Share

Bab 6

Author: Puput Gunawan
last update Last Updated: 2021-06-18 14:50:02

Hari masih pagi, kebetulan si kembar sedang libur sekolah, mereka merengek ingin bermain dengan Abah dan Umi.

Aku pun menyetujui keinginan mereka, lagi pula aku juga rindu dengan kedua orangtuaku.

Dengan diantar oleh bang Dion kami menuju rumah orangtuaku.

 

Setelah satu jam perjalanan kami sampai di rumah Abah. Terlihat Abah tengah menikmati secangkir kopi di teras depan rumah.

 

"Assalamualaikum Abah," ucapku.

 

"Waalaikumsalam," jawab Abah.

 

Si kembar langsung berlari dan berebut untuk salam dengan kakeknya.

 

"Kalian tidak sekolah?" tanya Abah.

 

"Enggak kek, gurunya rapat," ucap Zyona.

 

"Umi di mana Bah?" tanyaku.

 

"Disini," ucap Umi yang baru saja keluar dari dalam rumah.

 

Langsung kupeluk erat Umi, rindu sekali rasanya.

Kamipun segera masuk ke dalam rumah.

 

Si kembar langsung bermain dengan kakek dan neneknya, sementara aku tengah duduk di ruang tamu, terlihat bang Dion sedang memandang frame foto pernikahannya dengan Kak Sarah yang terpasang di dinding di sebelah frame foto itu ada frame undangan pernikahan mereka.

 

Undangan pernikahan mereka yang aku lupa mengirimkan pada bang Dion seminggu sebelum mereka menikah. Waktu itu aku terlalu senang dan sibuk dengan persiapan pernikahan Kak Sarah hingga aku lupa mengirimkan contoh undangan pernikahan mereka pada bang Dion.

 

     *****

 

Si kembar sedang asyik bermain bersama kakeknya, bang Dion sedang sibuk dengan gawainya mungkin mengurus urusan pekerjaan. Aku sendiri sedang membantu Umi menyiapkan makan siang.

 

"Fir, bagaimana rumah tanggamu dengan Dion?" tanya Umi.

 

"Alhamdulillah Mi, bang Dion sayang padaku," ucapku berbohong.

 

"Syukurlah, Umi turut bahagia jika kehidupan rumahtangga kamu dan Dion baik-baik saja."

 

Padahal ingin sekali aku mengungkapkan segala didepan Umi jika sebenarnya bang Dion masih belum bisa menyayangiku sebagai istri karena dia sangat mencintai kak Sarah.

 

"Fira, sayangi si kembar bukan sebagai keponakanmu, kini mereka berdua itu anak kamu, bukankah Sarah berwasiat seperti itu!"

 

"Iya Mi, tapi berat sekali rasanya jika harus menyuruh mereka memanggilku Ibu, aku merasa tidak pantas."

 

"Sarah percaya padamu jika kamu itu pantas jadi ibu mereka."

 

"Aku akan menyuruh mereka memanggilku Ibu jika mereka sudah siap."

 

"Baiklah Nak, apa pun keputusanmu Umi selalu mendukung."

 

"Masakannya sudah siap, aku menyiapkan meja ya Mi!"

 

Aku segera merapikan meja makan dan menyiapkan makanan yang tadi aku masak.

 

"Zyona, Zyan, ayo makan siang dulu, berhenti mainnya, ajak kakek juga!" panggilku.

 

Sudah lama sekali aku tidak makan bersama, biasanya aku selalu makan sendirian setelah si kembar makan, tapi kali ini kami makan siang bersama.

 

"Dion, makan yang banyak, tadi Safira yang membuat sayur asem kesukaanmu," ucap Umi.

 

"Iya Mi, pantas rasanya berbeda," ucap bang Dion sambil melirik ke arahku.

 

"Ayam gorengnya enak Tante, kayak buatan Bunda," ucap Zyona.

 

"Ayam gorengnya nenek yang masak," ucapku.

 

Bang Dion banyak tersenyum saat makan siang. Pandai sekali dia menyembunyikan perasaannya seolah dia sangat menyayangiku.

 

       ******

 

Hari sudah sore, aku dan bang Dion telah kembali ke rumah, tapi si kembar tidak ikut, mereka merengek ingin menginap di rumah kakeknya. Mereka bilang ingin bermain lebih lama.

Dengan berat hati aku mengijinkan mereka menginap, tadinya aku juga akan menginap tapi Umi menyuruhku pulang saja, Umi pikir agar aku bisa berdua saja dengan bang Dion dirumah.

 

Kulihat bang Dion sedang asyik menonton televisi dengan sebotol minuman di tangannya.

 

"Masih terlalu sore untuk minum minuman seperti itu," ucapku.

 

Bang Dion tidak menjawab, dia hanya tersenyum kecut mendengar ucapanku.

Aku langsung duduk di sampingnya dan mengambil botol minuman dari tangannya.

 

"Bang, aku mohon berhenti minum minuman seperti ini!, bagaimana jika anak-anak melihatmu, mereka pasti sedih."

 

"Di depan mereka aku tidak akan minum."

 

"Aku tahu jika Abang masih sedih atas meninggalnya Kak Sarah!, Atau mungkin marah karena harus menikah denganku, aku mohon demi kak Sarah berhenti minum!"

 

Bang Dion tidak menjawab, dia kembali mengambil botol minumannya. Namun, buru-buru kurebut.

 

"Bang, pikirkan perasaan anak-anak dan perasaan kak Sarah yang sudah meninggal, mereka pasti sedih melihatmu seperti ini!"

 

"Tau apa kamu soal perasaan orang lain!"

 

"Sudahlah bang, aku tidak ingin berdebat dengan Abang, lakukan apa yang Abang inginkan, oh iya bang, aku akan menyumbangkan baju-baju milik kak Sarah dari pada tidak terpakai."

 

Aku segera berlalu meninggalkan bang Dion dengan botol minumannya.

 

      ******

 

Kubuka lemari pakaian milik kak Sarah, disana masih banyak baju yang masih layak pakai dan niatnya baju-baju itu akan aku sumbangkan.

 

Satu demi satu aku keluarkan baju-baju milik kak Sarah, kebanyakan dari baju itu adalah gamis, karena kak Sarah sangat senang memakai gamis, dan hampir semua warna baju-baju itu merah marun warna kesukaan kak Sarah.

 

Hampir semua baju telah aku keluarkan dari dalam lemari, aku melihat sebuah buku dengan sampul berwarna merah marun di sudut lemari. Kuambil buku itu dan melihatnya di sampulnya tertulis 'Catatanku'

Mungkin itu seperti buku harian kak Sarah.

 

Segera kubuka buku harian milik kak Sarah, agak lancang memang karena aku mulai membaca isinya.

 

Lembaran awal aku tersenyum membaca buku harian kak Sarah, dituliskan jika Kak Sarah sangat bahagia bisa menikah dengan Bang Dion lelaki yang dicintainya.

 

Lembar demi lembar aku baca dan aku masih tersenyum karena Bang Dion juga sangat perhatian dengannya.

 

Hingga aku membaca di lembaran yang berisi jika Bang Dion punya wanita lain dan mulai dari lembaran itu air mataku mengalir karena kak Sarah menyembunyikan ini semua.

 

Tangisku semakin menjadi ketika membaca tulisan tentang kak Sarah yang di vonis kanker dan itu tidak ada yang tau. Dadaku sesak membaca buku harian kak Sarah, air mataku tidak bisa berhenti mengalir membayangkan ternyata Kak Sarah tidak bahagia.

 

Buru-buru aku menghampiri bang Dion yang masih berada di ruang tamu.

 

"Ini apa, Bang!" Teriakku, sambil memperlihatkan buku harian kak Sarah.

 

"Kamu sudah membacanya?"

 

"Kenapa Bang, kamu Setega itu! Jika kamu mencintai orang lain kenapa menikah dengan kak Sarah!"

 

"Bacalah sampai habis!"

 

"Aku gak kuat, ternyata kak Sarah menderita menikah dengan Abang!"

 

Bang Dion berlalu meninggalkanku yang semakin terisak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Turun Ranjang   Zyan

    Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d

  • Turun Ranjang   Zyona

    Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta

  • Turun Ranjang   Ending

    kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.

  • Turun Ranjang   Bab 24

    Rumah di dekorasi sedemikian rupa untuk acara pengajian tujuh bulanan kehamilanku. Walaupun baru tujuh bulan, tapi perutku sudah sangat besar. Maklum saja bayi yang aku kandung ada dua orang."Ade bayi, lagi apa?" tanya Zyona mengelus perutku.Bayiku menendang dan itu dirasakan oleh Zyona, Anak itu tertawa girang."Gerak-gerak, Bunda," ucapnya sambil mencium lembut."Zyan, ayo ke sini!" teriaknya begitu melihat saudara kembarnya melintas.Kedua anak berwajah serupa ini memelukku, kepalanya tepat berada di perut. Mereka mendengarkan suara adik-adiknya yang masih berada di rahimku."Ada suaranya?" tanyaku.Zyona dan Zyan hanya senyam-senyum. Sepertinya mereka mendengar suara perutku yang keroncongan karena belum sempat makan. Umi menghampiriku dengan membawa sepiring nasi lengkap den

  • Turun Ranjang   POV Haikal

    Melihatmu bahagia, aku juga bahagia, Fir," ucapku melihat wanita cantik yang tengah duduk tidak jauh dari tempatku.Dia hanya tersenyum mendengar apa yang aku ucapkan barusan. Wajahnya pucat, tapi entah kenapa terlihat sangat cantik dan berbeda. Mungkin pengaruh kondisinya sekarang. Dia tengah hamil. Seandainya, ah aku tidak mau berandai-andai. Ini takdir dan harus kujalani. Seperti ucapanku barusan bahagia melihatnya bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki."Makasih, Haikal," ucap Safira."Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk semuanya. Kamu sudah membantu banyak hal hingga aku menjadi seperti sekarang.""Tidak, Fir. Itu semua karena kamu menyadari perasaanmu sendiri. Aku merasa kurang ajar saat bicara kalau aku masih mengharapkanmu waktu itu.""Tidak apa, di situ aku mulai sadar akan perasaanku terhadap bang D

  • Turun Ranjang   Bab 23

    Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status