Home / Romansa / UTANG DIBAYAR CINTA? / Bab 6 – Sisa Luka yang Tertinggal

Share

Bab 6 – Sisa Luka yang Tertinggal

Author: Agnes
last update Huling Na-update: 2025-04-18 11:27:01

Satu hal yang tidak pernah Ayuna duga dari dunia kerja bersama Aqil Mahendra adalah betapa sunyinya. Bukan karena tidak ada orang. Tapi karena setiap orang seolah hanya bicara kalau perlu. Tidak ada tawa ringan. Tidak ada basa-basi. Semua efisien. Semua profesional.

Termasuk Aqil.

Hari-harinya kini dipenuhi aktivitas mendampingi pria itu. Ke ruang meeting, menjawab email ringan atas namanya, bahkan ikut mendengarkan diskusi penting tentang merger dengan perusahaan asing. Ayuna bukan hanya pendamping kosmetik yang mendampingi dan mempercantik suasana. Ia perlahan menjadi mata kedua bagi pria itu—meski mereka tidak pernah mengakuinya.

Sore itu, saat Aqil sedang berada di ruang rapat bersama direksi, Ayuna duduk di ruang kerjanya sambil menyortir dokumen presentasi. Di sela-sela berkas, ia menemukan sebuah map tipis bertanda “PRIBADI” "BERSIFAT RAHASIA".

Ayuna tidak berniat mengusik. Tapi satu lembar koran tua yang terlipat rapi di dalam map itu membuatnya terpaku dan berhenti.

Judul besar yang mulai menguning itu langsung menarik matanya:

“Tragedi Tabrakan Mobil Mahendra Group: Tunangan CEO Meninggal Dunia” 

dengan dilanjutkan gambar hitam abu kondisi kecelakaan mobil tersebut. Terlihat kecelakaan itu dalam keadaan hujan. 

Ayuna menahan napas.

Ia membaca perlahan. Artikel itu menyebut nama seorang wanita, Arlene Satya, yang disebut sebagai kekasih sekaligus tunangan Aqil Mahendra. Kecelakaan itu terjadi lima tahun lalu, dalam perjalanan pulang dari acara gala, saat itu hujan cukup deras. Mobil yang ditumpangi Arlene tergelincir dan menabrak pembatas jalan tol. Aqil tidak ikut dalam mobil itu. Ia sedang mengejar pertemuan bisnis penting malam itu.

“Arlene dikenal sebagai sosok ceria yang membuat Aqil Mahendra lebih terbuka dan hangat,” tulis salah satu paragraf.

Ayuna menutup lipatan koran itu perlahan, matanya menatap kosong ke luar jendela. Tiba-tiba, banyak hal terasa lebih masuk akal. Dingin yang membungkus pria itu. Sikapnya yang enggan terlalu dekat. Dan caranya menyusun batas, seperti takut jika seseorang melampaui garis yang ia buat sendiri. Ayuna entah kenapa cukup mengerti alasan dari sifatnya. 

Aqil kembali ke ruangan tak lama kemudian. Wajahnya seperti biasa—tenang, nyaris tanpa emosi.

“Kamu kelihatan lelah,” komentarnya sambil melepas jas dan menyampirkannya ke punggung kursi.

“Saya hanya... kaget. Banyak hal yang belum saya tahu dari perusahaan ini,” ucap Ayuna hati-hati. Ia belum berani menyebut soal koran itu.

Aqil duduk, lalu menatapnya dalam. “Perusahaan ini memang tidak cocok untuk orang yang terlalu ingin tahu.”

Ayuna tertawa kaku. “Saya bukan kepo. Cuma... kadang penasaran kenapa seseorang bisa terlihat sangat kuat, padahal jelas-jelas sedang menanggung sesuatu.”

Untuk sepersekian detik, tatapan Aqil berubah. Seperti ada tembok yang retak. Tapi dia cepat menguasai diri.

“Kalau kamu pikir saya punya kisah menyedihkan seperti drama Korea, kamu akan kecewa. Saya hanya belajar untuk berhenti berharap pada apapun. Termasuk orang.”

“Apa kamu selalu begitu?” tanya Ayuna, lebih berani.

“Sejak kehilangan, iya.”

Jawaban itu membuat ruangan kembali hening. Dan Ayuna tahu, dia baru saja menyentuh sisi paling pribadi dari pria itu—meski hanya sedikit.


Malamnya, Ayuna menuliskan semuanya dalam jurnal kecilnya yang sudah hampir penuh:

“Makin banyak tahu tentang dia, makin sulit buat tetap dingin.

Tapi ini hanya kontrak, Ayuna. Jangan lupa.

Jangan pernah lupa...”

Namun kenyataan paling sulit justru ketika kamu tahu sesuatu yang membuatmu peduli—walau kamu seharusnya tidak boleh peduli.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 26 – Tanpa Kata Kontrak

    Ruang konferensi di lantai 15 terasa lebih sunyi dari biasanya. Lampu temaram, dan hanya dua cangkir kopi yang tersisa di meja panjang yang belum dibereskan. Ayuna dan Aqil duduk berseberangan. Di antara mereka, kotak kecil yang tadi dibawa Ayuna.Aqil menatapnya, matanya tak melepaskan pandangan sejak mereka duduk. “Kamu mau mulai duluan atau aku?”Ayuna menarik napas panjang. “Aku dulu.”Ia membuka kotak, mengeluarkan kertas kontrak pertama yang dulu ia tandatangani. “Kita mulai dari ini. Selembar kertas yang mengikat semuanya. Tapi juga… yang merusak banyak hal.”Aqil mengangguk pelan. “Aku tahu. Dan aku nyesel.”“Aku juga salah karena menyetujui itu tanpa benar-benar mikir jauh. Tapi saat itu aku butuh... terlalu butuh jalan keluar,” ucap Ayuna. “Aku nggak pernah sangka, dalam prosesnya, aku bakal kehilangan banyak bagian dari diriku sendiri.”Aqil bersandar, tangan dikepal di pangkuan. “Ayuna, aku nggak pernah anggap kamu hanya bagian dari solusi. Aku tahu sejak awal kamu lebih d

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 25 – Rahasia yang Terkubur

    Suara notifikasi ponsel berdering bertubi-tubi sejak pagi. Ayuna duduk di tepi tempat tidur, menatap layar dengan ekspresi kosong. Banyak pesan masuk, sebagian dari rekan kerja lama, sebagian dari orang asing yang menyebar simpati sekaligus sindiran.Satu pesan dari Vina membuatnya benar-benar bangkit dari tempat tidur:"Yun, kamu harus lihat ini. Ada video wawancara ibu kandung Aqil di kanal berita gosip. Kayaknya ada hal besar yang dia sembunyiin selama ini."Ayuna membuka tautan yang dikirimkan. Video itu memperlihatkan seorang wanita elegan, berusia sekitar enam puluhan. Wajahnya masih cantik meski dihiasi garis-garis usia. Dialah Bu Arlina, ibu kandung Aqil yang selama ini jarang muncul ke publik.“Aqil selalu anak yang keras kepala,” ucap Bu Arlina di video. “Dan dia punya trauma yang tak semua orang tahu. Ketika ayahnya pergi dari rumah—bukan karena perceraian, tapi karena memilih perempuan lain—Aqil yang menyaksikan semuanya. Usianya baru delapan tahun saat itu.”Ayuna membeku

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 24 – Senjata Masa Lalu

    Pagi itu, Ayuna membuka pintu kontrakan setelah ketukan panjang yang mengganggu. Ia mengira kurir makanan atau tetangga, tapi ternyata...“Nggak nyangka kamu beneran tinggal di tempat seperti ini,” ujar Nabila sambil mengamati interior kontrakan mungil itu dengan ekspresi geli.Ayuna menahan napas. “Kamu datang ke sini tanpa izin. Aku bisa lapor.”Nabila masuk begitu saja, tanpa menunggu dipersilakan. “Silakan. Tapi kamu tahu, aku bisa bikin cerita lebih dulu—tentang perempuan yang ‘diselundupkan’ ke hidup seorang CEO. Kamu tahu seberapa cepat berita itu menyebar?”Ayuna mengepalkan tangan. “Apa sih sebenarnya maumu?”Nabila menoleh dengan senyum miring. “Mudah. Pergi dari hidup Aqil. Serahkan dia padaku. Dengan begitu, semua kembali seperti seharusnya.”“‘Seharusnya’ versi siapa?” Ayuna menyela tajam namun tetap tenang.“Versi dunia yang biasa menerima seseorang seperti aku, dan akan selalu menolak orang seperti kamu,” kata Nabila dingin.Ayuna menghela napas. “Kamu terlambat. Aku su

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 23 – Pilihan yang Tak Sederhana

    Pagi itu, apartemen Ayuna terasa sunyi. Hana sudah berangkat sekolah bersama Ibu Nur yang kini justru sering membantunya, setelah dulu nyaris jadi sumber masalah. Ayuna berdiri di depan cermin, memandangi wajahnya yang tampak lelah—mata sembab dan kulit pucat tak bisa disembunyikan dengan riasan tipis.Kata-kata Bu Rumi masih terngiang jelas dalam kepalanya. Tentang cinta. Tentang keberanian. Tentang ketidakadilan yang harus dihadapi sendiri.Teleponnya berdering. Nama Vina muncul di layar. Ayuna ragu sejenak, lalu menjawab.“Yun, gue harus bilang sesuatu,” kata Vina tanpa basa-basi. “Hari ini, nama lo muncul di grup kantor Mahendra Creative. Ada gosip lo dibilang jadi ‘simpenan’ bos besar. Lo ngerti artinya?”Ayuna membeku.“Aqil...?”“Dia nggak ngomong apa-apa. Tapi orang-orang mulai tanya-tanya. Beberapa ada yang nyari tahu siapa lo sebelum kerja jadi kontrakannya. Gila, Yun. Gila banget.”Ayuna menarik napas panjang. “Vina, kalau ini makin besar... gue nggak bisa nyeret lo juga ke

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 22 – Tumbal yang Tak Terucap

    Malam itu, Ayuna duduk sendiri di balkon rumahnya. Hana sudah tidur, dan Vina baru saja pulang. Ia menatap langit Jakarta yang kelam, lampu-lampu terlihat samar dari balik tirai tipis yang bergerak perlahan. Di tangannya, surat pengunduran diri dari beasiswa masih terlipat rapi. Ia belum benar-benar menyerahkannya—meski dalam hati, ia sudah mulai melepaskan banyak hal. Lalu ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari nomor tidak dikenal masuk: “Besok pukul 10 pagi. Café Nostalgia, Jl. Suryo. Datanglah sendiri. – Nabila.” Ayuna memandangi layar itu lama. Dalam benaknya, terngiang ucapan Vina beberapa hari lalu: "Kadang, lo harus tahu siapa musuh lo sebenarnya, Yun. Bukan cuma dari kata-kata, tapi dari caranya tersenyum didepan lo , sambil nyiapin pisau dari belakang." Keesokan paginya, Ayuna datang ke kafe itu dengan jaket panjang dan syal, mencoba menyamarkan dirinya dari perhatian publik. Nabila sudah duduk di pojok, dengan segelas kopi latte dan kacamata hitam besar seperti selebrita

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 21 – Jarak yang Tak Pernah Diminta

    Sudah seminggu lamanya sejak Ayuna memutuskan mengambil jarak diantara mereka berdua. Tidak ada pesan dari Aqil, tidak ada tugas dadakan atau meeting dadakan yang harus di ikuti , atau entah tugas tugas lain yang sebenarnya hanya basa basi untuk bertemu. Bahkan tidak ada tanda-tanda keberadaan pria itu di media sosial. Ayuna duduk di meja kerja kecilnya, mencoba menulis ulang resume. Ia memutuskan untuk kembali mencari pekerjaan tetap. Kontraknya dengan Aqil belum selesai secara hukum, tapi untuk saat ini, Ayuna memilih berdiri sendiri. Vina datang sore itu, membawa dua gelas kopi dingin dan ekspresi khawatir yang tak bisa disembunyikan. “Lo yakin mau balik kerja, Yun? Kontrak lo masih berjalan.” Ayuna mengangguk sambil memandangi layar laptopnya yang kosong. “Justru karena masih berjalan. Aku nggak mau hidup cuma nunggu di balik status itu. Kalau semua ini cuma sementara, setidaknya aku udah siap.” Vina duduk di ujung ranjang, menatapnya lekat-lekat. “Gue ngerti sih... tap

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status