Seperti perkiraan Lily sebelumnya, Bagas pulang lebih cepat dari waktu sebenarnya. Dulu, sewaktu mereka masih menjalani hubungan sebelum akhirnya berpisah Bagas sering sekali pulang ke Bandung dan kembali lebih awal. Katanya, ia rindu ingin bertemu. Bisa dibilang, saat itu Bagas dan Lily adalah pasangan yang romantis dan bahagia.
Bagas tak langsung pulang ke rumah kontrakannya, ia memilih singgah lebih dulu ke tempat Tya dan Lily karena tak sabar menyampaikan sebuah berita yang harus mereka dengar.
"Sepertinya Bagas sudah pulang," ucap Tya yang masih sibuk membereskan cucian piring. Ia menoleh ke belakang memberi kode pada Lily.
Lily mengerti. Ia beranjak dari sofa lalu berjalan menuju pintu depan dan membuka pintunya. Terlihat jelas Bagas yang sibuk membuka bagasi kendaraannya dan menurunkan beberapa koper ke lantai.
Lily tak curiga. Ia berjalan menghampiri sosok Bagas yang masih sibuk sementara m
Rayyan mengusap keningnya lalu memijitnya perlahan sembari mengeluh melihat tumpukan kertas yang berisikan laporan dari anak buahnya. Tugas rutinnya sudah menumpuk di hari pertama bekerja. Apalagi ditambah peristiwa tadi pagi yang membuatnya semakin emosi. Masalah yang seharusnya tak terjadi antara ia dan Nayya. Rasanya ratusan obat sekalipun tak bisa membuatnya mereda. Saat ia tengah dipusingkan dengan segala urusan kantor, Nayya tiba-tiba saja datang dan mengagetkan dirinya. Nayya masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu dan langsung duduk di pangkuan Rayyan yang masih terlihat bingung. "Nay, minggir dulu. Aku lagi sibuk," tolak Rayyan saat tangan Nayya menggerayangi tubuhnya. Tak peduli jika Rayyan memprotesnya. Sekali lagi Rayyan menolaknya dengan menyingkirkan tangan Nayya. "Nay, aku lagi kerja." Rayyan menaikkan satu oktaf suaranya membuat Nayya mendengus. Ia berdiri dan tangannya menyambar gelas di atas meja Rayyan lalu menuangkan isinya
Wajah masam nan datar Rayyan tercetak jelas saat ia memasuki halaman rumahnya. Penyebabnya, dua mobil sedan terparkir memenuhi bagian luar garasinya. Alis Rayyan berkerut. Keduanya tampak asing, pasalnya ia hapal benar nomor plat kendaraan keluarganya. Tak mungkin pula mereka datang ke rumahnya tanpa memberitahu lebih dulu.Di dalam rumah, Nayya dan sahabatnya berkumpul membicarakan sesuatu yang tampaknya serius. Nayya hanya mengangguk ringan sementara yang lain memberikan saran dan arahan pada Nayya.Satu orang pria dewasa yang duduk dekat Nayya tiba-tiba saja menghampiri dan duduk bersebelahan lalu tangannya merangkul ke belakang punggung hingga dadanya bertabrakan dengan bahu Nayya.Nayya tersentak kaget. Tangannya menyingkirkan rangkulan itu namun si pria tampak memaksa."Lepas, Ben. Suami gue pulang kena pukul baru tahu rasa," celetuk Nayya. Tak punya malu, pria itu malah makin mendekat dan merangkul Nayya lagi."Gue en
"Sudah siap semua?" suara ibu Bagas mengagetkan Lily yang sedang menunduk menghitung banyaknya kardus makanan yang sudah terkumpul di ruang tamu. Lily mengangguk. Tangannya masih sibuk menunjuk puluhan kardus kecil lalu menghitungnya dan menulis di buku catatannya."Ma, bolu yang kemarin mama buat sudah dipotong?" tanya Tya setengah berteriak dari dapur. Ibu Bagas menepuk dahinya lalu berlari kecil menuju dapur. Lily tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.Di luar, Bagas tengah sibuk menata kursi yang selesai ia bereskan. Lily mengambil satu botol air mineral lalu membawanya untuk Bagas. Ia yakin pasti pria yang saat ini menjadi kekasihnya itu sedang kehausan."Diminum dulu." botol air mineral yang dibawa Lily pun berpindah ke tangan Bagas."Ah, nikmatnya. Di dalam sudah beres kan?" Lily mengangguk dan menjawab pelan. "Kamu di dalam saja. Kasihan dedeknya nanti kecapekan."Lily tersenyum lalu menggeleng. Tampaknya ia tak setuju
Nayya dan pesta adalah satu kesatuan yang tak bisa dihindari lagi. Dimana ada pesta disitu ada Nayya. Dulu, sebelum ia menikah dengan Rayyan ia senang berpindah dari satu pesta ke pesta yang lain. Sekarang pun sama namun sedikit berubah waktunya. Bila dulu ia sering datang ke pesta pada malam hari, saat ini di pindah jadi siang hari. Memangnya, siapa makhluk gila mengadakan pesta di siang hari? Semua pasti bilang tidak ada tapi untuk Nayya dan teman-temannya itu pasti ada.Seperti biasa, setelah ritual makan pagi selesai Nayya akan bersiap-siap pergi bersama teman-temannya. Acara hari ini adalah mengunjungi rumah salah satu temannya yang baru saja menikah dengan pengusaha kaya raya yang juga seorang anak tunggal dari keluarga pejabat terkenal di Indonesia.Menyambangi rumah mewah berharga milyaran rupiah, membuat Nayya membelalakkan matanya. Mulutnya menganga tak habis-habisnya ia menggumam betapa kaya rayanya temannya itu. Raut wajahn
Usia kandungan Lily sudah masuk bulan ketujuh. Rencananya mama Bagas akan membuat pesta kecil-kecilan untuk merayakannya. Lily sebenarnya tidak setuju, tapi atas paksaan Tya ia pun menyetujuinya. Awalnya hanya pihak keluarga dari Bagas dan Tya yang datang, namun mama Bagas tidak setuju. Ia juga mengundang teman-teman sejawatnya yang tinggal di Jakarta untuk datang ke acara tersebut. Mau tidak mau, Lily pun menyetujuinya karena ia tak ingin mama Bagas kecewa atas penolakannya."Sudah siap kan semua?" tanya mama Bagas. Tya mengangguk. Sudut rumah sudah dirapikan dan dihias olehnya."Beres, ma." Tya menunjuk sudut rumah memperlihatkan hasil pekerjaannya. Mama Bagas tersenyum, ia puas dengan hasilnya.Sementara itu, Lily juga ikut membantu menata makanan kecil di belakang. Ditemani para pekerja dari catering milik mama Bagas, mereka saling bercanda berbagi cerita. Lily senang, ia punya banyak teman mengobrol. Ia
"Sayang, kita belum bulan madu loh," rayu Nayya. Wanita cantik yang menyandang gelar sebagai nyonya Rayyan itu bergelayut manja di tangan suaminya. Rayyan sedikit risih. Perlahan ia mengibaskan tangan lalu menghindar."Mau kemana? Aku masih sibuk, belum dapat cuti."Nayya mengerucutkan bibirnya. Usaha pertama memang gagal, ia akan usaha untuk kedua kalinya."Aku mau ke Maldives. Teman arisan habis liburan ke sana. Please..." Nayya semakin merengek. Rayyan kembali tidak fokus pada pekerjaannya. Ia melirik arloji sekilas. Satu jam lagi waktunya pulang."Berapa hari?""Satu Minggu." Nayya menunjukkan jari telunjuknya lalu menyeringai menampilkan deretan giginya yang putih."Aku usahakan bulan depan. Tapi aku enggak janji," jawab Rayyan tak percaya diri. Nayya mengerutkan dahinya."Kenapa?"
Keduanya diam, Abi dan Bagas tak banyak bicara semnejak mereka tiba di sebuah taman kecil di pinggiran Jakarta. Awalnya mereka akan bertemu di restoran biasa, tapi suasananya tak mendukung.Bagas menarik napasnya perlahan. Tatapannya datar ke atas langit menantikan pembicaraan yang dimaksud oleh Abi. Kalau ini berkaitan dengan Lily, apakah ini juga berkaitan dengan anak yang sedang dikandungnya?"Kamu keceplosan bilang kalau Lily sedang hamil?" tanya Bagas membuka percakapan. Abi menggeleng. "Lalu kenapa?""Justru itu. Mantan ayah mertua Lily sedang sibuk mencari keberadaan dia. Rapat pemegang saham akan dilaksanakan dua bulan lagi sedangkan calon pengganti tidak ada. Satu-satunya adalah Lily, dia yang berhak."Bagas tak sengaja membuka lebar mulutnya lalu mengatupnya lagi. Apa ia tak salah dengar? Lily calon pewaris perusahaan?"Bukannya itu jabatan kamu?" Abi mengan
Tak biasanya di pagi yang masih sepenuhnya matahari belum menampakkan sinarnya, tuan Ardiwira datang mengunjungi kantornya. Sudah lama ia tidak berkunjung. Dulu, lima tahun lalu kantor ini di bawah kepemimpinannya. Sempat berpindah ke orang luar dan kembali ke tangannya lalu akhirnya sekarang dipimpin oleh keponakannya.Ardiwira memang mempunyai anak laki-laki satu-satunya yang diisukan akan menjadi pengganti Abi kelak. Tapi itu hanya isu.Ardiwira masuk ke dalam ruangan Rayyan dan duduk nyaman di dalamnya. Ia melipat tangannya di atas meja dan matanya berkeliling memindai ruangan yang tak berubah sedikitpun."Ruangan yang nyaman," gumamnya.Ardiwira pun berdiri. Ia berjalan ke arah jendela, matanya terpusat pada lemari besar di hadapannya. Ada banyak buku tebal dan piagam serta bingkai foto Rayyan beserta keluarga besarnya. Ardiwira menyentuh bingkai itu. Bingkai yang berusia