Pov Haikal.Kutatap seorang gadis yang tengah duduk di teras depan rumahnya. Entah aku memanggilnya gadis atau wanita. Sampai detik ini gadis itu masih mengisi hatiku. Dari luar dia terlihat baik-baik saja. Namun, dalam hatinya ada kesedihan.Di wasiatkan oleh sang kakak untuk menikah dengan suaminya setelah meninggal. Mengurus dua orang anak kembar berusia lima tahun bukan tugas yang ringan. Safira, aku menyesal memutuskannya beberapa bulan lalu.Seandainya saja aku mau menuruti keinginannya untuk menikah, mungkin tidak akan seperti ini jadinya. Sekarang aku menyesali keputusanku saat itu.*****"Mau dibawa kemana hubungan ini?" tanya Safira."Untuk menikah, jujur saja aku belum siap.""Kenapa?""Bang Dion.""Ada apa dengan
Selembar kertas surat dari pengadilan ada di tanganku sekarang. Kuembuskan napas panjang berharap mendapatkan kelegaan dari sana. Haruskah aku datang untuk sidang perdana perceraianku dengan bang Dion. Atau tidak menghadirinya agar proses ini lebih cepat."Datanglah," ucap Bang Dion menghampiriku."Baik."Kami hanya bicara seperlunya. Tidak ada basa-basi atau apapun itu. Bicara singkat dan padat tanpa embel-embel apa-apa. Di hadapan si kembar juga sama saja. Terkadang mereka bertanya kenapa kami. Aku jawab lelah. Ya, lelah dengan hubungan suami istri yang rumit.Setelah menitipkan anak-anak di rumah Umi, aku pergi ke pengadilan agama. Dengan mengendarai taksi online aku menuju lokasi persidangan. Ini yang terbaik untuk kami.Air mata tumpah begitu sampai gedung pengadilan. Haruskah ini berakhir di sini? Tidak ada cara lain untuk mas
Hari ini aku kembali ke rumah setelah hampir dua Minggu di rumah sakit. Laki-laki tampan tengah menggandeng tanganku sekarang. Sesekali kulirik dia yang selalu peduli padaku."Hati-hati, Fir. Kamu belum sembuh benar," ucap Bang Dion membantuku berjalan."Makasih, Bang."Dua orang anak kembar menungguku di pintu masuk. Mereka di larang sang ayah saat ingin memelukku. Tubuhku memang masih sedikit sakit. Aku baru tahu jika waktu menyebrang jalan ke gedung pengadilan tubuh ini tertabrak mobil dan terseret. Dua hari tidak sadarkan diri. Samar aku mengingat hal itu.Aku dan bang Dion memutuskan untuk tidak melanjutkan perceraian kami. Ini adalah akhirnya. Ralat, ini adalah awalnya. Semoga hubungan kami kedepannya jadi lebih baik lagi. Sesuai yang diharapkan oleh Kak Sarah."Fir, kamu yakin sudah baik-baik saja?" tanya Umi.
Entah sudah berapa lama aku tidak liburan. Terakhir ke sini bersama Haikal beberapa bulan lalu. Itupun bukan untuk berlibur. Untuk menumpahkan keluh kesahku.Tadi pagi selepas sarapan kami berkemas untuk berlibur di pantai. Bang Dion menyewa sebuah villa berukuran kecil yang tidak jauh dari pantai. Setibanya di sini sudah sore hari. Maklum perjalanan lumayan jauh dan macet.Suara deburan ombak dan cahaya sinar matahari sore ini membuat indah pemandangan alam. Sebenarnya masih terasa panas karena baru pukul 03: 00, tapi anak-anak sudah berlarian dan bermain pasir.Aku mengejar si kembar untuk memakai tabir surya. Mereka tidak mau menurutiku dan terus berlari. Aku terus mengejar mereka dan tersandung kakiku sendiri. Melihatku yang terjatuh bang Dion dengan sigap membantuku berdiri. Semenjak saat aku tersadar waktu itu dia begitu peduli padaku. Katanya dia tidak ingin aku menjadi Kak Sarah yang ked
Sinar matahari masuk melalui celah jendela. Aku terlambat bangun karena tidur larut semalam. Tubuhku juga terasa tidak nyaman. Mungkin karena aktivitas yang baru pertama kalinya aku lakukan tadi malam. Kulihat sekeliling tidak tampak Bang Dion. Kemana dia? Kenapa tidak membangunkan aku.Bang Dion keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah dan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggang. Kupalingkan wajah darinya yang melihat ke arahku. Canggung rasanya setelah kejadian semalam."Bunda, ayah, kok belum bangun? Ini udah siang!" teriak Zyan dari balik pintu."Iya nih, kami jadi kesiangan juga!" teriak Zyona.Bang Dion menyuruhku untuk mandi dan mengajak anak-anak membuat sarapan. Kuturuti perintah bang Dion sambil menahan rasa tidak nyaman pada bagian bawah tubuhku. Teringat hal semalam membuatku tersipu.Selesai mandi aku menghampiri si
Kian hari hubunganku dengan Bang Dion semakin hangat dan romantis. Tak jarang dia pulang dengan seikat bunga di tangannya. Atau membawakan makanan kesukaanku. Rumah tanggaku sekarang seperti pada umumnya. Atau mungkin lebih bahagia daripada pengantin baru.Beberapa bulan sudah berlalu sejak malam pertama kami. Setelah itu banyak malam-malam panjang yang kami habiskan berdua. Memadu cinta dan berbagi kehangatan.******Selepas mengantar si kembar ke sekolah aku kembali pulang, Bang Dion masih belum berangkat ke tempat kerja karena pulang larut semalam. Bukan mabuk-mabukan seperti dulu. Tapi dia rapat di luar kota untuk pembukaan cabang restoran miliknya.Aku segera masuk ke kamar untuk membangunkan Bang Dion karena hari sudah siang. Kupandangi wajah tampan Suamiku itu. Polos sekali dia. Perlahan kuguncang tubuhnya."Bang, bangun!"
Ditemani Bang Dion untuk kontrol ke dokter. Dia suami siaga yang selalu ada buatku saat di butuhkan. Si kembar juga ternyata siap memiliki adik. Teringat beberapa hari lalu saat aku mengabarkan kehamilan ini kepada mereka.****Gerimis mulai turun, anak-anak bersiap untuk bermain hujan. Sebelum mereka bermain aku sudah memberikan minuman hangat supaya mereka tidak masuk angin. Kami segera berlari ke teras untuk menikmati hujan yang turun membasahi tubuh.Kami berkejaran sambil bercanda. Senangnya melihat anak-anak bahagia. Mobil bang Dion berhenti di garasi. Dia langsung berlari ke arahku. Aku dan si kembar terdiam. Takut bang Dion marah seperti waktu itu. Namun, kenyataannya dia ikut bermain bersama.Setelah setengah jam mandi hujan, kami masuk ke dalam rumah dan membersihkan tubuh serta berganti baju. Aku segera membuatkan minuman hangat untuk kami berempat. Tujuan
Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.