Share

2

"Lo kok pakai baju kayak begini?" Sasa mengernyit tidak suka sembari membolak balikkan tubuh Nina untuk memastikan kedua bola matanya tidak salah lihat. Khusus di weekend yang cerah ini Sasa merelakan quality time bersama suami dan anaknya demi mendampingi Nina interview di tahap ke 2. Suprisingly, berkat Sasa akhirnya Nina lolos seleksi administrasi yang diumumkan tadi pagi dan siangnya langsung pergi bersiap untuk interview.

Nina memperhatikan penampilannya sekali lagi melalui kaca mobil. Tidak ada yang salah dengan penampilannya. Blouse putih dipadukan dengan rok span di bawah lututnya. Rambut dikuncir satu dengan rapi dan flat shoes hak 5 cm menghias kakinya. Dalam formulir, Nina digambarkan sebagai sosok yang rapi dan cinta kebersihan. Jadi, Nina berusaha mengambarkan image tersebut lewat penampilannya hari ini.

"Lo mau interview acara dating bukan magang."

"Ya terus gue harus pake baju apa?"

"Apa kek yang lebih attractive gitu misalnya baju seksi kek."

Nina mendengus, "Gue itu mau daftar acara dating bukan mau jadi lonte."

"Ganti baju sana!"

"Udah nggak keburu. Ayo jalan." Nina mengibaskan tangannya kemudian masuk ke dalam mobil terlebih dahulu.

Sasa pusing kepalang main. Kalau begini jadinya bagaimana mungkin Nina bisa mengambil hati sang produser untuk meloloskannya. Sasa akui kalau Nina memanglah cantik. Tetapi penampilannya hari ini tidak menarik sama sekali untuk dibawa sebagai seorang entertrainer. Namun, mau bagaimana lagi cara mengatakannya kepada temannya yang terkenal bebal ini. Semoga saja pihak sana terketuk pintu hatinya saat melihat Nina. Paling tidak Nina bisa lah jadi finalis tambahan karena dia cantik.

Tak lama mereka akhirnya sampai. Ternyata lumayan banyak peserta yang sudah memenuhi gedung agensi. Ada sekitar 40 orang dari 1000 orang pendaftar yang lolos tahap administrasi, bergerombol dengan kelompoknya masing-masing. Boomingnya season pertama menyebabkan peminatnya semakin naik tahun ini. Terutama bagi pada jomblo abadi seperti Nina yang sudah lama mendambakan ingin mendapatkan sang pujaan hati.

Nina dan Sasa memasuki gedung agensi yang terlihat mewah. Agensi entertaiment terbesar di Indonesia dengan gedung 8 lantai. Furniturenya sangat kekinian dengan berbagai pernak pernik berbentuk hati yang mencerminkan image agensi pagi ini, khusus untuk audisi Find Your Love. Ada banner besar bertuliskan Find Your Love terpampang di depan pintu saat Nina dan Sasa melangkahkan kakinya memasuki area gedung.

Tidak terhitung berapa kali Sasa mengucapkan kata 'Wow' semenjak pertama kali memasuki gedung ini. Ada banyak visual bertebaran membuat wanita rahim anget seperti Sasa pun memulai fangirlingnya. Seolah lupa kalau dia adalah wanita yang sudah pernah melahirkan dan memiliki anak yang hendak akan beranjak 9 bulan. Nina akui, seperti yang Sasa bilang, para calon finalis yang lolos audisi ini bukanlah sembarang orang. Orang agensi memang paling tahu siapa yang pantas untuk masuk ke dunia hiburan walaupun hanya sebuah variety show. Mulai dari lelaki macho ala CEO di novel sampai kepada lelaki imut ala Kpop Idol dan daun muda yang masih fresh from the oven, atau tipe cowok cool bertato dengan jam tangan mahal melekat di pergelangannya.

Nina juga sebenarnya beberapa kali salah fokus, tetapi dia berusaha menutupinya saja. Nina tidak ingin memberikan first impression yang buruk karena mereka diawasi tindak tanduknya oleh para staf yang terlibat di acara ini. Bertingkah seperti wanita murahan yang gemar jelalatan kesana kemari sangatlah kurang pantas. Jadi mau tidak mau Nina menahan lirikan matanya yang tidak bisa diajak kompromi. Aduh! Baru begini saja Nina sudah oleng, bagaimana nanti kalau Nina lolos dan harus tinggal di asrama bersama salah satu dari mereka selama 30 hari? Nina bisa mimisan terus!

"Wah, gue nyesel udah kawin."

"Inget, Sa. Anak lo di rumah neneknya lagi minum asi dari botol dot." Peringat Nina. Sedangkan sang empu yang diperingatkan malah mengabaikannya dan sibuk jelalatan sambil cengengesan sendiri. Memang susah bergaul sama wanita gatal.

"Perhatian! Untuk calon finalis silahkan lakukan daftar ulang di meja sayap kanan. Bagi pendamping silahkan menunggu di ruang tunggu agar tidak mengganggu para peserta. Untuk sesi interview akan segera dimulai dan akan dibagi menjadi dua sesi. Pertama sesi 1 untuk perempuan dulu baru sesi 2 nanti untuk para laki-laki. Silahkan peserta laki-laki untuk ikut menunggu di ruang tunggu dan menikmati kudapan yang telah tersedia. Terimakasih!" Seseorang laki-laki dengan kaos bertuliskan Find Your Love mulai mengarahkan para peserta dengan ramah.

"Oke, ini saatnya kita berpisah. Jangan sia-siakan kepercayaan gue. Lo pasti bisa. Fighting!"

Nina memutarkan bola matanya dengan malas. Sasa sudah seperti seorang ibu yang mengantarkan anaknya tes masuk kuliah. Akhirnya Nina pun berjalan terus menuju ruangan di sayap kanan meninggalkan Sasa tanpa kata perpisahan. Karena dia tahu, Sasa akan sangat baik-baik saja ditinggalkan dengan para lelaki tampan itu.

***

"Gimana tadi, Nin?" Sasa menyetir mobil dengan ekspresi lebih cerah daripada saat berangkat tadi. Memang luar biasa efek dari pada kaum good looking ya. Sasa yang biasanya tidak sabaran pun bisa berada di dalam good mood seperti ini. Nina masih bisa ingat bagaimana Sasa menyambutnya dengan senyuman manis di ruang tunggu, padahal Nina interview hampir dua jam lamanya.

"Lancar." Singkatnya. Nina memilih memejamkan mata karena merasa lelah.

"Yakin? Kok kayak sendu gitu muka lo? Pasti lo jawab aneh-aneh ya." Tebak Sasa yang dibalas desahan lelah dari teman disebelahnya. 

"Nggak. Nggak salah lagi." Ujar Nina santai. Sasa sendiri sudah menduganya sejak awal. Tetapi entah mengapa Ia tidak marah. Mungkin karena sudah puas memanjakan matanya di ruang tunggu. 

SESI 1 INTERVIEW

"Peserta nomor 4 dipersilahkan memasuki ruang interview." Nina bergegas mengecek kembali nomor yang tertera pada ID Cardnya. Kemudian dengan tergesa merapikan rambutnya yang tergerai akibat ikat rambut satu-satunya putus. Nina tergesa merapikan bajunya dan masuk ke dalam ruangan.

Ruangan itu tidak terlalu besar. Tampak seperti ruangan rapat dengan meja bundar yang agak besar. Ada papan tulis dan monitor untuk presentasi. Nina sempat terkejut karena akan mengira dia harus mempresentasikan dirinya karena dia tidak membawa bahan apapun. Tapi ternyata setelah dia berdiri untuk memperkenalkan diri, monitor di belakangnya tiba-tiba menampilkan desain poster Find Your Love yang pernah dilihatnya di I*******m.

"Kita santai saja ya Nina. Nggak usah tegang." Ucap seorang wanita berkacamata dengan gaya kasual yang Nina ketahui sebagai produser acara ini.

"Kalau boleh tahu alasan Nina mendaftar acara ini untuk apa?" Tanya sang produser.

Mau cari cowok lah masa mau cari pembantu. "Saya ingin mencoba mencari laki-laki yang saya impikan. Saya lelah terus berkelana kesana kemari tapi tidak ada laki-laki yang berhasil merebut hati saya. Saya juga ingin seperti teman-teman yang lain, merasakan bagaimana jantung mereka berdegub kencang, bagaimana adrenalin mereka terpacu saat menggenggam tangan pacarnya, bagaimana rasanya pipi bersemu saat mendengar pujiannya. Jadi saya ingin menantang diri di acara ini, apakah saya akan menemukan lelaki seperti itu dan membiarkan takdir menggiring saya menuju lelaki itu." Wow, apik sekali kebohongan yang dilontarkannya ini. Tidak heran dulu saat sekolah Nina selalu dipilih rekan kelompokknya untuk melakukan presentasi.

"Kalau misalnya kalian ternyata nggak bersama di final nanti, apa yang akan kamu lakukan?"

"Saya akan pergi dengan lapang kok. Saya juga tidak terlalu berambisi harus mendapatkan pasangan melalui acara ini. Yang penting saya tau rasanya jatuh cinta walaupun sesaat. Saya selalu bahagia melihat orang yang saya sukai berbahagia, walaupun bukan saya alasan kebahagiaannya itu." Halah tai, mana ada manusia kayak gitu.

Produser mengangguk, "Disini Nina menuliskan kekurangan Nina adalah kurang romantis dalam hal percintaan. Maksudnya gimana ya?"

"Saya tidak bisa berkata-kata manis. Saya tipe orang yang menunjukkan semuanya lewat tindakan. Soalnya mulut manusia itu bisa berbohong, tetapi tingkah laku kita tidak akan bisa mengelabui."

"Tipe idealmu seperti apa?"

"Saya suka cowok yang bisa menghargai wanita dan bisa diajak komunikasi dengan baik. Menurut saya itu adalah kunci hubungan jangka panjang. Saya sudah tidak muda lagi, jadi saya kesini bukan ingin mencari pacar tetapi calon suami."

"Oke, terakhir menurut kamu, kamu ini orangnya seperti apa?"

Wah, pertanyaan menjebak, "Engg--saya orangnya biasa aja."

Sang produser mengernyitkan dahinya. Tanda tidak puas dengan jawaban Nina, "Itu saja?"

Nina kemudian mengangguk, "Saya bukan super hero yang sempurna. Saya cuman manusia biasa. Saya bukan perempuan lembut seperti yang diidamkan para lelaki, saya juga nggak punya bakat untuk menjadi wife material, saya juga bukan orang yang penyabar. Tetapi, saya juga punya kelebihan walaupun tidak sempurna sepenuhnya. Saya berharap ada sosok yang mau menerima saya apa adanya, karena saya juga orangnya nggak neko-neko."

"Hm, oke." Produser kemudian berbisik kepada orang disebelahnya sembari menggelengkan kepalanya heran. Sesekali keningnya mengkerut tanda tak setuju dengan pendapat rekannya.

Nina menunggu sambil mengetuk-ngetuk kakinya pelan. Kakinya pegal akibat berdiri dengan heels 5 cm tanpa disuruh duduk. Nina bukan penggemar heels, dia lebih suka menggunakan sneakers saat bekerja. Dalam hatinya Nina mengomel melihat produser tengah berdiskusi alot dengan rekan disebelahnya yang tidak Nina ketahui apa tugasnya. Nina ingin segera keluar dari ruangan ini dan tidur siang. Perlu energi yang banyak bagi Nina untuk keluar di minggu yang cerah ini dan bertemu dengan banyak orang. Rasanya Nina sudah lelah sekali.

"Oke, silahkan keluar ya Nina. Pengumumannya minggu depan. Semoga berhasil!"

****

"Sasa udah cerita semuanya, kamu ngapain ikut audisi acara begituan sih, Ninn." Ibunya mengomel dengan gemas. Seperti siap menyantap Nina dengan oseng-oseng kangkung yang baru dibuatnya sore tadi. Nina sendiri hanya bisa meringis mendengar omelan sang ibu. Sasa sialan! Satu dunia lama-lama bisa tahu jika Nina ikut acara dating show. Dasar wanita ular.

"Nina awalnya juga nggak mau, Bu. Tapi dipaksa sama Sasa."

"Ya ngapain juga kamu harus menurut? Kamu itu ndak hidup dibawah kakinya Sasa toh. Kalau bapak tau bisa murka beliau."

"Belum tentu Nina lolos, Bu. Nggak usah khawatir." Ujar Nina tenang. Kenapa juga orang-orang disekitarnya harus membuat hal ini sesuatu yang besar? Toh, bukannya pasti Nina akan lolos. Nina masih ingat bagaimana wajah produser yang terlihat ragu di akhir wawancara. Nina yakin dia tidak akan meloloskannya dengan mudah. Hei, ayolah ini acara hiburan. Tentu saja mereka mencari talent yang mampu menarik perhatian massa. Apalagi season 1 yang sangat terkenal hingga trending berhari-hari. Tentu saja harga diri mereka akan jatuh jika meloloskan manusia seperti Nina.

"Ibu senang kalau kamu ada keinginan mencari jodoh sendiri. Tapi nggak begini caranya. Kamu pikir ibu nggak tahu acara seperti apa itu? Itu salah satu acara favorit ibu juga tahu." Nina sontak menganga. Jadi selama ini ibunya satu sekutu dengan Sasa. Ck, pantas saja tahun lalu ibunya curhat sehabis menangis sesegukan di depan TV. Ibunya bilang dia merasa sedih karena Angel dan Zaki tidak bisa bersatu. Kabar-kabarnya Zaki lebih memilih Chelsea daripada Angel. Nina kira ibunya tengah menonton sinetron yang memuat jalan cerita tentang cinta segitiga, ternyata acara Find Your Love toh.

"Kalau begitu kenapa ibu nggak setuju Nina ikut? Bukannya bagus ya ibu jadi punya jagoan yaitu anak ibu sendiri?" Nina menaikkan sebelah alisnya.

"Ibu ndak mau anak ibu yang ayu ini sakit hati karena lelaki. Kamu pikir acara itu diciptakan untuk berpasang-pasangan? Mereka kencan dengan orang yang berbeda setiap episode. Seperti selingkuh saja. Ibu ndak mau kamu disakiti sama lelaki disana."

"Itu kan bagian dari proses saling mengenal, Bu." Sahut Nina malas. Lagipula, Nina tidak mungkin sebodoh itu mau bertekuk lutut dibawah lelaki apalagi sampai jadi sad girl. Malah, Nina rencananya ingin mengencani semua finalis lelaki yang ada untuk mencari pengalaman berbeda. Lihat saja nanti, mungkin Nina yang akan membuat salah satu lelaki menangis diacara itu.

"Pokoknya ibu nggak ikut campur kalau sampai Bapak marah ya. Kamu tahu tidak kalau mereka tinggal di asrama dalam satu rumah dicampur-campur. Bisa-bisa Bapak datangi tempatnya sambil membawa parang." Ibunya menakut-nakuti.

"Ya, jangan bilang Bapak lah."

"Cepat atau lambat Bapak pasti tahu. Lebih baik kamu nanti bilang langsung dengan mulutmu sendiri sebelum orang lain yang mengatakannya."

"Bilang ke Bapak kalau pas sudah lolos aja, Bu. Lebih baik minta maaf daripada minta izin."

"Hush! Siapa yang ngajarin kamu begitu?"

"Ibu lah. Kan Nina yang sering bantu Ibu ngeles ke Bapak kalau mau izin ngumpul sama teman-teman. Kali ini Ibu juga harus bantu Nina dong." Nina menyeringai penuh kemenangan melihat wajah masam ibunya.

"Yo wes. Semoga anak ibu nggak lolos."

"Aamiin."

"Kalau nggak lolos, mau kan kenalan sama Mas Lingga?"

"Ya, nanti Nina pikirkan."

****

"Hah? Lolos audisi, Bang?" Seorang wanita paruh baya tengah memandangi ponsel anaknya. Karena ponselnya sedang di servis, sehingga Ia meminjam ponsel anaknya untuk mencari resep membuat Soto Lamongan. Tiba-tiba saja, masuk sebuah notifikasi dari email anaknya yang mengatakan anaknya telah lolos menjadi finalis Find Your Love. Anak lelaki disebelahnya pun mengambil kaca mata di meja dan ikut menilik di samping sang mama. Matanya mengernyit dan mendesah lelah.

"Aku nggak mau ikut, Ma." Decaknya sebal. Dia sudah terlalu pusing mengurus pekerjaannya yang tak kunjung selesai.

"Kasih tahu Anggit, Bang. Kan dia yang punya acara." Saran sang mama.

"Aku dengar nama aku disebut." Anggit datang menuruni tangga sembari membawa beberapa toples camilan yang kosong dan tumpukan kertas ditangannya dengan santai. Sedangkan sang abang sudah menatapnya dengan aura penuh permusuhan.

"Abang kamu lolos audisi...apa ini err-- acara yang kamu pegang itu lho."

Anggit tersenyum tenang, "Iyalah, kekuatan orang dalam gitu loh."

"Abang kan udah bilang nggak berminat, Git." Desah sang kakak yang menjadi korban kejahilan sang adik.

"Nggak apa-apa, Bang. Inget umur lah udah bau tanah masih aja jomblo. Mama udah mau menimang cucu tau. Iya kan, Ma?" Anggit mengedipkan matanya kepada sang mama. Sedangkan mamanya hanya bisa menggeleng pelan melihat kelakuan anak bungsunya itu.

"Kenapa nggak kamu aja kasih Mama cucu duluan? Abang ikhlas kok dilangkahin adik sendiri."

"Anggit masih muda ya. Masih mau bersenang-senang." Ejek Anggit kepada sang kakak.

"Kalau kamu nggak mau nggak perlu dipaksa, Bang. Jodoh itu biar Gusti Allah yang atur sendiri." Ibunya menimpali. Kemudian mengambil toples kosong ditangan Anggit dan membawanya menuju dapur. Sengaja meninggalkan kedua anaknya untuk menyelesaikan urusannya sendiri.

"EH! JANGAN, BU! Nanti acara Anggit nggak bisa jalan kalau kurang finalisnya."

"Ya, cari aja pengganti abang. Kan yang daftar banyak." Abangnya masih bersikukuh menolak. Umurnya sudah mencapai kepala 3. Sudah seharusnya Ia mulai mencari istri, bukan bermain-main dengan ikut acara yang digarap sang adik sejak tahun lalu.

"Nggak bisa, Bang. Emangnya ganti talent seenak ganti popok bayi?" Anggit berseru kesal. Ia pun beranjak duduk disamping sang abang dan menyerahkan kertas berisikan formulir para finalis yang lolos.

"Nih, aku udah baik nih sama abangku tersayang. Ini formulir semua peserta cewek yang ikut. Siapa tau ada yang nyantol. Baca aja formulirnya disitu ada kelebihan, kekurangan, tipe ideal, dan lain-lain deh. Jadi abang nggak perlu repot perkenalan lagi."

Lelaki itu mengambil tumpukan kertas ditangan sang adik dengan malas. Ia membalik satu persatu biodata yang tertera di atas formulir. Harus Ia akui, 6 tahun bekerja di dunia entertaiment membuat adiknya pintar dalam memilih talent. Dari kelima wanita yang ada, semuanya memiliki paras yang cantik dan mungkin akan berhasil memikat hati penonton. Tetapi, ada satu wanita yang menarik perhatiannya. Bukan karena dia yang tercantik, hanya saja....deskripsi dirinya tampak biasa saja dibandingkan dengan empat wanita lainnya.

"Karenina Subagyo." Gumam lelaki itu pelan. Perlahan-lahan matanya menyusuri biodata singkat wanita itu,

"Jangan yang itu, Bang. Dia mah cuma pelengkap acara doang. Pemeran utamanya itu yang ini." Anggit bergegas menarik satu biodata dan menunjukkannya. "Mantan Miss Indonesia tahun 2020. Kanaya Wiranti Bahar."

"Kata kamu nggak settingan. Kok ada pemeran utama segala?"

"Emang nggak settingan. Cuman yang paling menarik nanti bakalan paling banyak dapat screentime buat menarik penggemar juga, Bang. Ya ujung-ujungnya rating juga sih."

"Ck, udahlah abang nggak bisa. Abang sibuk."

"Yah, jangan begitu dong. Ih, nggak kasihan sama aku? Udah bela-belain loh ini lolosin abang."

"Nggaklah! Siapa suruh kamu lolosin abang? Acara buat bocil kayak gitu masa abang disuruh ikut?"

"Enak aja bocil! Ini acara semua kalangan yang nonton tahu! Makanya jangan jadi manusia purba, Bang. Kalau nggak kerja, tidur mulu di kamar. Sekali-kali nonton TV."

"Nggak ah, acara TV sekarang nggak berbobot, contohnya kaya acara kamu ini. Settingan."

"Nggak settingan ih abang!"

Ibunya kemudian datang dengan toples yang terisi dengan camilan baru, "Sudah-sudah jangan berantem. Nggak enak didengar tetangga. Suara kalian itu kayak toa masjid tahu."

"Pokoknya abang harus ikut acara ini. Aku udah teken kontrak pakai tanda tangan abang. Kalau abang batalin sepihak nanti kena denda 50 juta." Anggit berlari ke atas kamarnya dengan membawa toples camilan yang sudah terisi. Seketika sang abang menyesali, kenapa dulu Ia membiarkan adiknya meniru tanda tangannya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status