Share

Unexpected Baby
Unexpected Baby
Author: terasora

Bab 1 Selamat Tinggal, Boston

Liburan musim panas sudah datang. Perlahan tapi pasti aku berkemas lagi lalu mencoret sebuah tulisan di catatan yang kubuat setelah memasukan sebuah mini dress kesayanganku yang berwarna erah muda dengan panjang sepaha ke dalam tas ransel. Sebuah mini dress yang pas digunakan anak remaja sepertiku yang masih berusia belasan tahun. Mungkin maksudku, akhir belasan tahun.

Hari ini aku akan melakukan penerbangan menuju kota Liverpool tempat kakak angkatku, Gio, tinggal. Dia memintaku datang dan berkunjung. Dan berhubung aku memang ada urusan pekerjaan ke sana akhirnya aku memutuskan menemuinya. Selain itu, menyenangkan hati saudara angkatku yang hampir 2 tahun tidak kutemui rasanya bukan ide yang buruk. Seingatku, kami bahkan terakhir kali bertemu saat kami pulang ke rumah orangtua kami di kota London. Aku sendiri sekarang sedang melanjutkan kuliahku di Boston University.

Ada sebuah rahasia yang selama ini aku harus rahasiakan dari kedua orangtuaku dan beberapa sahabat karibku di Boston. Aku ... aku seorang agen rahasia. Kesatuanku biasanya disebut Agent D. Aku masuk ke sana dan menjadi salah satu angkatan tempur muda mereka saat usiaku 9 tahun, setahun setelah aku pindah dan hidup bersama James dan Lora.

Cerita hidupku sangat panjang dan aku tidak ingin membicarakannya jika dalam suasana hati yang baik atau buruk. Yang pasti aku akan ke Liverpool dan menjalani kehidupanku selama libur kuliah.. mungkin aku harus menyebut ini sebagai cuti kuliahku selama satu semester.

“Apa aku mengganggumu?” Aku menoleh dan melihat Jacob berdiri di ambang pintu kamarku. Kami teman satu apartemen selama 2 tahun ini. Lebih tepatnya kami teman satu kampus meskipun usia kami bertaut lumayan jauh. Jacob anak orang kaya yang sudah menghabiskan waktu kuliahnya selama 6 tahun.

“Masuklah!” Aku tersenyum ke arah Jacob dan dia segera masuk ke dalam kamarku. Aku bisa melihat ekspresi wajahnya yang lesu dan muram. “Terjadi sesuatu?” tanyaku lagi, memastikan bahwa tidak ada hal yang tidak kuketahui dari kemurungannya saat ini.

Jacob menggeleng lalu memelukku dari belakang. Jangan berpikiran yang tidak-tidak mengenai hubunganku dengannya, oke? Aku dan dia teman baik jadi Jacob pasti merasa kehilanganku saat aku mengatakan padanya akan liburan panjang ke Liverpool. “Andai aku bisa ikut denganmu. Aku sungguh ingin, tapi aku tidak bisa meninggalkan kuliahku.”

“Aku mengerti. Kau tidak perlu khawatir, jika kau merindukanku kau bisa menelponku kapan pun. Aku akan sedia untuk mendengarkan setiap keluh kesahmu tentang dosen-dosen sialan itu.” Aku terkekeh. Aku tidak habis pikir mengapa Jacob begitu dipersulit untuk bisa ke luar dengan gelar sarjananya oleh para dosen? Setahuku dosen di sana baik-baik, begitu pula dengan Jacob, ya meskipun terkadang dia sangat menjengkelkan dan hobi sekali membuat ulah.

“Aku akan sangat merindukanmu, Sam,” ujarnya pelan.

Aku mengangguk. “Tentu saja.”

***

Aku melirik sekilas ke arah seseorang yang sedang menatapku dari kejauhan. Dari raut wajahnya yang marah aku tahu ia tidak akan sudi untuk mengucapkan kata perpisahan denganku.

“Apa kau berniat mengurungkan penerbanganmu? Cepat masuk!” Jacob menyadarkanku dari lamunanku tentang pria yang kini menatapku terus menerus.

Aku mengangguk sambil menoleh ke arahnya. Kupeluk Jacob dan mengatakan kata-kataku dengan wajah riang. “Aku akan sangat merindukanmu, Jake.”

“Aku juga. Jaga dirimu baik-baik, Sam.”

Aku mengangguk dan kami melepaskan pelukan kami untuk sementara waktu. Aku melirik lagi ke arah seseorang berpakaian serba hitam itu dari kejauhan lalu tersenyum kecil ke arahnya. Biarkan saja dia merajuk. Jika aku sudah kembali ke Boston aku yakin dia akan mencariku lagi. Dia kan terlalu mencintaiku. 

Jacob menatap ke arahku melihat dan menegang di tempatnya. Dia mencibir dengan keras. “Kau masih berhubungan dengan bajingan itu?”

“Jake, please! Aku dan Justin hanya bersahabat, seperti aku dan kau. Ya lebih baik aku berangkat sekarang. Aku akan menelpon jika sudah sampai! Byee….” Aku mencium pipinya singkat lalu berlari masuk melewati pintu keberangkatan.

Jacob menatapku dari jauh dan aku menyempatkan diri untuk melambaikan tanganku. Aku hendak memberikan tiketku pada petugas bandara saat tangan seseorang menarikku dan membawaku pada pelukannya. Dari aroma parfumnya yang maskulin aku sadar sedang berhadapan dengan siapa. “Justin,” lirihku, memanggil namanya.

Justin dengan mata yang menggunakan kacamata hitam perlahan melepaskan pelukanku. Dia benar-benar terlihat kesal sekaligus muram. “Kau benar-benar akan meninggalkanku lagi, ya?”

Tanpa perlu menjawab jelas, aku tahu Justin sudah mengetahui jawabanku. Dia mengecup bibirku dengan lembut lalu menatapku dengan wajahnya yang lebih garang. “Aku tidak mau tahu kau harus pulang dan baik-baik saja di sana!” bentaknya.

Aku bukannya takut dengan bentakannya malah terkekeh geli. “Aku akan menjaga diriku, lagipula aku akan tinggal di tempat kakakku.”

Justin menatapku sebentar dari balik kacamata hitamnya lalu memelukku sekali lagi. Dia benar-benar tidak rela dengan kepergianku.

“Justin Anderson, aku akan merindukanmu! Kau juga harus menjaga dirimu baik-baik, oke? Kau harus berjanji padaku?”

Justin terdiam sebentar lalu mengangguk kecil. Terkadang meskipun kami sering bertengkar tapi aku tahu jelas betapa dia sangat menyayangiku. Ya meskipun aku hanya menyayanginya sebatas persahabatan.

Tubuhnya yang terbalut jaket kulit berwarna hitam sekali lagi memelukku. “Aku berjanji padamu, Samantha Karel,” ujarnya sambil mengecupi kepalaku dengan ciumannya yang terkesan begitu terburu-buru. Aku tersenyum tipis lalu melepaskan pelukannya dengan dorongan penuh agar tubuhnya melepaskan tubuhku. Aku khawatir tertinggal pesawat jika Justin terus menerus mengajakku bicara dan memelukku.

“Selamat tinggal, Anderson!” Aku melambaikan tanganku sambil melepaskan tangannya yang baru kusadari menggenggamku dengan erat sejak tadi. Dia benar-benar tidak rela aku meninggalkannya.

Justin tersenyum getir dan tanpa mengatakan sepatah kata lagi padaku, dia berbalik dan membiarku pergi dengan tenang. Selamat tinggal, Boston! Jacob, Justin, dan semuanya.

***

Aku masuk ke dalam pesawat dan duduk di bagian kelas eksekutif. Dengan pelan aku berjalan dan duduk di kursiku lalu menyiapkan iPod dan headphone di telingaku. Aku tidak ingin perjalananku terlalu sepi.

Aku memperhatikan lagi penampilanku; celana jins panjang yang kupadukan dengan atasan tanktop berwarna hitam dan jaket berwarna putih, aku pasti tidak terlalu sulit untuk dikenali oleh Gio jika kita bertemu nanti di bandara Manchaster. Aku melihat jam tanganku dan benar-benar tidak sabar dengan pertemuanku dengan Gio serta tugas baruku yang sudah disiapkan sedemikian rupa oleh Ryan Weasley, bosku.

Aku memutuskan menutup mataku dengan lagu yang mengalun di gendang telingaku. Menyetel lagu terkini milik Maroon 5, Maps. Namun sebentar saja saat aku merasa terganggu dan melihat ke arah sampingku di mana seseorang sedang menatapku jahil dari kacamata bacanya. Aku mengenalnya, sangat!

“Travis!” Setengah mengejek memanggil namanya, aku kembali menutup mataku. Dia salah satu seniorku di Agent D. Dia sangat usil dan aku tidak mau susah payah mendeskripsikan bagaimana rupa Cody Travis yang biasa saja meskipun banyak orang bilang dia tampan. Karena yang pasti dia menyebalkan jadi aku tidak menerima kelebihannya itu. Dia tukang pembuat onar dan suka sekali mengganggu urusan orang lain. Sekarang mari kita lihat dia akan mengganggu urusan siapa lagi?

“Karel, jangan berpura-pura tidak merindukanku seperti ini!” Dengan sangat sopan Cody menarik headphone dari telingaku. Menatapku sekali lagi dengan tatapan matanya yang menjengkelkan.

Aku menatapnya dengan garang lalu membalas perkataannya. “Aku tidak merindukanmu sama sekali, Travis. Bisakah kau menjauh dariku dan tidak menganggu acara bersantaiku yang sangat berharga?”

Cody tertawa lebar lalu menatapku jenaka. “Tidak. Aku akan terus menganggumu. Aku hanya ingin memberitahumu berita bahagia untukmu.” Jeda sejenak. Cody mendesah dramatis kemudian menatapku lagi, “Kita akan menjadi partner untuk menyelesaikan misi terbarumu. Aku baru merayakan wisudaku beberapa minggu lalu dan aku sudah siap membantumu, Agent Karel!” ucapannya semakin pelan saat mengatakan kalimat terakhirnya.

“Sekarang aku akhirnya mengetahui bahwa kau akan menghancurkan misiku.” See, tebakanku benar! Kali ini dia akan mencampuri urusan orang lain yang ternyata adalah aku. Lima bulan waktu yang sangat lama, kumohon, jangan sampai Cody menghancurkan segalanya.

“Aku hanya dimintai bantuan oleh Ryan. Dia khawatir kau tidak bisa menyelesaikan tugasmu seorang diri. Dan aku sangat senang saat tahu akan bertugas membantumu di Liverpool. Kita juga bisa menonton sepak bola bersama di sana. Ini akan menjadi liburan musim panas yang menyenangkan,” katanya riang.

Aku sangat muak dan akhirnya lebih memilih mengacuhkan ucapannya. Satu-satunya orang yang membuatku muak selama ini hanya dia, aku bekerja dan bersama dengan banyak orang setiap harinya dan satu-satunya manusia hidup yang selalu mengangguku hanya dia. Dan bersyukurlah karena Tuhan membawanya mendekat padaku! Sial sekali.

“Kudengar kau akan tinggal di rumah kakakmu, Gio Karel. Apa aku bisa tinggal juga?”

“Teruslah bermimpi, Travis!” ketusku dan Cody hanya tertawa riang. “Kuharap kau berpikir seribu kali untuk menghancurkan misiku kali ini.”

“Aku akan sangat penurut, kau tenang saja, Karel. Aku tidak akan mengganggumu bertugas dan tidak akan membuat segalanya menjadi rumit. Aku bahkan bisa menangkapmu jika kau jatuh dari atas gedung. Aku jago akan hal itu.”

“Sayangnya aku bukan bola basket,” ketusku lagi. Aku memakai headphone-ku lagi lalu menyetel keras-keras lagu yang sempat berhenti beberapa waktu yang lalu. Aku menutup mataku dan berharap orang di sebelahku tidak akan mengangguku lagi.

iPodku mengacak lagu ketika lagu Maps berakhir. Terdengar suara Justin Timberlake. Aku menyukai lagu ini. Cry Me A River.

You were my sun

You were my earth

But you don’t know all the ways I loved you, no

So you took a chance

And made other plans

But I bet you didn’t think that they would come crashing down, no

You don’t have to say, what you did

I already know, I found out from him

Now there’s just no chance, for you and me, there’ll never be

And don’t it make you sad about it

You told me you loved me

Why did you leave me, all alone

Now you tell me you need me

When you call me, on the phone

Girl I refuse, you must have me confused

With some other guy

Your bridges were burne, and now it’s your turn

To cry, cry me a river

Cry me a river-er

Cry me a river

Cry me river-er, yea yea.[]

***

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status