共有

Velvet Bloodline
Velvet Bloodline
作者: Cloudberry

Part 01 : Prolog

作者: Cloudberry
last update 最終更新日: 2025-11-05 18:28:04

Ruangan besar yang disulap menjadi arena pertarungan terlihat ramai. Seruan tertahan, suara mengaduh, suara tepisan, bunyi berdebuk, terbanting, terpental, suara merintih, teriakan menyemangati, hingga teriakan bersahut-sahutan memenuhi langit-langit ruangan.

Satu-dua berseru dalam bahasa yang tidak dipahami bahkan oleg orang yang berdiri di sebelahnya. Wajah-wajah dan perawakan antarbangsa, wajah-wajah manusia bercampur tegang.

Udara terasa pengap meski pendingin ruangan bekerja maksimal. Sebab kapasitas ruangan tersebut sudah melebihi standarnya.

Orang-orang tampak antusias berkerumun menonton pertarungan sengit malam ini. Menanti kehadiran seorang penantang spesial di club tarung malam ini.

Dua petarung sedang jual-beli pukulan di tengah ruangan tinju. Arena pertandingan tanpa ring pemisah apalagi kerangkeng tertutup. Hanya lingkaran merah di atas lantai, berdiameter dua depa.

Percik keringat petarung, dengus napas, suara bogem mentah menghantam badan, semuanya terdengar langsung, tanpa jarak. Penonton di sekitar lingkaran, berdesak-desakan. Tangan mereka terangkat menyemangati.

Sebuah jenis pertunjukan yang mengesankan setiap mata pengunjung.

Satu tinju lagi menghantam cepat rahang salah seorang petarung. Membuat penonton berseru tertahan, sebagian besar berseru girang, "Yes!". Sebagian mengeluh, "Oh,no!" Disusul tinju lainnya mengenai dagu, kali ini lebih telak.

Sepersekian detik berlalu, penantang yang beberapa menit lalu masih terlihat segar bugar segera tumbang ke lantai. Knockout alias KO.

Pengunjung serentak berteriak kegirangan, melontarkan kebisingan.

Napas petarung satunya, yang masih berdiri kokoh di tengah arena, bahkan tidak terlihat tersengal sedikitpun. Hanya kausnya yang tampak sedikit basah oleh keringat.

"Fantastico!"

"Bravo!"

Thom menelan ludah, melirik jam besar di tiang ruangan. Hanya dua menit lima belas detik lawan pertamanya dibuat tersungkur.

"Kau tidak akan berubah pikiran, bukan?!" Sebuah tangan menyingkut lengan Thom, berkata kencang, berusaha mengalahkan bising.

Yang dipanggil Thom menoleh, menatap wajah menyebalkan disebelahnya.

"Maksudku, jika kau mau, aku masih bisa membatalkan pertarungan. Aku bisa pergi ke mereka, mengarang-ngarang alasan. Kau sakit perut misalnya. Atau asmamu kambuh, mag kronis." Theo mengangkat bahu, menunjuk salah satu sudut kerumunan, tempat beberapa anggota klub petarung yang bertindak sebagai inspektur pertandingan malam ini. "Atau kita bisa mengarang cerita, tiba-tiba bisulmu pecah hahaha...." celetuknya di akhir.

"Aku tidak akan membatalkan pertarungan" Thom menyergah Theo, memotong kalimatnya, "simpan omong kosongmu!" Tegas Thom di akhir kalimatnya.

Theo tertawa ringan, menyeka peluh di pelipis.

Salah satu inspektur pertandingan meraih pengeras suara. Dia mengenakan pakaian kerja seperti kebanyakan pengunjung lain, hanya kemejanya terlihat berantakan, keluar dari celana, lengan dilipat, dan dasi entah tersumpal di mana. Dengan bahasa inggris bercampur Portugis yang sama fasihnya, dia berseru tentang pertarungan yang baru saja selesai.

"Luar biasa. Pertarungan yang luar biasa, ladies and gentlemen. Well, simpan teriakkan kalian. Pertarungan kedua akan segera dimulai. Kami sudah menyiapkan sang penantang lokal yang telah menunggu giliran bertaruk sejak setahun yang lalu." Inspektur berseru meneriakkan penantang berikutnya, wajahnya antusias menanti pertandingan berikutnya. Begitu pula dengan keramaian penonton di arena. Berseru berteriak penuh semangat seolah pertandingan ini adalah hiburan yang mengasyikkan.

"Jangan lupa, seperti yang kami sebutkan pada pertemuan malam ini, kami telah menyiapkan kejutan besar di pertarungan terakhir, ladies and gentlemen. Ini sungguh kejutan hebat. Kalian pasti suka." Janji inspektur penuh semangat. Disambut dengan sorak-sorakkan pengunjung yang semakin menggema, mengudara dilangit-langit ruangan.

Petarung yang masih bertahan di tengah lingkaran merah menolak duduk di kursi yang disediakan. Dia memilih berdiri, melemaskan bahunya.

Sorot matanya tajam membekukan udara, mimik wajahnya datar tanpa ekspresi. Postur nya tegap, dan gerak-gerik tubuhnya stabil. Menunjukkan bahwa ia tidak sedikitpun terpengaruh oleh situasi sekitar.

Sedangkan, penantang keduanya bersiap di tepi lingkaran. Dia memasang sarung tinju tipis dan pelindung kepala. Beberapa orang berseru menyemangati, menepuk-nepuk bahu. Detik-detik pertarungan semakin dekat. Suasana semakin panas.

"Lee! Lee!"

Nama sang juara bertahan diteriakkan beramai-ramai.

"Ladies and gentlemen, inilah pertarungan kedua malam ini. Sang juara bertahan, Lee si monster, menghadapi penantang kedua, Chow."

Glekkk.......

Thom menelan salivanya kasar. Enam tahun mengikuti klub petarung di Jakarta, belum pernah ia menyaksikan seorang petarung begitu terkendali di depan matanya.

Bukan postur badannya yang gagah meyakinkan atau gerakan tangan dan kakinya yang gesit mematikan di pertarungan sebelumnya. Sikap dan kehormatanlah yang membedakan seorang petarung sejati dengan petarung lainnya.

Tidak ada yang tahu seberapa terhormat juara bertahan yang berdiri gagah di dalam lingkaran merah tersebut. Aku baru mengenalnya malam ini. Namun, menilik wajah dan tububnya, Lee memiliki sikap yang menakjubkan.

"Lee! Lee! Monster! Monster!"

Nama sang juara bertahan semakin keras diteriakkan. Lawan kedua Lee memasuki lingkaran merah arena tanding. Kedua petarung saling menempelkan tinju. Inspektur pertandingan berseru singkat tentang peraturan, mengangkat tangannya, dan memberikan tanda.

Ketika kakinya melangkah kebelakang, pertandingan kedua malam ini telah resmi dimulai.

Petarung kedua mengambil inisiatif melayang kan pukulannya terlebih dulu. Berputar-putar di tepi lingkaran merah. Gerakan tangannya cukup cepat. Dua, tiga, empat, lima, enam pukulan terkirim.

Sang juara menghindari empat tinju sekaligus, tenang menangkis dua tinju lainnya. Lantas tanpa perlu mengambil kuda-kuda, dia bergerak maju, menyelinap di antara pukulan lawan, dan menghujamkan tinju kanannya, sepersekian detik.

Sebelum penantangnya menyadari betapa terbuka pertahanannya, tinju itu telah menghantam dagunya.

Ruangan terdiam, penonton menahan napas.

Sang penantang terduduk di lantai, kemudian jatuh ke belakang mengaduh kesakitan.

Selesai sudah. KO.

"Yes!"

"Bravo! Sensacional!" Seruan penonton bergema di langit-langit ruangan.

Thom mengusap rambutnya.

"Dia benar-benar monster." Theo untuk kesekian kalinya menyikut lengan Thom, kali ini suaranya terdengar cemas. Sepertinya tombol panik mulai aktif di kepalanya.

Thom menggeleng pelan. Dia petarung sejati. Monster tidak bertarung dengan ketenangan luar biasa dan kalkulasi matang seperti itu. Dia bahkan bisa melihat pukulan-pukulan lawannya datang, lantas memilih pukulan balasan paling masuk akal untuk menganvaskan musuhnya dalam sebuah gerakan yang amat efisien.

Tidak ada monster seperti itu, pastinya julukan monster tidak cocok dengan wajahnya yang bersih dan bersahabat. Dia lebih mirip aktor tampan china ketimbang dengan para ahli gulat dengan gelar monster. Sebutan itu hanya cocok dengan betapa dinginnya dia menghabisi lawan-lawannya.

"Astaga, hanya tiga puluh detik. Itu rekor KO tercepat, jangan-jangan." Theo menatap jeri ke dalam lingkaran merah. Tempat sang penantang terkapar beberapa detik.

Sang juara bertahan berjongkok, bersama inspektur pertandingan dan anggota klub petarung yang bertugas sebagai tim medis, membantu memeriksa apakah sang penantang baik-baik saja. Seruan-seruan semakin ramai di sekitar. Beberapa tertawa lebar karena menang bertaruh kedua kalinya malam ini.

"Kamu harus berhati-hati, Thom." Theo menepuk pundak Thom sekali.

Thom menolehkan kepalanya kekanan. "Sejak kapan kamu mencemaskanku?" Menatap Theo tak percaya.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Velvet Bloodline   Part 25 : Aneh?

    Pukul 18:00 Kesia berdiri di tepih jalanan kota Oxfordshire, Inggris. Menunggu supir dari Blenheim Palace menjemput dirinya. "Nona Kesia," sebuah mobil merek terkenal menepih. Supir menurunkan kaca. Melirik Kesia sekilas. Memastikan. "Iya" Kesia mengangguk pelan. Pintu mobil terbuka otomatis. Kesia mengangkat koper 20 Inchi miliknya masuk. Duduk di kursi penumpang. Mobil melaju lurus ke depan. Entah kemana tujuannya. Yang pasti bukan Blenheim Castle. Kesia tahu anjing yang dibesarkan oleh keluarga Churchill bertahun-tahun, menggigit majikannya sendiri. Dua jam lalu Kesia sengaja meminta nomor telepon supir yang akan menjemputnya. Lalu ia memberikan nomor tersebut kepada salah satu kenalannya. Dalam hitungan menit kenalannya menemukan pengkhianatan tersebut. Guna mencegah ular keluar dari sarangnya. Ia berpura-pura bodoh. Padahal ia telah merencanakan banyak hal untuk menyelematkan orang paling penting dalam konferensi politik malam ini. Malacy Percy. Kepala keluarga Percy. Or

  • Velvet Bloodline   Part 24 : Aku Tahu Dia

    Thom melangkah masuk. Menyusuri setiap lorong Alnwick Castle. Berjalan menuju ruang makan pribadi keluarga Percy. Di sana ibunya Vivienne tampak sedang menikmati camilannya sambil menonton acara televisi, bersama ipar dan keponakannya. "Paman___kamu mau tidak anggur yang di tanam Oma sendiri?" Sapa gadis kecil berusia sepuluh tahun itu saat melihat kedatangan Thom.Thom mengutipnya sebutir. Mengunyah sebutir anggur tanpa sepatah katapun. Mengambil remote televisi di atas meja. Duduk di sofa tepat di sebelah ibunya. Mengganti siaran televisi menjadi saluran berita internasional. Mengamati seksama setiap berita yang ditampilkan oleh penyiar. Nona Berry. Sepenggal nama yang mengguncang dunia pers selama beberapa tahun ke belakang muncul di layar sepanjang 100 Inchi tersebut. Membawa gosip baru dalam dunia konglomerasi dan elit Global. Berita tentang penembakan massal di Kota Saint Petersburg. Disusul dengan berita perjudian Nayla Wilson. Serta pelecehan sexual yang dilakukan Nath

  • Velvet Bloodline   Part 23 : Tessen

    Tingg____ Peluru yang harusnya menembus kepala Theodor Percy. Berbalik. Terlempar menjauh jatuh ke danau di halaman depan Blenheim Palace. Brukkkkk____ Seorang pria berpakaian serba hitam jatuh dari lantai atas Blenheim Palace ke lantai dasar. Mengejutkan para pelayan yang telah tertidur lelap. Srakkkkk_____ Desingan tessen yang menutup rapat kembali ke tangan pemiliknya. Memekakan telinga semua orang yang berada di sana. Termasuk para pelayan yang berada di lantai berbeda dengan para darah-darah istimewa di lantai utama. Mereka mau protes. Tetapi gadis pemilik tessen itulah yang menyelamatkan nyawa mereka malam ini. Andai ia tidak tiba tepat waktu. Nyawa mereka dapat dipastikan akan hilang sia-sia. Srrrr____ Kipas berbahan dasar besi dari negeri matahari terbit itu kembali terbuka. Tapi dengan suara yang lebih halus dan tidak menyakitkan gendang telinga kali ini. Gerakan mengayunnya lembut, terukur, dan pasti. Menciptakan suara yang lembut dan menenangkan. Sekali

  • Velvet Bloodline   Part 22 : Pewaris Bayangan

    Waw! Satu kata yang berhasil Theo ucapkan saat helikopter tipe Airbus H225 Super Puma tiba di Blenheim Palace Castle. Kekaguman, hanya itu yang bisa di gambarkan dari wajah Theo saat ini. Kemarin malam ia telah terpesona oleh indah dan megahnya Castle of Edinburgh.Hari ini ia dibuat terperangah oleh rumah pedesaan mewah berarsitektur Barok di Oxfordshire, Inggris, yang dibangun untuk Duke of Marlborough pertama setelah kemenangan militernya. Dan masih menjadi rumah keluarga Churchill hingga hari ini, menampilkan arsitektur megah, taman luas, dan berbagai acara serta atraksi. Theo tak pernah mengira jika dalam hidupnya ia memiliki kesempatan berkunjung ke Blenheim Palace, yang merupakan Situs Peninggalan Warisan Dunia UNESCO, dan tempat kelahiran Sir Winston Churchill. Bukan sebagai turis melainkan sebagai tamu terhormat keluarga Churchill pada pertemuan konferensi politik suksesi takhta Prince William of Wales. Saudara jauh keluarga Percy. Malacy mengenalkannya pada orang-oran

  • Velvet Bloodline   Part 21 : Janji

    Thom merogoh ponselnya di saku celana linennya. Mencari kontak Beni disana. Menekan tombol telepon. Melakukan panggilan kepada bawahan kepercayaannya. "Kapan kamu tiba di Britania Raya, Ben?" ucap Thom lemas, tak berdaya. "Pak, anda gila yah? Baru dua hari mustahil tiang tiba di laut utara. Paling cepat tiang bisa sampai di sana 8 hari lagi, itu kalau Opa atau Tuan Liem tidak membelokkan arah kapal." Jelas Beni, mengamati samudra memperhatikan ketinggian gelombang. "Ben, putar balik. Kita ke pelabuhan Sunda Kelapa!" Terdengar dari seberang telepon Opa berteriak memerintahkan bawahan cucunya putar balik ke Sunda Kelapa. Mengubah arah kapal secepat kilat. "Tapi pak?" "Anak itu? Biarkan saja, ayahnya punya banyak kapal pesiar di pelabuhan." Serkah Opa mengabaikan Thom yang tengah menelepon dari seberang sana. "Opa" terdengar suara cicitan, jeritan Thom yang tak jelas dari balik telepon memprotes tindakan semena-mena Opa-nya Mingzhe. Sweater lengan panjang full neck de

  • Velvet Bloodline   Part 20 : Kembali

    Beni menarik napasnya dalam. Mengatur sirkulasi udara di paru-parunya sebaik mungkin. Pak bosnya itu memang diluar nalar. Baru saja ia tiba di pelabuhan Makau. Thom sudah memintanya kembali berlayar ke pelabuhan Sunda Kelapa.Pada awalnya kapal pesiar ini akan dibawa ke pelabuhan Sunda Kelapa. Tapi karena Opa, Om Liem, dan satu sosok penting yang meminta kapal dibelokkan ke perairan laut cina selatan.Maka ia hanya dapat mengikuti perintah sesuai arahan saja. Berlabuh ke perairan laut Cina Selatan guna menjemput bosnya secara langsung. "Sudahlah! Thom! Berhenti bertengkar dengan ayahmu!" sungut Opa yang mulai bosan menasehati cucunya. "Hanya karena perempuan jahanam itu! Kamu bertengkar dengan ayahmu sampai selama ini!" Tuding Opa mengacungkan cari telunjuknya ke wajah cucunya, Thom."Salahnya!" Kilah Thom membela dirinya. "Tidak peduli siapa yang salah! Akhiri keributan ini sekarang juga!" Tukas Opa menghentakkan kakinya, kelantai kabin. Menggeser kaki kanan nya lalu duduk di sof

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status