Home / Romansa / Under His Darkness / 121. Tirai Abu-Abu

Share

121. Tirai Abu-Abu

Author: Hanana
last update Last Updated: 2025-08-30 22:42:20

Damian masih berlumuran darah di bibir dan sudut hidung ketika berdiri tegak di tengah ruangan. Rahangnya memar, napasnya berat, tapi suaranya jernih. Tak ada ragu, pun sudah lepas dari bimbang. Sebaliknya, Adrian justru masih gemetar dengan dada yang naik turun.

“Kamu ikut dengan Andy,” titah Damian kepada Adrian. “Mulai sekarang, kamu di titik pantau. Biarkan aku yang menjemput Nayla.”

Adrian diam. Tidak membantah, tidak pula mengiyakan. Hanya sebuah helaan napas berat yang menyeret ribuan kata tak terucap. Ingin menolak, ingin merebut kendali, tapi akhirnya kepalanya terpaksa mengangguk. Lambat, penuh keras kepala, separuh rela separuh tidak.

Damian tak menunggu jawaban lebih jauh. Jemarinya sudah sibuk di layar ponsel, mengirimkan instruksi cepat kepada orang-orangnya. Beberapa pesan terkirim ke nama-nama yang tidak Adrian kenal, sementara pesan terakhir kepada Andy yang kini sedang menunggu di ruangan yang berbeda.

Hanya selang beberapa detik kemudian, Andy sudah menyembul dari b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Under His Darkness   128. Surut

    Villa privat itu tidak megah. Papan kayu kecil bertuliskan nama yang terdengar umum menggantung di samping bel. Di balik pagar, taman tertata rapi dengan lampu-lampu kecil yang tampak memandikan batu pijakan menuju pintu.Gerbang akhirnya tertutup perlahan, menelan sisa bayangan jalan yang penuh bahaya. Begitu ban mobil berhenti di depan garasi, Damian baru benar-benar menurunkan bahunya. Lega.Nayla menoleh, menatap Damian seolah menunggu jawaban yang tak kunjung datang. Wajahnya masih tegang, tapi napasnya mulai menemukan ritme yang tenang. Suara ombak yang terdengar samar dari kejauhan ikut menyusup ke dalam kabin mobil, memberi kesan bahwa akhirnya mereka punya jarak dari dunia luar.Beberapa pria berbaju hitam sudah siaga di beberapa titik. Namun, pada detik mesin mobil Damian mati, mereka semua langsung pergi. Semuanya, tanpa terkecuali.“Siapa mereka?”“Penjaga villa,” jawab Damian.“Tapi lebih mirip seperti bodyguard atau apapun itu,” ujar Nayla.Damian menoleh, lalu sedikit m

  • Under His Darkness   127. Perpanjangan Napas

    “Kepercayaanmu sudah cukup untukku.”Begitu mengucapkan satu kalimat itu, Damian bergerak cepat menurunkan gigi persneling. Wajahnya menoleh kanan dan kiri, siap memaksa mobil keluar dari jalur. Suara bannya meraung, seolah menjawab janji gelap yang baru saja Nayla ucap.Seketika, Damian memutar setir tajam ke kanan, lalu memotong ruang kosong di depan sebuah minibus. Suara klakson panjang nan kencang sontak mengudara. Mobil sedikit berguncang, tapi Damian masih memegang kendali.Nayla terhuyung hingga tubuhnya hampir terlempar ke depan. “Damian!” serunya panik.“Pegangan,” jawab Damian cepat, matanya tetap tajam ke jalan.Sedan abu-abu itu tidak tinggal diam. Mereka ikut bermanuver, lalu mengekor dari belakang. Lajur menjadi sempit, dan setiap detik semakin terasa seperti pisau yang menempel di tengkuk.Damian menurunkan kecepatan sejenak, membuat jarak mereka sejenak menyempit. Hingga tiba-tiba dia menambah gas, memotong ke arah jalur kanan, lalu masuk ke celah di antara dua mobil b

  • Under His Darkness   126. Di Antara Semua Gelap

    Damian menjaga ritme kecepatan mobil. Matanya terus bermain di antara jalanan dan spion. Setiap keputusan dibuat dalam hitungan detik, membiarkan truk melintas lebih dulu, memberi motor ruang melebar, dan sengaja menahan gas saat lampu kuning berpendar.Dia bergerak presisi, tidak memberi celah bagi siapa pun untuk menebak apakah dia sekadar pengemudi biasa atau seseorang yang sedang mengendalikan sebuah permainan hidup dan mati.Di kaca spion, bayangan itu kembali muncul. Sedan abu-abu yang sama. Tidak pernah menyalip, tapi juga tidak pernah menjauh. Mereka hilang sebentar di tikungan, hanya untuk kembali muncul beberapa blok ke depan. Polanya jelas. Pola berburu.“Amore,” suara Damian rendah, datar, seperti tengah menimbang napasnya sendiri. “Kita akan masuk basement mall. Lalu pindah.”Nayla menoleh, keningnya mengerut. “Pindah apa?”“Mobil.”Jawaban itu membuat Nayla menatapnya lebih lama, seakan mencoba menembus wajahnya yang tenang. “Damian, kalau ini benar karena media, kenapa

  • Under His Darkness   125. Dibuntuti

    Damian menyalakan mesin mobil bersamaan dengan menyalakan nyali. Kaca spion bergetar halus, memantulkan dua pasang lampu yang bergerak pelan di ujung gang. Kendaraan itu bergerak dengan ritme yang terlalu teratur. Terlalu pelan dan terlalu sabar untuk disebut warga biasa.Di dadanya, sesuatu seperti menghantam keras berkali-kali. Namun, wajahnya tetap datar, setenang batu yang sudah tahu ombak akan datang. Jemarinya meremas lingkar kemudi. Tenang di luar, tapi dalam benaknya sedang menggebrak.‘Sudah waktunya. Mereka sudah di sini,’ batin DamianSambil menginjak pedal gas, tatapannya menyipit. Dia menghitung kecepatan lawan, menakar jarak, lalu menyusun rute. Setiap detik adalah garis tipis antara lolos atau terkepung.Damian menarik napas panjang, menelannya bulat-bulat ke dalam perutnya, lalu melepasnya perlahan, memastikan denyut dalam tubuhnya tidak terlihat di wajah. Tenang. Itu adalah kuncinya. Tenang, tapi jangan pernah terlalu lambat.Tangannya bergeser ke tuas persneling, sei

  • Under His Darkness   124. Bayangan Mencurigakan

    “Aku ingin kamu setidaknya memberikan aku satu alasan kenapa aku harus ikut denganmu."Damian menunduk pelan, berpura-pura sedang mencari kata yang tepat. Heningnya dibuat seperti hening seorang pria yang sedang berpikir keras dan menimbang jawaban. Setiap senti ekspresi wajah yang muncul, Damian atur agar Nayla percaya kalau apa yang akan Damian katakan nanti adalah hal yang benar.Ada kilatan getir di wajah yang sengaja Damian reka-reka. Cara dia mengerutkan alis dan melipat bibir juga diatur persis seperti seseorang yang sudah menyerah pada pertanyaan yang memang harus dijawab jujur. Nayla tidak tahu saja kalau sebenarnya, yang akan keluar dari mulut Damian hanyalah kalimat sederhana berisi alasan yang bisa dimengerti dan cukup masuk akal bagi Nayla.Alasan yang terdengar meyakinkan, tapi tetap hanya secuil

  • Under His Darkness   123. Ciuman

    Rumah sewa Nayla sunyi ketika Damian membuka pintu. Lampu ruang tamu menyala lembut. Begitu pintu terbuka setengah, Nayla muncul dengan kaus tipis dan rambut disanggul seadanya.“Damian.” Matanya langsung menyapu wajah Damian. Diam sepersekian detik, lalu alisnya mengerut.“Wajahmu…” lanjutnya pelan.“Hal kecil,” jawab Damian. “Aku jatuh di gym. Di tangga.”Tatapan Nayla berpindah ke bibirnya yang pecah, ke tulang pipi yang mulai berubah warna. “Tangga tidak memukul berkali-kali di tempat yang sama.”“Aku kurang hati-hati,” Damian tetap tenang. “Dan tidak perlu dibahas lagi. Yang penting, sekarang aku di sini.”Dia mendekat satu langkah. Jaraknya dengan Nayla sengaja dipangkas. Damian mengangkat tangan kanan, lalu ibu jarinya menyentuh ringan garis rahang Nayla. Di sisi yang berbeda, telapak yang lain singgah di tengkuk, menahan rambut yang masih lembap. Hidungnya hampir menyentuh kening Nayla ketika dia menunduk. Tanpa sapaan panjang, bibirnya langsung menemukan bibir Nayla. Hangat,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status