Share

6. Flavorless

Apapun yang terjadi, waktu selalu berjalan dengan kejam. Ketika pagi selanjutnya tiba, Serish masih berkutat dengan ingatan yang muncul layaknya letupan air mendidih; terasa panas dan chaotic.

Lucu.

Kenapa dia harus mengingat semuanya seperti ini?

Serish menyeka keringat di wajahnya yang berubah pucat hanya dalam semalam. Andai saja dia mengingat kenangan itu tanpa ingatan kesakitannya saat mati, Serish mungkin akan memilih untuk menyerah. Dia adalah ikon seorang putri bangsawan yang anggun, angkuh dan sempurna, tapi siapa yang benar-benar menikmati peran semacam itu?

Setiap menitnya Serish harus memasang topeng di wajahnya dan menajamkan lidahnya agar tidak diinjak oleh orang-orang yang senantiasa memasang radar, menunggu setitik kesalahannya. Jika ada sedikit saja kealpaan, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan orang-orang itu.

Dan Serish selalu merasa lelah. Dia ingin melarikan diri.

Tapi sejauh apa seorang gadis yang dibesarkan dalam sangkar emas sejak lahir sepertinya dapat berlari?

Maka dari itu Serish berusaha menemukan ‘jangkar’ lain yang dapat membuatnya bertahan. Seseorang yang dapat memberikannya keamanan dari perasaan takutnya—dan logikanya membawa Serish pada kesimpulan bodoh bahwa hanya sang kaisar yang dapat menjadi orang itu. Dan kebetulan, wajahnya memang adalah tipe yang disukai Serish.

Kenyataannya tidak sebaik itu. Justru di tangan lelaki rupawan itulah Serish ditakdirkan untuk meregang nyawa.

Andai mati adalah pilihan yang bisa dipilih, Serish yakin dia akan menyerah. Apa yang bisa dipertahankan dari hidupnya yang seperti ini?

Sayangnya, kematian tidak pernah menjadi akhir. Kematian adalah sebuah proses menyakitkan yang tidak akan bisa dijelaskan oleh setiap rasa sakit yang ada dalam kehidupan. Kematian adalah gerbang menuju dimensi yang lebih tinggi, dan objek tiga dimensi sepertinya harus melalui ritual yang  luar biasa menyiksa hanya untuk melewati gerbang itu. Transformasi dan deformasi, kata kunci yang diingat Serish di penghujung usianya di kehidupannya yang lalu.

Serish meraih baskom kosong yang diperuntukkan sebagai wadah air cuci mukanya, lalu meremas rambut di belakang lehernya dan memuntahkan cairan masam yang tersisa di perut kosongnya. Dia tidak ingat, sudah berapa kali dia seperti ini.

Tubuhnya seakan menolak untuk bekerja sama dan memilih untuk merepotkannya dengan reaksi tak manusiawi seperti sekarang.

Dunia di sekitarnya terasa berputar—sesaat dia merasa akan jatuh jika saja tangannya tidak menemukan pegangan.

Serish menahan nafasnya, tidak memedulikan rasa sesak demi menghindari aroma mengerikan dari is baskom yang membuatnya semakin mual. Dengan sisa kekuatannya, gadis itu membunyikan loceng di sebelah nakas, yang dengan sigap ditanggapi oleh para pelayan wanita di kastil duke. Tak ada perubahan berarti pada ekspresi wajah setiap orang yang masuk ke dalam kamarnya—mereka adalah contoh terbaik dari definisi pegawai profesional.

Tentu saja, kau tidak memiliki pilihan selain mengunci wajahmu dengan ekspresi default ketika memilih untuk bekerja di Dukedom Vivaldi. Sedikit kesalahan akan mengantarkan pada hukuman berat khas militer. Bedanya, tidak ada hak asasi bagi para pelayan yang kebanyakan tidak memiliki nama keluarga itu, sehingga hukuman mereka setara dengan kontrak mati.

Serish menerima sapu tangan sutera yang diberikan tanpa banyak bicara oleh Miya, pelayan terdekatnya, dan membiarkan dirinya dipapah duduk di salah satu kursi di depan meja riasnya.

“Yang Mulia,” Miya menatapnya dengan ekspresi kaku yang selalu dipajangnya setiap kali mereka berada di keramaian. Namu kali itu, wajahnya kecolongan oleh raut khawatir yang tersampaikan dengan jelas pada Serish.

Gadis itu membalas tatapan Miya dengan senyuman yang dipaksakan.

“Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit flu dan kurang tidur.”

Miya menarik nafas, menatap tajam pada para pelayan yang berbaris rapi di depan pintu kamar Serish.

“Apa yang kalian tunggu? Bawa keluar baskom itu, siapkan air hangat untuk Yang Mulia Putri, dan bawakan teh dengan madu dan jahe kemari!”

Miya menampilkan ketegasan yang membuat para pelayan itu berjengit, lalu secara serempak bergerak menyebar ke seluruh ruangan. Mereka mengerjakan tugas-tugas dengan efisien, sehingga ketika Serish selesai membersihkan dirinya, kamarnya telah rapi dan meja makannya telah dipenuhi oleh beberapa menu sarapan.

Miya menuangkan secangkir teh kental yang beraroma pekat setelah Serish duduk, kemudian menyodorkannya.

“Saya tahu anda tidak memiliki nafsu makan yang baik sejak kecelakaan itu. Tapi setidaknya, jangan membiarkan diri anda sakit, terutama di saat yang genting seperti sekarang.”

Serish menerima cangkir yang diberikan Miya dan menyesapnya sedikit demi sedikit tanpa banyak bicara. Ketika pelayan terakhir keluar dari kamarnya dan menutup pintu, senyuman tipis yang lebih tulus muncul di bibir Serish.

“Kau tahu aku tidak menyukai jahe.”

“Dan saya tahu, anda jauh lebih membenci obat. Jadi tolong segera habiskan teh itu sebelum dingin dan anda membuat alasan baru untuk tidak meminumnya.”

Senyuman Serish melebar, meski dalam hati dia mengumpat.

Miya terlalu mengenali dirinya hingga membuat Serish sedikit kesal, terutama ketika perempuan itu dapat dengan sempurna mengubah nada suaranya segera setelah mereka ditinggalkan berdua. Penghormatan dan jarak kaku yang dibuatnya hilang dengan sangat cepat, digantikan oleh kecerewetan dan rengekan menuntut.

Tapi di seluruh sczandov, hanya Miya satu-satunya orang yang dapat dipercayai oleh Serish. Dan ketika dia mendapatkan ingatan masa lalunya, Serish semakin yakin kalau dia dapat mempercayakan hidupnya kepada pelayannya itu.

Dalam novel, setelah kematiannya yang hina itu, Miya yang diampuni dan dibiarkan hidup mengubah nama dan penampilannya lalu bekerja di luar kekaisaran. Perempuan itu tidak pernah melupakan bagaimana tuannya mati dan menghimpun skenario balas dendam yang terperinci serta kejam untuk sang kaisar. Perempuan yang usianya hanya lima tahun lebih tua dari Serish itu menghabiskan waktu dan uangnya untuk menjalin kerja sama dengan para pemberontak, yang kemudian menculik Edelyn dan mematahkan tangan Edward.

Tentu saja aksi balas dendam itu hanya menjadi bumbu dalam cerita yang membuat edelyn menyadari kalau Edward tidak seburuk yang dia kira.

“Memangnya berbuat baik pada satu orang akan menghapus kejahatannya pada seribu orang?” gumam Serish, sinis.

“Ya, Yang Mulia?”

“Tidak,” Serish meletakkan cangkirnya yang kosong, lalu menggigit sedikit roti lapis dan mengunyah dengan cepat.

Miya benar, di saat seperti ini dia tidak memiliki kemewahan untuk jatuh sakit lagi.

Setelah malam menyakitkan akibat gempuran ingatan dan kenangan, dia akhirnya menemukan kunci yang mungkin dapat menyelamatkannya.

Dia ingat seperti apa karakter dan cara Edward berpikir.

Jika Serish berhati-hati, kunci ini dapat membuatnya ‘diabaikan’.

Ironis, benar-benar ironis karena pernikahan ini awalnya diharapkan Serish agar dapat membantunya mendapatkan perhatian yang tak lagi dirasakannya sejak kematian ibunya. Keabsurdan kesekian yang diimpikan Serish dari seorang monster tak berperasaan itu.

“Apakah Sang Duke sudah pergi lagi?”

Miya menampilkan sedikit keprihatinan, lalu menjawab dengan lambat. “Ya, Yang Mulia. Duke Vivaldi pergi ke perbatasan dini hari tadi.”

“Oh,” Serish meletakkan roti lapis yang baru termakan setengahnya tanpa bereaksi. Perasaannya telah lama mati kepada ayahnya itu, dan meskipun kini dia mengetahui sisi lain dari skandal yang menimpa keluarganya, memaafkan adalah bagian tersulitnya.

“Aku ingin berjalan-jalan,” Serish membersihkan tangannya lalu mengibaskan tangannya ketika Miya dengan sigap ikut berdiri. “Aku ingin sendirian.”

“Yang Mulia,” nada suara Miya terdengar mendesak.

Serish menampilkan senyuman kecilnya, lalu menggeleng. “Aku sudah bukan anak kecil yang akan melampiaskan emosiku untuk hal-hal semacam ini. Dari semua orang, kau adalah yang paling mengetahui kenapa aku menyetujui kesepakatan konyol dengan faksi bangsawan, jadi jangan khawatir lagi.”

“Tapi anda tidak pernah berjalan-jalan sendiri.”

“Selalu ada yang pertama,” ujar Serish, yang entah kenapa merasakan serangan rasa melankolis. Dia tersenyum lagi, lalu menatap pelayan yang tumbuh bersamanya sejak dia dapat mengingat itu. “Dan sebelum pernikahanku, aku akan melakukan banyak hal ‘pertama’ lainnya. Tenang saja, aku hanya akan berjalan-jalan di taman sekitar sini.”

Miya menahan ucapannya, mendesah, lalu menangguk setuju.

Ada sesuatu yang asing dari sorot mata tuannya itu, yang membuat Miya merasa gelisah. Serish adalah seorang bangsawan murni yang tumbuh dalam rumah kaca antik berbalutkan cahaya. Sepedih apapun guncangan emosi yang dirasakannya, semua orang akan senantiasa menjaganya agar tetap berbunga dengan indah. Tentu saja konsekuensinya adalah percikan kesombongan dan keangkuhan yang melekat pada setiap kepribadian Serish—tapi itu masih wajar.

Bahkan keegoisannya adalah efek yang dapat dipahami siapapun.

Namun sejak pertemuan dan kesepakatan yang dilakukan Serish dengan faksi bangsawan, lalu kecelakaan tak terduga yang membuat gadis itu tidak sadarkan diri selama beberapa waktu, Serish seakan mendewasa dengan begitu cepat—sangat terlalu cepat.

Sorot mata Miya meredup ketika akhirnya Serish tidak lagi terlihat.

Dia hanya berharap kesalahpahaman dalam dukedom ini dapat segera diluruskan, dan Serish tahu jika dirinya selalu dicintai oleh keluarganya.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status