Share

Tujuh Dosa Besar
Tujuh Dosa Besar
Author: mayuunice

1. ANAK DURHAKA

“Cuk! Mid!” seru seorang anak laki-laki yang berumur delapan belas tahun. Matanya sedang fokus menatap layar monitor lima belas inch. Anak itu sedang fokus memainkan game MOBA—permaian tim dalam jaringan berbasis pertarungan dalam arena—bersama tim kesayangannya.

“Woy! Anj—”

“Sabar, Arya! Aing otw nih,” sahut temannya dari dalam game tersebut.

“Lo kebanyakan farming, Cuk! Mid sampe ditinggal,” komentar anak laki-laki itu. Tangan kirinya tak berhenti memencet tombol pada keyboard-nya, memberikan efek skill pada lawan di dalam game tersebut. Sementara itu tangan kanannya sibuk memegang mouse, berjaga jika dia harus bergerak untuk menghindar dari serangan musuh.

“Arya! Arya!” panggil seorang wanita sembari menggedor pintu kamar. “Arya! Buka pintunya!” serunya lagi. Perempuan itu berteriak sangat keras, tapi Arya tak menggubrisnya.

“Arya, ibu lo manggil, tuh,” tegur seorang temannya di dalam game. Namun sayang, Arya tak menggubris ucapan temennya itu. Dia fokus memberikan skill demi skill pada lawan di dalam game, sampai dia mendapatkan triple kill-nya.

“Arya! Kamu denger Ibu, nggak? Ibu tahu kamu lagi main game!” teriak perempuan itu lagi. Dia terdengar sangat marah pada anak laki-lakinya itu.

“Arya, ke sana dulu, gih. Ibu maneh udah teriak-teriak. Mati sekali nggak papa kali.” Temannya yang lain menegur Arya.

“Bacot, lo, Hildan. Main, ya main aja. Gak usah peduliin Ibu gue!” sergah Arya yang tatapannya tak lepas dari layar monitor. Bola matanya itu bergerak mengikuti arah karakter hero-nya di dalam game.

“Yeh, aing gak enak aja. Ibu maneh kedengerannya udah marah-marah gitu,” timpal Hildan.

‘You have been slain.’ Terdengar suara dari dalam game dan seketika karakter hero Arya dalam game itu mati.

“Jancuk! Bacot anjayani!” geram Arya. Ia kemudian langsung membanting mouse dan juga headset yang sedang dikenakannya. Kemudian ia beranjak dengan perasaan kesal dan marah. Wajahnya pun berubah merah padam. Arya melangkahkan kaki menuju pintu dan menghampiri ibunya.

“Apa, sih? Arya kan bilang kalau lagi main game jangan diganggu!” sentak Arya saat dia membukakan pintu dan mendapati sang ibu dengan tatapan tajam.

“Game, game, game! Apa ibu perlu bakar komputermu itu, hah?” pekik sang ibu kesal.

“Ah! Ya udah mau apa manggil Arya?” Dia menyentak kembali wanita yang ada di hadapannya. Sungguh, Arya tidak memiliki sopan santun pada ibunya sendiri. 

“Ya Tuhan, Arya!” sentak Eva, ibu Arya. Kini perempuan itu sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Anak laki-lakinya sudah sangat kelewat batas.

“Apa sih, Bu? Kalau nggak penting banget gak usah panggil-panggil Arya!”

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Arya. Ini adalah kali pertama sang ibu menamparnya, membuat Arya sedikit kaget dan tersentak. Perlahan Arya menatap ke arah ibunya dengan pupil yang membulat.

Bahu Eva naik turun, dia melayangkan tatapan tajam dan penuh rasa marah pada anak semata wayangnya. Eva sudah tidak bisa membendung lagi rasa marah, kesal, dan kecewa pada anak laki-lakinya itu. Pasalnya ini bukan kali pertama Arya memperlakukan Eva demikian. Hampir setiap hari anaknya ini memarahinya, tak pernah sedikit pun menuruti perintah Eva.

“Ibu! Beraninya, ya, main fisik sama anak.” Arya menggeram. Wajahnya kini merah padam, matanya membulat maksimal, dan rahangnya pun mengetat.

“Apa? Beraninya main fisik pada anak?” Eva mulai murka. “Ibu setiap hari sudah sabar dengan sikap kamu yang kurang ajar. Dari dulu kamu selalu mementingkan game-mu itu. Sampai sekolah pun terbengkalai. Ibu capek hampir setiap semester dipanggil oleh pihak sekolah. Capek, Ya, capek!” cecar Eva pada anaknya yang menatap sang ibu dengan tatapan kesal. Perempuan itu menepuk-tepuk dadanya, saking sakitnya.

Arya tak langsung menanggapi ibunya. Entah kenapa hatinya benar-benar terluka dengan ucapan sang ibu. Kemudian di tengah emosinya yang mulai memuncak, Arya membatin. 'Arya kayak gini karena siapa? Karena Ibu sama Ayah! Kalau kalian nggak suka berantem dan akhirnya cerai. Arya nggak akan kayak gini!'

Saat Arya duduk di bangku kelas 3 SMP, dia selalu melihat kedua orang tuanya bertengkar. Akhirnya demi menenangkan diri dan pikirannya, anak laki-laki itu memutuskan untuk bermain game. 

“Kamu dan ayahmu sama saja! Selalu membentak ibu, memarahi, dan berbuat seenaknya. Kenapa kamu tidak bisa menghargai ibumu sendiri, hah? Aku ibumu, Arya!” jerit Eva frustrasi. Kepalanya hampir pecah menghadapi anaknya ini.

“Kalau Ibu sudah tidak mau mengurusku tinggal bilang, Bu! Aku akan pergi dari sini!” sentak Arya. Bukannya sadar dengan kesalahannya, Arya malah mendorong ibunya sambil berlalu.

Eva tersungkur, kini air matanya sudah tak bisa dia bendung lagi. Tangisannya pecah, ketika mendapatkan perlakuan buruk dari sang anak. Sebagai seorang ibu hatinya benar-benar hancur sekarang. Sungguh, perbuatan anaknya itu sudah tidak bisa dimaafkan.

Anak laki-laki itu lantas pergi meninggalkan ibunya. Arya seperti manusia yang tak memiliki hati. Dia memperlakukan ibunya sangat kasar sekali. Apa dia tidak takut dengan dosa yang akan dia tanggung nanti?

“DASAR ANAK DURHAKA!” jerit Eva ketika melihat anak semata wayangnya itu pergi meninggalkannya.

***

Kicauan burung terdengar jelas di telinga Arya. Ia mencoba membuka matanya perlahan. Di hadapannya dia melihat seekor burung berwarna biru sedang bertengger di lengannya. Merasa sedang ditatap, burung itu tiba-tiba langsung terbang meninggalkan Arya.

Arya menggeliat dan mencoba bangkit. Namun, betapa terkejutnya dia, ketika mendapati dirinya berada disebuah tempat yang sangat asing. Sejauh mata memandang, Arya hanya melihat hamparan rumput berwarna hijau. Arya mendongak ke atas, dia melihat langit yang sangat biru dan beberapa burung berterbangan di atas.

Arya mulai panik. Seingatnya tadi malam dia tidur di depan sebuah mini market yang buka 24 jam. Dan di sana tidak ada hamparan rumput seperti ini.

'Sebenarnya di mana ini? Perasaan semalam di depan mini market nggak ada hamparan rumput kayak begini?' batin Arya. 

Belum juga pertanyaan itu terjawab. Tiba-tiba saja Arya melihat sebuah hologram di hadapannya. Awalnya terlihat samar, tapi perlahan mulai jelas. Seorang laki-laki yang kira-kira umurnya empat puluh tahunan, dengan ajaibnya muncul di depan Arya. Hanya jarak sekitar tiga meter antara Arya dengan laki-laki itu.

“I-itu apa?” Mata Arya membulat, jantungnya berdegup kencang. Rasa takut kini mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Kenapa tiba-tiba muncul sebuah hologram manusia di hadapannya?

BERSAMBUNG ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status