Share

Bab 6

Hari masih pagi, kebetulan si kembar sedang libur sekolah, mereka merengek ingin bermain dengan Abah dan Umi.

Aku pun menyetujui keinginan mereka, lagi pula aku juga rindu dengan kedua orangtuaku.

Dengan diantar oleh bang Dion kami menuju rumah orangtuaku.

 

Setelah satu jam perjalanan kami sampai di rumah Abah. Terlihat Abah tengah menikmati secangkir kopi di teras depan rumah.

 

"Assalamualaikum Abah," ucapku.

 

"Waalaikumsalam," jawab Abah.

 

Si kembar langsung berlari dan berebut untuk salam dengan kakeknya.

 

"Kalian tidak sekolah?" tanya Abah.

 

"Enggak kek, gurunya rapat," ucap Zyona.

 

"Umi di mana Bah?" tanyaku.

 

"Disini," ucap Umi yang baru saja keluar dari dalam rumah.

 

Langsung kupeluk erat Umi, rindu sekali rasanya.

Kamipun segera masuk ke dalam rumah.

 

Si kembar langsung bermain dengan kakek dan neneknya, sementara aku tengah duduk di ruang tamu, terlihat bang Dion sedang memandang frame foto pernikahannya dengan Kak Sarah yang terpasang di dinding di sebelah frame foto itu ada frame undangan pernikahan mereka.

 

Undangan pernikahan mereka yang aku lupa mengirimkan pada bang Dion seminggu sebelum mereka menikah. Waktu itu aku terlalu senang dan sibuk dengan persiapan pernikahan Kak Sarah hingga aku lupa mengirimkan contoh undangan pernikahan mereka pada bang Dion.

 

     *****

 

Si kembar sedang asyik bermain bersama kakeknya, bang Dion sedang sibuk dengan gawainya mungkin mengurus urusan pekerjaan. Aku sendiri sedang membantu Umi menyiapkan makan siang.

 

"Fir, bagaimana rumah tanggamu dengan Dion?" tanya Umi.

 

"Alhamdulillah Mi, bang Dion sayang padaku," ucapku berbohong.

 

"Syukurlah, Umi turut bahagia jika kehidupan rumahtangga kamu dan Dion baik-baik saja."

 

Padahal ingin sekali aku mengungkapkan segala didepan Umi jika sebenarnya bang Dion masih belum bisa menyayangiku sebagai istri karena dia sangat mencintai kak Sarah.

 

"Fira, sayangi si kembar bukan sebagai keponakanmu, kini mereka berdua itu anak kamu, bukankah Sarah berwasiat seperti itu!"

 

"Iya Mi, tapi berat sekali rasanya jika harus menyuruh mereka memanggilku Ibu, aku merasa tidak pantas."

 

"Sarah percaya padamu jika kamu itu pantas jadi ibu mereka."

 

"Aku akan menyuruh mereka memanggilku Ibu jika mereka sudah siap."

 

"Baiklah Nak, apa pun keputusanmu Umi selalu mendukung."

 

"Masakannya sudah siap, aku menyiapkan meja ya Mi!"

 

Aku segera merapikan meja makan dan menyiapkan makanan yang tadi aku masak.

 

"Zyona, Zyan, ayo makan siang dulu, berhenti mainnya, ajak kakek juga!" panggilku.

 

Sudah lama sekali aku tidak makan bersama, biasanya aku selalu makan sendirian setelah si kembar makan, tapi kali ini kami makan siang bersama.

 

"Dion, makan yang banyak, tadi Safira yang membuat sayur asem kesukaanmu," ucap Umi.

 

"Iya Mi, pantas rasanya berbeda," ucap bang Dion sambil melirik ke arahku.

 

"Ayam gorengnya enak Tante, kayak buatan Bunda," ucap Zyona.

 

"Ayam gorengnya nenek yang masak," ucapku.

 

Bang Dion banyak tersenyum saat makan siang. Pandai sekali dia menyembunyikan perasaannya seolah dia sangat menyayangiku.

 

       ******

 

Hari sudah sore, aku dan bang Dion telah kembali ke rumah, tapi si kembar tidak ikut, mereka merengek ingin menginap di rumah kakeknya. Mereka bilang ingin bermain lebih lama.

Dengan berat hati aku mengijinkan mereka menginap, tadinya aku juga akan menginap tapi Umi menyuruhku pulang saja, Umi pikir agar aku bisa berdua saja dengan bang Dion dirumah.

 

Kulihat bang Dion sedang asyik menonton televisi dengan sebotol minuman di tangannya.

 

"Masih terlalu sore untuk minum minuman seperti itu," ucapku.

 

Bang Dion tidak menjawab, dia hanya tersenyum kecut mendengar ucapanku.

Aku langsung duduk di sampingnya dan mengambil botol minuman dari tangannya.

 

"Bang, aku mohon berhenti minum minuman seperti ini!, bagaimana jika anak-anak melihatmu, mereka pasti sedih."

 

"Di depan mereka aku tidak akan minum."

 

"Aku tahu jika Abang masih sedih atas meninggalnya Kak Sarah!, Atau mungkin marah karena harus menikah denganku, aku mohon demi kak Sarah berhenti minum!"

 

Bang Dion tidak menjawab, dia kembali mengambil botol minumannya. Namun, buru-buru kurebut.

 

"Bang, pikirkan perasaan anak-anak dan perasaan kak Sarah yang sudah meninggal, mereka pasti sedih melihatmu seperti ini!"

 

"Tau apa kamu soal perasaan orang lain!"

 

"Sudahlah bang, aku tidak ingin berdebat dengan Abang, lakukan apa yang Abang inginkan, oh iya bang, aku akan menyumbangkan baju-baju milik kak Sarah dari pada tidak terpakai."

 

Aku segera berlalu meninggalkan bang Dion dengan botol minumannya.

 

      ******

 

Kubuka lemari pakaian milik kak Sarah, disana masih banyak baju yang masih layak pakai dan niatnya baju-baju itu akan aku sumbangkan.

 

Satu demi satu aku keluarkan baju-baju milik kak Sarah, kebanyakan dari baju itu adalah gamis, karena kak Sarah sangat senang memakai gamis, dan hampir semua warna baju-baju itu merah marun warna kesukaan kak Sarah.

 

Hampir semua baju telah aku keluarkan dari dalam lemari, aku melihat sebuah buku dengan sampul berwarna merah marun di sudut lemari. Kuambil buku itu dan melihatnya di sampulnya tertulis 'Catatanku'

Mungkin itu seperti buku harian kak Sarah.

 

Segera kubuka buku harian milik kak Sarah, agak lancang memang karena aku mulai membaca isinya.

 

Lembaran awal aku tersenyum membaca buku harian kak Sarah, dituliskan jika Kak Sarah sangat bahagia bisa menikah dengan Bang Dion lelaki yang dicintainya.

 

Lembar demi lembar aku baca dan aku masih tersenyum karena Bang Dion juga sangat perhatian dengannya.

 

Hingga aku membaca di lembaran yang berisi jika Bang Dion punya wanita lain dan mulai dari lembaran itu air mataku mengalir karena kak Sarah menyembunyikan ini semua.

 

Tangisku semakin menjadi ketika membaca tulisan tentang kak Sarah yang di vonis kanker dan itu tidak ada yang tau. Dadaku sesak membaca buku harian kak Sarah, air mataku tidak bisa berhenti mengalir membayangkan ternyata Kak Sarah tidak bahagia.

 

Buru-buru aku menghampiri bang Dion yang masih berada di ruang tamu.

 

"Ini apa, Bang!" Teriakku, sambil memperlihatkan buku harian kak Sarah.

 

"Kamu sudah membacanya?"

 

"Kenapa Bang, kamu Setega itu! Jika kamu mencintai orang lain kenapa menikah dengan kak Sarah!"

 

"Bacalah sampai habis!"

 

"Aku gak kuat, ternyata kak Sarah menderita menikah dengan Abang!"

 

Bang Dion berlalu meninggalkanku yang semakin terisak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status