Share

Gosip

Keesokan paginya, seperti biasa Nessa berangkat sekolah dijemput Kayra menggunakan mobil. Setelah itu, Kayra mengarahkan mobilnya menuju rumah Dara. Mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bertiga.

Sesampainya di parkiran sekolah, Kayra segera mematikan mesin mobilnya. Kemudian, tiga primadona itu melepas seatbelt masing - masing dan mengecek kembali penampilan mereka dari atas hingga bawah. Setelah memastikan bahwa mereka masih rapi, mereka pun turun dari mobil dengan anggun.

Kedatangan mereka menarik atensi banyak murid. Selalu seperti itu, dimanapun mereka berada, mereka selalu mampu menyita perhatian orang - orang sekitar, terutama Nessa. Hampir setiap hari Nessa mengenakan kaca mata hitam saat berangkat sekolah.

"Welcome to school, Nessa,"

"Semangat belajarnya, ya, sayang,"

"Aduh, cantikku baru sampek,"

"Nessa, nanti pulangnya bareng aku aja gimana?"

"Aku sama Kayra aja, deh, atau sama Dara, atau kita pulang bertiga aja,"

Dan masih banyak lagi kalimat - kalimat yang dilontarkan oleh murid laki -laki, tetapi tiga primadona itu tidak pernah menggubrisnya.

"Yuk, cepetan ke kelas, risih gue," ajak Nessa yang dibalas anggukan oleh Kayra dan Dara.

Saat mereka melewati perpustakaan yang masih sepi, Nessa mendengar namanya disebut - sebut. Nessa berhenti dan menajamkan pendengaranya. Suara itu berasal dari dalam perpustakaan. Nessa mendekat ke pintu supaya bisa mendengar lebih jelas.

"Kenapa, Sa?" tanya Kayra, ia dan Dara pun ikut mendekat ke arah pintu.

"Nguping orang gibah," balas Nessa dengan suara berbisik.

Ada lima murid cewek seangkatannya yang sedang berkumpul di meja dekat pintu. Di antara lima cewek itu ada satu yang Nessa kenal, ia adalah Icha, teman SMP Nessa.

"Kok bisa, ya, Nessa jadi wakil OSIS?"

"Emang udah pasti, ya, kalo Nessa itu cewek murahan?"

Kayra dan Dara menutup mulutnya kaget ketika mendengar Nessa yang menjadi topik perbincangan cewek - cewek itu.

"Nggak tau pasti, sih, tapi masalahnya yang ngomong itu Regar. Nggak mungkin, kan, Regar ngomong tanpa bukti,"

"Tapi, pantes kalo Nessa murahan, soalnya denger - denger ibunya perempuan murahan juga,"

Sontak, lima cewek itu membelalakkan matanya lebar, "oh, ya?"

Muka Nessa merah padam. Semua orang boleh mencelanya, tapi jangan ibunya. Kaki Nessa ingin sekali melangkah ke dalam perpustakaan dan memprotes orang - orang sok tahu itu. Namun, Nessa masih ingin tahu apa lagi yang akan mereka bahas.

"Itu valid?"

"Kurang tau pasti, sih, tapi kalo ayahnya gue tau pasti orangnya kayak apa,"

Tangan Nessa mengepal menahan amarah. Nessa tidak tahan lagi, telinganya sudah panas mendengar ucapan - ucapan hoaks itu. Apalagi, para penggibah itu sudah mulai membahas ayahnya.

"Paham banget, ya, sama hidup orang?" Nessa memasuki perpustakaan dengan emosi yang meledak - ledak.

Lima cewek itu mendadak bungkam. Jantung mereka berdegup kencang karena terciduk oleh orang yang sedang mereka bicarakan.

"Emang lo tuhan yang bisa tau segalanya?"

Tidak ada jawaban. Lima cewek itu hanya menunduk. Mereka seperti pencuri yang tertangkap basah oleh polisi, hanya bisa diam tak berkutik.

"Kok diem? Perasaan tadi ngomongnya lancar banget. Mendadak bisu?"

Belum selesai Nessa meluapkan amarahnya, tiba - tiba Bu Putri, petugas perpustakaan masuk, "ada apa ini?"

Nessa berdecak sebal. Bu Putri datang disaat yang tidak tepat, "nggak ada apa - apa, Bu," jawab Nessa.

Nessa mendekat pada Icha yang berani membahas ayahnya, "lo gue tunggu jam istirahat di lapangan belakang, gak usah ajak temen. Kalo sampe gak dateng, gue jamin lo gak akan tenang di sekolah," ancam Nessa lalu keluar perpustakaan sambil tersenyum ramah kepada Bu Putri.

"Nessa, kacamatanya tolong dilepas, kamu bukan lagi di pantai," pinta Bu Putri.

"Asiaaap, Bu Putriii,"

Bel istirahat berbunyi. Para murid bersorak senang karena terbebas dari pelajaran Fisika yang menambah beban hidup murid-murid IPA. Semuanya berbondong-bondong menuju kantin untuk segera menuntaskan rasa lapar yang menyiksa perut mereka.

Tak terkecuali Nessa, ia juga ingin segera menikmati bakso Pak Iqbal sekarang, tetapi ada yang harus ia lakukan terlebih dahulu.

"Ayo, girls," ajak Nessa pada Kayra dan Dara.

"Bentar, kurang dikit," jawab Dara yang masih menyalin tulisan di papan ke buku tulisnya.

"Oh, iya, lupa belum gue pap,"

Nessa mengarahkan kamera ponselnya ke papan tulis. Secara tak sengaja, pandangannya bertemu dengan Regar. Nessa mencoba tersenyum pada cowok itu, siapa tahu semenjak kejadian kemarin Regar menjadi lebih baik padanya. Namun, realita yang terjadi tidak sama seperti yang Nessa harapkan, Regar hanya menatap Nessa tanpa ekspresi.

Senyum Nessa pudar seketika, ia mendengus kesal. Sepertinya, Regar memang tidak merasa bersalah sama sekali. Buktinya, minta maaf saja harus Nessa yang meminta, Nessa memberi senyum hangat, Regar masih saja dingin.

Hal itu membuat Nessa merasa kesal sekaligus malu. Nessa segera memfoto tulisan di papan lalu cepat – cepat keluar kelas meninggalkan Kayra dan Dara.

"Gue duluan," ucap Nessa sambil sedikit melirik Regar.

Sialnya, Nessa tidak melihat jika di depannya ada Erika yang sedang membawa semangkuk bakso.

Pyarrr...

"Awww..."

Mangkuk yang Erika pegang menabrak bahu Nessa dan jatuh ke lantai. Alhasil, seragam Nessa basah terkena kuah bakso yang sudah bercampur dengan saus dan kecap, merubah warna putih seragam Nessa menjadi sedikit merah.

Erika pun panik melihat baksonya yang sudah tumpah kemana-mana sekaligus panik melihat seragam Nessa, "ya ampun, Nessa!"

Mulut Nessa menganga melihat bagian bahu dan dadanya yang basah. Kini, tanktop berwarna merah yang Nessa gunakan dapat terekspos dengan jelas.

Nessa beralih menatap Erika kesal, "kalo jalan ati – ati! Gak liat apa di depan ada orang?" Nessa malah menyalahkan Erika, padahal jelas – jelas ia yang salah.

"Gue udah ati – ati, kok, tapi lo aja yang jalannya nggak bener," Erika membela diri.

"Kalo lo ati – ati, bakso lo gak bakalan kena gue. Bawa makanan itu pikirannya harus fokus biar makanannya gak jatuh!" Nessa masih saja bersikukuh menyalahkan Erika.

Tidak mau memperpanjang masalah, Erika memilih mengalah saja, "iya, iya, sorry," balas Erika dengan muka ditekuk.

"Sekarang baju gue jadi basah, tanggung jawab!" bentak Nessa.

"Santai aja, kali, gak usah nyolot," dengan malas Erika mengambil tisu di sakunya dan melap bagian seragam Nessa yang basah, tetapi tangannya segera ditepis oleh Nessa.

"Eh, kok, malah pegang – pegang?" protes Nessa.

"Terus gue harus gimana?" tanya Erika frustasi.

Tiba – tiba, seseorang mengulurkan sebuah hoodie pada Nessa, "pake,"

Kepala Nessa menoleh pada pemilik hoodie itu. Regar? Demi apa Regar mau meminjaminya hoodie?

"Pake," ulang Regar.

Nessa masih menatap Regar tidak percaya. Apakah ini mimpi? Kerasukan setan apa hingga Regar peduli pada Nessa?

Regar menghela napas panjang melihat Nessa yang masih diam tak bergeming. Satu alisnya terangkat dan berkata santai, "oh, merah,"

Mata Nessa membulat sempurna, bisa-bisanya Regar malah memanfaatkan situasi.

Kurang ajar!

Tangan Nessa bergerak mengambil hoodie Regar lalu buru – buru memakainya. Regar menahan tawanya melihat wajah Nessa yang memerah karena malu. Sebenarnya, Regar hanya memancing agar Nessa segera menutupi bagian tubuhnya yang basah.

Kemudian, Nessa teringat jika dirinya masih memiliki urusan di lapangan belakang.

"Kayra, Dara, ayo cusss,"

"Eh eh, mau ke mana?" Erika menghadang jalan Nessa.

"Kepo,"

"Bersihin dulu lantainya, "

"Loh, kok nyuruh gue? Baksonya kan punya lo, jadi harus lo yang bersihin, bukan gue karena gue di sini adalah korban,"

"Tapi, bakso gue nggak bakal jatuh kalo lo jalannya ati – ati," balas Erika tidak terima. Ini bukan murni kesalahan dirinya melainkan kesalahan Nessa juga, sehingga mereka berdua harus tanggung jawab.

"Bodo. Gue banyak urusan, gak kayak lo yang pengangguran," ledek Nessa sembari berjalan keluar kelas, meninggalkan Erika yang tak henti – hentinya melaknat Nessa dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status