Share

Lidah Mertua

“Jangan sesekali kau coba mengadu pada Andre!

“Kau tahu akibatnya bukan?”

Disaat gadis itu sedang membantu seorang pembantu memotong daging dan sayuran untuk keluarga itu makan, nyonya Marta menghampiri Devita saat itu juga.

Nyonya Marta tak ingin sifat buruk dan busuknya itu diketahui putranya, mengancam adalah salah satu cara untuk membungkam mulut gadis malang menantunya itu.

“Jika kau ingin betah dan tetap bersama putraku, tetap jaga lisanmu itu! Sedikit saja Andre mengetahui semua tentang hal ini, kau bakal tanggung akibatnya gadis miskin!”

Ya, begitulah setiap hari apa yang nyonya Marta lakukan pada menantunya, berulang kali bahkan berkali-kali selalu mengancam dengan kata-katanya, ketika Andre putranya itu tidak sedang berada di dalam rumah, setelah kepergian Andre dari rumah penyiksaan itu pun mulai terjadi, Nyonya Marta mulai menguasai semuanl keadaan rumah.

Memang sepenuhnya nyonya Marta tidak bermain fisik, tapi ini sakitnya lebih lelah dari fisik. Permainan kata-katanya yang dirangkai sedemikian rupa, membuat telinga berdengung dan hati yang kian teriris, begitulah yang dirasakan gadis malang bernama Devita.

Setiap harinya pekerjaan berat menanti Devita, mengepel menyapu bahkan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh pembantu keluarga besar itu, kini malah terbagi dua, Devita tak sedikit pun mendapatkan haknya sebagai menantu di rumah megah nan mewah itu.

“Kau harus banyak sabar Devita,

“Memang seperti itulah kelakuan dan karakter nyonya Marta, dia memang wanita yang tidak punya hati. “

Pembantu rumah tangga itu bicara saat melihat Devita harus mengepel seluruh ruangan rumah, ini dia kerjakan sudah semenjak dari pagi tadi, setelah Andre berangkat bekerja, ementara Bi Ijah mengerjakan pekerjaan lainnya. Bi Ijah sangat iba melihat apa yang terjadi pada menantu keluarga kaya raya itu, dia tidak diberikan hak sama sekali ketika Andre tidak berada di rumah.

Pembantu rumah tangga yang memang sudah paruh baya itu hanya Bisa diam, dia sudah tahu karakter majikannya yang sangat kejam. Ya, nyonya Marta memang terkenal kejam dan arogan, dia tidak segan-segan mengusir siapa saja di rumah itu, jika ada yang berani melawan kata-katanya.

Perempuan jahat itu berlalu setelah melontarkan kata-katanya, pergi begitu saja tanpa merasa berdosa bahkan bersalah, sudah semena-mena pada menantunya yang sama sekali dia anggap bagai benalu dalam keluarga kaya raya itu.

“Sudahlah Devita,

“Kau tidak usah banyak berpikir buruk tentang Ibu mertuamu itu , dia memang seperti itu adanya,”

“Dia mertua yang sangat jahat dan sama sekali tidak punya hatii bahkan tidak memiliki rasa kemanusiaan. “

Pembantu paruh baya bernama bi Ijah itu sejenak bicara pada Devita.

“Andai saja aku ada pilihan dan kota ini tidak memandang usia bahkan pendidikan, mungkin aku akan mencari pekerjaan yang lebih nyaman,

“Tapi,,, hanya ini yang bisa aku lakukan untuk menyambung hidup.

Ujar bibi Ijah, sedikit demi sedikit obrolan dia lepaskan pandangan ke arah ruang tengah, takut akan apa yang dia katakan didengar oleh nyonya Marta. Bi Ijah percaya kalau Devita adalah orang baik, perlakuan yang sama terhadap apa yang dialami Devita, membuat perempuan paruh baya ini semakin iba saja.

Ya, pembantu rumah tangga itu baru beberapa bulan bekerja di sana, ini sekian kalinya keluarga Wicaksono berganti orang-orang yang bekerja di rumahnya, lantaran tidak betahnya sikap sang wanita jahat bernama Marta, arogan dan suka marah-marah, begitulah watak aslinya.

“Selesaikan saja pekerjaanmu saja, bibi tidak dapat membantumu Devita, “

“Kau masih beruntung, banyak orang-orang sebelum aku di rumah ini diusir oleh nyonya, bahkan tanpa diberikan gaji, hanya karena kesalahan sedikit yang membuat wanita itu Murka. “

Terlihat Bi Ijah sesekali membantu pekerjaan Devita, dikala Nyonya Marta tak melihatnya. Perempuan paruh baya itu pun sangat takut pada Nyonya Marta, namun atas dasar kemanusiaan, dia ikut membela Devita ya hanya ini yang dapat dilakukan perempuan paruh baya itu.

Bi ijah membeberkan beberapa sifat buruk nyonya Marta, yang memang tidak dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh siapapun. Tidak ada yang bisa mematahkan kata-katanya, bahkan suaminya pun tuan wicaksono bagai mati kutu, saat berada dalam pengaruh nyonya Marta yang memang memiliki sifat dan watak yang benar-benar kejam.

“Biarkan Bi, Bibi tidak usah mengkhawatirkan diriku,”

“Aku baik-baik saja, sebaiknya Bibi tidak usah membantuku, aku hanya takut ibu akan murkan dengan hal ini.

Betapa besar hati Devita, dia masih dapat menerima kenyataan pahit yang menimpa, meskipun setiap hari dia menjalani hal itu. Nyonya Marta pun selalu licik, dia selalu menyalahkan sang menantunya yang malang dan tak bersalah itu, perasaan benci dan tak ikhlas karena gadis itu sudah masuk dalam lingkup keluarga hartawan, membuat rasa benci Nyonya Marta semakin menjadi-jadi saja.

Ya, melalui Bi Ijah Marta sedikit demi sedikit mengetahui karakter keluarga itu, yang selama ini tidak dia ketahui, namun tak sepenuh Devita merasa kalau sepenuhnya salah, mungkin saja sang ibu mertua nantinya dapat berubah dan mendapatkan hidayah untuk berubah, tapi entah kapan saatnya.

“Kau harus berhati-hati gadis cantik,

“Jangan sampai kau memecahkan atau merusak barang milik nyonya, dia akan sangat murka pada orang yang melakukannya. Aku ingat saat itu, ketika pembantu rumah tangga sebelum aku melakukannya, nyonya Marta segera mengusir pembantu malang itu dengan kasar, tanpa memberika upah selama bekerja. “

Kembali pembantu rumah tangga itu membeberkan sifat asli Nyonya Marta yang sangat kejam, maklum saja dia mengetahuinya, banyak orang yang bercerita sebelumnya tentang sifat buruk majikan perempuan itu yang kini sedang bersantai di rumahnya, Devita dan pembantu malang itu, berada agak jauh dari mereka.

Rumah itu terlalu megah, bertingkat dan memiliki banyak ruangan, beberapa kamar bahkan sengaja dikosongkan, saking luasnya. Dapur luas itu pun sepenuhnya terdiri dari barang-barang mewah, dari peralatan sampai perkakas barang, semua bermerek, Nyonya Marta paling tidak suka jika barang-barang itu rusak atau cidera.

“Sudahlah bibi,

“Sebaiknya bibi segera mengerjakan pekerjaan Bibi, aku takut jika Ibu tahu, bibi akan dipecat seperti para pembantu yang lainnya. “

Devita berujar pada Bi Ijah, perempuan paruh baya yang dia anggap sudah seperti ibunya itu, dia sungguh sangat berterimakasih pada perempuan paruh baya itu, banyak hal yang tidak dia ketahui, bahkan kini mengetahuinya.

Hari beranjak siang, Devita sudah mengepel seluruh isi ruangan rumah. Di tengah lelahnya gadis malang itu, dia sempatkan untuk beristirahat sejenak di dalam kamar, waktu senggang itu pun tak ingin dia buang, namun baru saja dia merebahkan tubuhnya, Devita tak tahu jika Andre baru saja pulang ke rumah.

“Lihatlah, istrimu itu?

“Dia tak pernah menjadi perempuan dan istri yang baik untukmu, kerjanya hanya bermalas-malasan saja di rumah ini Andre. “

Baru saja Andre pulang dan sampai di rumah, sang ibu mertua Nyonya Marta malah menuduhnya yang bukan-bukan, menganggap jika sang menantunya itu memang tidak becus dan hanya diam di dalam rumah.

Begitu kejamnya sang nyonya Marta saat itu, padahal apa yang dikatakannya tidak benar, Andre tidak begitu saja mempercayai apa yang ibunya katakan saat itu, sementara Devita benar-benar lelah, setelah mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status