Share

3. Uninvited Guests

Lelaki itu duduk dengan aura menakutkan. Ada campuran wibawa, keangkuhan dan intimidasi dalam diri lelaki itu, juga sedikit kejijikan yang dengan sempurna membuat Serish merasa tidak nyaman.

Di sebelah lelaki itu, seorang pria berambut perak dan jubah hitam berpolet silver berdiri tanpa mencolok. Mata kuningnya menyala bagaikan ngengat dan kulitnya sepucat cahaya bulan. Sesuatu dalam dirinya begitu tipis hingga nyaris terabaikan, tapi Serish tahu siapa lelaki itu.

Penyihir agung Sczandov, tangan kanan kaisar, Ravi. Tak ada nama belakang maupun nama keluarga bagi seorang penyihir murni karena para penyihir murni selalu berasal dari orang buangan yang tak memiliki masa lalu. Seorang penyihir murni terlahir dari manusia yang inti rohnya berevolusi dengan memangsa satu persatu kenangan dan harapan, menggantinya dengan ambisi dan kesetiaan kepada tuan yang dipilihnya. Oleh karena itu, penyihir murni adalah seseorang yang begitu kuat namun tidak memiliki tempat di mata bangsawan.

Akan tetapi, ravi bukan sekedar penyihir murni.

Dia adalah iblis yang dikontrak Edward.

Dan tidak ada satupun di dunia ini yang tahu selain mereka berdua. Tentu saja Serish sekarang menjadi orang ketiga yang tahu.

“Kau tidak terlihat seberani dulu,” suara Edward yang kelam dan melodik bagaikan alunan musik kematian. “Satu bulan yang lalu, saat kau memperkenalkan dirimu sebagai ratuku.”

Setidaknya saat ini Serish belum meminta tahta dan kekuasaan kepada lelaki itu.

“Dan kau juga cukup santai untuk membuatku menunggu,” lelaki itu beranjak dari kursinya, melangkah mendekati Serish yang masih berlutut.

Dagu Serish yang nyaris menempel pada dadanya karena menunduk begitu dalam diangkat tiba-tiba.

Dia tidak siap saat berkonfrontasi dengan mata terang yang dimiliki Edward. Mata yang seharusnya berwarna gelap itu kini berwarna semerah darah, mengirimkan rasa dingin ke tulang punggung Serish.

Anugrah utama yang menjadikan Edward sebagai salah satu manusia terkuat adalah berupa kutukan, yang diberikan kaisar terdahulu kepada putranya.

Kutukan yang seharusnya membuat Edward mati dilahap iblis, namun dengan tak terduga, lelaki itu malah mengalahkan iblis itu dan menyerap energinya. Konsekuensinya adalah perubahan warna mata yang menjadi satu-satunya di dunia dan kisah kebengisan yang beredar ke seluruh penjuru dunia.

Serish berusaha tidak terlihat penasaran dan bersikap tidak sopan dengan terlalu lama menatap warna ajaib di mata Edward.

“Saya bersalah karena melakukan hal yang tidak pantas kepada paduka,” namun suara seraknya tidak bisa dikontrol. “Saya memohon kemurahan hati paduka untuk mengampuni kesalahan saya.”

Lelaki itu... begitu indah hingga terasa menakutkan.

Senyuman yang membekukan tergores di bibir lelaki itu.

“Apakah kecelakaan membuat kepalamu rusak? Atau ini adalah permainan yang disisipkan oleh pendukungmu?” yang dimaksud pasti adalah kelompok bangsawan. “Katakan pada mereka, kau tidak perlu membuang waktu dengan kepura-puraan semacam ini.”

Dagu Serish diangkat semakin tinggi, kini ujungnya dijepit kuat oleh dua jari Edward hingga menyakitkan.

“Katakan juga pada mereka, kau mungkin akan menjadi seorang ratu, tapi aku akan memastikan ratu mereka ini menjadi senjata yang tidak berguna.” Suara lelaki itu semakin dingin dan melodik. “Dan juga, aku tidak berniat mendapatkan anak darimu.”

Serish memejamkan mata, lalu dengan jantung berderu, tersenyum.

“Saya paham,” ujarnya. Suaranya jauh lebih tenang dari yang diharapkan hingga Serish merasa bersyukur. “Saya tidak akan mengambil keputusan yang bertentangan dengan paduka.”

Ekspresi Edward tidak terbaca saat melepaskan dagunya dan memintanya untuk duduk berhadapan dengannya.

“Kau tahu aku tidak pernah menyukai pembohong.”

Serish duduk dengan tegap dan kedua tangannya diletakkan di pangkuannya. “Saya tidak mungkin melakukan hal yang tidak paduka sukai.”

Senyuman dingin lain muncul di bibir tipis Edward. “Lalu apa yang akan kau lakukan dengan pendukungmu?” jemari kurus dan panjang lelaki itu mengintari mulut cangkir yang masih penuh oleh teh. “Jika kau mengingkari janjimu, maka kau berbohong pada mereka. Jika kau memenuhinya, maka kau berbohong padaku,” mata merahnya menggelap hingga nyaris terlihat hitam. “Yang manapun, kau akan menjadi pembohong yang tidak kusukai.”

Tidak mengejutkan jika Edward tahu persis apa isi perjanjiannya dengan kubu bangsawan. Lelaki itu bisa memperoleh informasi apapun yang diinginkannya. Dengan penyihir agung yang merupakan iblis di sisinya, konyol jika Serish masih terkejut oleh hal dasar seperti itu. Jika Edward mau, dia bisa mencari semut sekecil apapun yang menarik perhatiannya.

Rahang Serish menegang, kini dia memulai perang sungguhan pertamanya melalui diplomasi ini.

“Saya berjanji akan membantu kelompok bangsawan jika saya mendapatkan tahta dan kekuasaan.” Mata birunya berkilau saat cahaya lampu menyorot matanya. “Tapi paduka telah berkata, posisi ratu akan seperti senjata tidak berguna bagi mereka. Jika mereka tidak bisa mengamankan kekuasaan untuk saya, maka perjanjian tersebut menjadi tidak berarti.”

Selama sesaat, keheningan mengisi ruang di antara mereka.

Lalu ujung bibir Edward tertarik dengan kilat mengejek di matanya.

“Kau menggunakanku untuk membatalkan perjanjian dengan mereka.” Simpulnya. “Pada akhirnya kau sama seperti para Vivaldi yang mempertahankan posisi netral mereka.” Kemudian ekspresi ekstasik muncul di wajah lelaki itu. “Dan para bangsawan itu tidak akan menyangka jika benih yang disemai dengan hati-hati ini ternyata hanyalah bibit kosong yang tidak berguna.”

Serish tidak berusaha mengelak dan memilih menyesap tehnya yang sudah dingin. Dia memberi isyarat kepada pelayannya untuk mengganti dengan teh baru.

“Rumah Vivaldi akan selalu melayani kekaisaran, tanpa memandang kubu,” Serish memberikan jawaban yang standar.

Diam-diam, Serish memperhatikan tiap detail pada lelaki di depannya.

Edward, pria yang di dalam novel digambarkan sebagai pria yang menganggap wanita setara dengan ‘benda’, dianugerahi ketampanan dan kharisma jauh melebihi deskripsi di buku maupun rumor yang beredar. Lelaki itu adalah personifikasi segala kebaikan jasmani yang mungkin bisa dimiliki manusia. Matanya menyorot dengan tajam dengan iris merah berkilauan dan kulit gelap akibat latihan fisik dan perang yang dilaluinya memberikan kesan berbahaya. Rambut hitamnya tertata liar, mengancam meski diredam habis-habisan dengan pakaian khas aristokrat Sczandov berwarna merah darah dan hitam. Secara keseluruhan lelaki itu begitu gelap dan menunjukkan aura yang tidak main-main. Edward tampan seperti dewa.

Dewa kematian.

Dan misoginis parah.

Saat matanya bertemu dengan milik Edward, tubuh Serish seketika menggelinjang panik. Dia tidak tahu sejak kapan suhu udara di sekitarnya berubah menjadi sangat dingin.

Dia merasa sesak.

Tidak, ini bukan sekedar perasaannya.

Di dunia ini, sihir merupakan hal yang umum meski tidak semua orang bisa menguasainya. Tapi, Serish menatap ravi yang begitu tenang hingga nyaris seperti bayangan, dengan keberadaan orang ini, sudah pasti ini adalah sihir untuk mengintimidasinya.

Dalam lingkungan yang tidak menyenangkan, manusia cenderung berubah menjadi lebih defensif dan mudah menunjukkan isi pikirannya meski tidak secara eksplisit. Metode ini sering digunakan di menara sihir, termasuk kepada sang putri dalam cerita.

Jika Serish tidak mengingat detail itu, dia akan mengabaikan perubahan yang terjadi di sekitarnya, dan mungkin baru sadar saat dia sepenuhnya tercekik. Tapi sejak mendengar kabar kedatangan Edward, perempuan itu sudah memperkirakan kemungkinan penggunaan metode ini saat mereka bertemu.

Hanya saja dia tidak mengira secepat ini.

Edward menatapnya dengan nyaris geli, lalu meminum teh baru yang masih mengepulkan uap putih di tangannya. “Kau tahu alasanku menerima ide untuk menerima seorang wanita di istana meskipun aku sama sekali tidak membutuhkannya?”

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status