?”
Xena tersenyum tipis seraya menggeleng. “Tidak. Kakak hanya ingin bertanya itu saja. Oiya, terima kasih ya, kamu sudah membantu Kakak membereskan berkas-berkas ini."
“Iya Kak, sama-sama. Em Kak Xena, ingin mencari apa, sampai harus membongkar berkas-berkas ini?”
“Em ... Kakak hanya ingin membereskannya saja, karena sepertinya terlalu berantakan,” ucapnya yang berbohong.
Karena pada dasarnya, ia ingin mencari surat-surat berharga pasal kematian kedua orangtuanya dan juga dokuman penting atas perusahaan keluarganya dulu.
Ara mengangguk. “Kaki Kakak bagaimana. Masih sakit? Ara urut ya.” tawarnya
“Nggak usah Ara, tidak perlu. Nanti Kakak beri salep juga pasti sembuh kok,”
Ara mengangguk. “Yausah, kalau gitu Ara kembali ke kamar ya Kak.” ucapnya yang langsung dianggukan serat senyuman manis oleh Xena.
Ara pun keluar dari kamar Xena, sedangkan Xena kembali duduk dikasurnya seraya menghela napasnya.
Ia memerhatikan berkas-berkas itu yang sudah dibereskan oleh Arabelle tadi.
“Aku yakin, pasti dokumen penting itu disembunyikan oleh Om Ardi. Atau berada ditangan pihak asuransi Papah.” monolognya.
Xena meghela napasnya, ia membaringkan tubuhnya dikasur seraya menatap langit-langit diatasnya.
“Kalau pun dokumen penting itu ada. Aku tidak mungkin bisa mengambilnya langsung, karena diriku yang masih seperti ini. Hem ... apa boleh buat, jalan satu-satunya untuk bisa membantu keluarga Om Ardi adalah bekerja. Iya, aku harus bekerja di perusahaan tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Tante Tania tadi.” gumamnya.
Xena kembali duduk dan melihat kearah foto kedua orangtuanya yang berada dimeja kamarnya.
Senyumannya kecil pun perlahan tersimpul dibibir indahnya. Tapi, secara tiba-tiba, pikirannya melayang mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu saat kedua orangtuanya disiksa oleh segerombolan orang tak dikenal.
“Tolong!!!”
"Tolong, hentikan!"
“Jangan sakiti anak saya!”
“Siapa kamu sebenarnya?! Apa salah keluarga saya?”
“Pergi Nak! Lari sejauh mungkin, jangan mendekat Xena!”
Teriakan kedua orangtuanya terdengar jelas ditelinga Xena, hingga gadis itu pun mulai terasa pusing dan mencoba mengalihkan pikirannya tersebut.
Xena menutupi kedua telinganya serta memejamkan matanya, gadis itu meringkuk, berteriak dengan mata berkaca-kaca mengingat kejadian itu.
"Pergi kalian ... Tidak. Jangan sakiti orangtuaku! Aaa! Tolong ...."
“Nggak ... nggak ... Papah, Mamah. Aaaa!”
Mendengar suara teriakan Xena yang kencang membuat Tania dan juga Ardi yang tengah menonton televisi di ruang keluarga pun terkejut, tak hanya mereka. Ara yang msih fokus belajar di kamarnya pun segera keluar dari kamar berlari menuju kamar Xena.
“Aaaa! Pergi! Kalian orang jahat!!! Pergi ... jangan sakiti Mamah Papah saya, PERGI!!!”
Tania dan Ardi yang baru sampai langsung bertanya pada sang anak yang sudah berdiri didepan pintu kamar Xena.
“Xena kenapa Ara?” tanya Ardi.
“Nggak tau Pah. Ara juga baru sampe."
“Yasudah cepat buka pintu kamarnya.” ujar Ardi yang mulai panik.
Ara membuka pintu kamar itu, dan mereka pun segera masuk kedalamnya, menghampiri Xena yang sudah memeluk lututnya di lantai dengan wajah pucat dan bibir gemetar.
Sungguh Xena merasa sangat ketakutan. Semua tragedi itu kembali mengelilingi pikirannya.
Napasnya berderu tak beraturan, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin, bibirnya gemetar serta airmata terus mengaliri dipipi mulusnya.
Gadis bermata coklat itu berada dipojok kamarnya, rasa traumanya kembali muncul. Bolamatanya tak tentu arah, ia menggigit jari-jemarinya.
Ardi dan Arabelle pun segera mendekatinya, sedangkan Tania hanya menghela napasnya dan duduk diatas kasur Xena.
‘Pasti Traumanya kambuh. Selalu aja begini, buat susah aja.’ batinnya.
Tania langsung pergi begitu saja dari kamar Xena dan meninggalkan mereka disana.
“Hei. Xena, tenang ya. Ini Om dan juga Ara,” ucap Ardi dengan nada lembut didepan gadis itu.
Perlahan, tatapan Xena tertuju pada mereka. Namun bukan wajah Ardi serta Arabelle yang ia lihat, melainkan wajah bertopeng dengan pakaian serba hitam dalam penglihatannya. hingga kedua matanya melebar dengan rasa takut yang hebat dan melempari barang yang berada didekatnya kearah mereka berdua.
“Pergi Kalian! Pergi! Jangan sakiti saya, jangan sakiti kedua orangtua saya. PERGI!”
“Xena tenang Nak. Hei, tenang. Ini Om dan Ara,” ucapnya menenangkan Xena.
Xena semakin ketakutan, seluruh ruangan itu dipenuhi oleh mereka semua yang pernah menyiksa kedua orantunya.
Bayang-bayang penyiksaan itu terus menghantui pikirannya, hingga ia tak kuat lagi untuk menahannya dan mulai menjambak rambutnya sendiri bahkan ia memukul kepalanya berkali-kali.
Melihat hal tersebut, membuat Arabelle pun langsung memeluknya. “Kak Xena cukup.” lirihnya, ia tak tega melihat sepupunya menyakiti dirinya sendiri.
Xena berontak, ia mendorong Arabelle hingga terpentok kedinding.
“PERGI! KALIAN SEMUA ORANG JAHAT!!! PERGI!”
Xena bangkit dan berteriak kearah mereka berdua.
Kejadian itu menguasai pikirannya, hingga apapun yang ia lihat selalu terbayang akan tragedi mengenaskan tersebut. Yang membuatnya tak megenaali lagi sepupu serta pamannya ini.
Ardi dan Arabelle ikut beridiri mereka berusaha untuk menenangkan Xena.
“Xena tenang ya. Tenang. Ini Om sayang, dan ini Ara.”
Arabelle mengangguk dengan raut wajah sedih. “Kak Xena, ini Arabelle sepupu Kakak."
Xena menggeleng. Sekejam penglihatanya berubaha bahwa mereka adalah Ardi dan Ara, tapi beberapa detik kemudian berubah menjadi orang jahat itu.
Pikirannya tak bisa ia kontrol, rasa taruamannya ini selalu menghantui dirinya.
Perlahan, Ardi dan Ara mendekatinya kembali, dengan tutur kata lembut mereka mencoba menenangkan Xena.
“Jangan mendekat!” lirihnya.
“Tenang ya, tenang Xena. Ini Om dna Ara, okeh. Kita keluarga kamu, tidak ada mereka yang jahat disini. Tenang ya.”
Napasnya masih naik turun tak beraturan namun pandangannya mulai mengenali bahwa mereka adalah Ardi dan Arabelle.
Xena masih menggigit jarinya matanya masih berkeliaran menyusuri ruangan tersebut.
“Kak Xena, ini Ara.” ucapnya pelan.
Gadis berambut sebahu itu perlahan menyentuh pundak Xena dengan lembut, dan Xena pun mulai menatap sepupunya itu.
“Ara?” lirihnya yang dianggukan oleh Arabelle.
Xena pun langsung memeluk sepupunya itu dengan erat begitu juga Arabelle yang membalas pelukan hangat pada Xena.
“Kakak takut, mereka ada dimana-mana mereka orang jahat," ucapnya dengan Isak tangis.
"A-aku, titip anak kita." Jawab Xena dengan suara lirih dan juga pelan setelah itu yang langsung menutup muka Dua matanya secara perlahan.Sungguh. Perkataan itu benar-benar membuat Xavier langsung syok. Tiba-tiba saja istrinya mengatakan kalimat itu yang membuatnya semakin merasa takut dan juga cemas.Dengan cepat, dia mengecupi beberapa kali tangan serta kepala sang istri dan terus berusaha mencoba membangunkan istrinya tersebut."Xena ... Sayang ... Kamu dengar saya. Sayang ... Bangun sayang.""Xena ... Kamu tidak perlu bercanda. Sayang. Xena ...""Xena ... Jangan seperti ini, jangan membuatku khawatir."Berkali-kali, Xavier memanggil-manggil nama sang istri dan juga mengusap seluruh wajahnya, namun tetap saja wanita cantik itu tidak membuka kedua matanya bahkan tidak merespon dirinya sama sekali hingga hal itu pun benar-benar membuat Xavier menangis Ia pun langsung memanggil sang dokter."Dokter ... Dok! Dokter .... Tolong istri saya Dok." Teriam Xavier.Sang Dokter dan beberapa s
Tiba-tiba, saja. Salah satu polisi itu ada yang mendekatinya dan berdiri tepat di dekatnya.Sontak, ia pun langsung melihat kearah polisi itu."Pak Xavier, anda harus kami."Xavier langsung bangkit dari posisinya."Ada apa Pak? Apa terjadi sesuatu pada istri dan juga anakku?" Tanyanya yang cemas."Sebaiknya anda ikut kami sekarang dan akan mengetahui jika anda sudah berada di tempat yang akan kami tuju nanti."Xavier mengangguk. Mereka pun segera pergi dari tempat itu dan menaiki mobil kantor polisi selama di perjalanan pikiran Soviet pun tidak karuan ia selalu memikirkan keadaan istrinya dan takut terjadi sesuatu pada sang istri dan juga bayi yang dalam kandungannya.Tak butuh, waktu lama. Mereka pun telah sampai di rumah sakit Sentosa. Pikirannya teringat kembali akan papanya pada waktu itu yang berada di rumah sakit itu namun meninggal dunia.'Tidak, semoga tidak terjadi apa-apa dengan istriku dan juga bayi yang dikandungnya.' batinnya.Xavier dan juga para polisi itu pun berjalan me
"Pah ... Bangun Pah. Maafkan semua kesalahan Xavier." Lirihnya.Sang istri, yang selalu setia berada di sampingnya pun terus mengusap pundak sang suami ia menguatkan suaminya tersebut walaupun sebenarnya ia tahu itu sangatlah sakit karena dirinya pun mengalami hal tersebut bahkan jauh sejak ia masih kecil."Maaf, jenazah akan segera dimandikan." Ucap salah satu suster di sana."Kita harus ikut, pemakaman papah." Ucap Xena dengan lembut.Xavier mengangguk kecil. sejujurnya hatinya masih sangat teriris melihat keadaan yang terjadi pada dirinya saat ini namun sekuat tenaga ia berusaha untuk bangkit dan kuat apalagi ada istrinya yang selalu setia menemani Sampai detik ini.Beberapa jam kemudian pemakaman jam 10.00 telah usai Xavier dan Sena yang masih berada di pemakaman tersebut pun akhirnya ikut meninggalkan pemakaman itu."Ayo, Pak Xavier anda kembali lagi ke kantor polisi." Ucap salah satu polisi yang mengawal dirinya."Sebentar, Pak. Saya ingin berbicara dulu Dengan istriku.""Silahk
Beberapa hari kemudian, Xena menjenguk papa mertuanya di rumah sakit ia pun berbicara kepadanya bahwa safir telah ditangkap oleh Polisi."Jadi bagaimana perkembangan Papah?" Tanya Xena dengan nada lembut.James yang kini sudah bisa duduk, berbicara pada menantunya itu dengan nada lembut dan juga ramah."Syukurlah, sekarang papa sudah jauh menjadi lebih baik. Oh ya, bagaimana dengan Soviet pukas berkata bahwa dia sudah di ..."ucapan James berhenti sejenak namun dengan cepat China pun langsung melanjutkan ucapan tersebut dengan mendahuluinya melakukan kepalanya."Iya Pah. Dia sudah dibawa oleh kantor polisi beberapa hari yang lalu." Sambungnya.James memanganguk. Ia tahu bahwa menantunya ini begitu merasakan perasaan yang sangat sempurna di satu sisi dia sangat mencintai suaminya tersebut tapi di sisi lain ia harus melepaskannya Karena di balik pembantaian tersebut adalah suaminya sendiri."Papah tau, apa yang kamu rasakan saat ini bahkan papa pun begitu merasakannya. papa merasa kecew
Satu jam telah berlalu Mereka pun telah selesai menyantap makan malam tersebut savier dan juga Xena pun masuk ke dalam kamar sedangkan arah masih berada di sana untuk membantu para pelayan itu membereskan makanan tersebut.Xavier langsung duduk di kasur, ia memerhatikan istrinya yang tengah membereskan serta menyiapkan baju tidur untuknya."Xena, aku ingin berbicara sesuatu kepadamu duduklah disampingku." Ucapnya.Wanita cantik yang tengah hamil itu pun berjalan menuju sang suami lalu duduk tepat di sampingnya dengan tahu itu wajah senyum."Apa yang akan kau bicarakan padaku?" Tanyanya.Xavier menghela napasnya sejenak. Ia memperhatikan wajah cantik sang istri serta bola matanya yang coklat itu dia mengusap beberapa kali perutnya lalu mengecup perut itu dan berbicara pada bayinya secara berbisik."Sayang ... Maafkan Papah ya." Ucapnya.Perkataan, itu jelas membuat wanita cantik itu berkerut alis dia langsung bertanya kepada suaminya Apa maksud dari perkataannya tersebut."Kenapa kamu
Sebenarnya Xena tak tega melihat Om serta tantenya bersimpuh di depan kakinya ia masih memiliki rasa Peduli dan juga perasaan baik pada mereka namun mengingat apa yang telah dilakukan mereka itu begitu kejam, hingga akhirnya wanita itu pun hanya bisa melihatnya dengan mata berkaca-kaca.Xena mengerjapkan kedua matanya ia menahan butiran bening itu yang hendak terjun bebas membasahi pipinya lalu bersikap tegas kepada kedua orang tersebut."Maaf, Tante Om. Sebelumnya Xena sangat berterima kasih kepada kalian semua karena sedari kecil setelah kepergian Papah dan mama kalianlah yang merawat aku, tapi setelah semua ini terbongkar. Aku merasa sangat kecewa kepada kalian semua."Ucapannya berhenti sejenak ia mencoba mengatur nafasnya beberapa kali dan mencoba untuk mengutarakan semua kesalahan dan kekecewaan yang ada pada dirinya."Kalian sengaja menutup berita itu karena kalian ingin mengambil hak waris dari keluargaku dan kalian sengaja mengambil aku dari panti rehabilitasi itu dan merawat