Share

BAGIAN KE DUA

Keesokan harinya, seperti biasa pagi itu Dion pulang dan langsung masuk ke dalam kamar. Tanpa menyapa Fany, yang sedang menyirami tanaman di depan rumah. Fany yang merasa itu hal biasa, dia pun hanya mengambil sikap cuek. 

Setelah selesai menyirami tanaman, Fany masuk dan pergi ke kamarnya. Di kamar sebelah, terlihat Deon yang sudah bersiap akan pergi lagi. Fany yang tak ingin di bilang sombong, dia pun berusaha menyapa suami sahnya saat ini.

“Mas sudah mau pergi lagi?” tanya Fany sembari berusaha tersenyum.

“Iya, aku mau meeting lagi. Belakangan ini aku memang sedikit sibuk, sebab aku ada proyek baru yang akan louncing bulan ini. Maka dari itu, aku sampai lembur dan tidak pulang. Maafkan aku,” jelas Deon. 

Fany yang mendengar semua penjelasan Deon pun mengerti betul, bagaimana sibuknya suaminya saat ini. Tapi satu hal yang membuat ia begitu terkejut dan heran. Sejak kapan Deon niat sekali menjelaskan semua kesibukannya, bahkan sampai meminta maaf padanya. Seperti suami sungguhan yang menjelaskan ke tidak ada waktunya untuk istrinya.

Siang harinya, Fany dan Caren jalan-jalan di sebuah mall, yang ada di kota itu. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama sudah sejak dua tahun yang lalu.

Saat mereka sedang asyik berjalan. Bergandengan tangan dan bermesraan, terlihat seorang lelaki paruh baya sedang memperhatikan mereka. Dia adalah papanya Fany. Seorang pengusaha sukses yang terkenal.

"Sayang, itu papa kamu bukan?" tanya Caren.

"Mana?" tanya Fany balik.

"Itu, yang sedang duduk disana melihat ke arah kita. Sepertinya dia akan marah," ucap Caren sudah bisa menebak akan apa yang terjadi.

"Ahh, sudah biarkan saja. Bukan urusannya. Yang penting kita bisa senang-senang," ucap Fany cuek dan santai. Dia begitu tidak peduli akan papanya. Karena, dia sangat tidak suka jika hidupnya di atur dan di perintah. Dia ingin hidupnya bebas dan tak ada peraturan yang mengikatnya.

"Kamu serius kita tidak masalah seperti ini terlihat oleh papa kamu?" tanya Caren lagi meyakinkan.

"Iya, sudah ayo pergi. Sudah tidak nyaman kita di sini,” ucap Fany.

“Lebih baik, kita cari hotel untuk bersenang-senang. Mau?" tanya Caren.

Dengan yakin, Fany langsung menjawab iya, dengan cara ia menganggukkan kepala sembari tersenyum manis.

"Ayo, itu yang aku suka dari kamu. Go!!" ajak Caren dengan senang hati. Namun saat mereka akan beranjak pergi, tiba-tiba...

"Fany!!!" panggil Marcel, ayahnya Fany.

Marcel, adalah ayah Fany bos besar perusahaan sebuah produk yang menguasai seluruh kekayaan yang ada di kota itu dan di belahan dunia. Dia berumur empat puluh lima tahun. Dia sengaja menjodohkan anaknya dengan Deon. Karena dia sudah tahu sekali, bagaimana kelakuan anaknya saat di luar rumah. Dia sudah begitu malu menahan omongan orang-orang kantor atau pun rekan bisnisnya. Bahkan terkadang, ada juga rekan bisnisnya itu yang sudah pernah bermain dengan anaknya sendiri.

Sebab itulah, dia menjodohkan anaknya kepada Deon, dan bersyukur Deon mau menerima Fany sebagai istrinya. Sebenarnya arti bermain, suka jalan dengan banyak pria. Tapi yang dia cintai hanya Caren. Caren adalah seorang seniman ternama. Tapi ayahnya Fany tak menyetujui akan hubungan mereka. Karena bagi Marcel, seorang seniman adalah seorang yang tak bagus kepribadiannya. Dan juga tak terjamin hidupnya.

Tapi Marcel salah, tak semua seniman sama. Mungkin yang ia temui adalah seniman yang bergaul bebas. Sedangkan Caren, bebas tapi masih ada batasan baginya. Dia melakukan hubungan intim, juga baru pertama kali saat hari pernikahan Fany dan Deon.

Dia begitu frustasi, hingga wanita jalang lah yang menjadi sasaran tempat pelampiasannya. Dan itu hanya sekali, kemudian dia melakukannya lagi bersama Fany. Dan dia juga yang mendapatkan keperawanan milik Fany.

Saat Marcel memanggil Fany, tak sedikit pun Fany menghiraukannya. Dia berusaha pergi dengan menarik tangan Caren yang sedang bersamanya.

"Fany tunggu!!" teriak Marcel lagi dengan emosi. Tetap saja, Fany tak menghiraukannya. Akhirnya Marcel sedikit mengejar dan menarik tangan Fany dengan kencang. Saat Fany telah berbalik arah kehadapan papanya, tiba-tiba...

"Plak..!" Marcel menampar pipi mulus anaknya itu hingga memerah dan mengeluarkan darah di sudut bibirnya.

“Anda...” ucapan Caren terputus.

“Jangan ikut campur, ini urusan saya dengan anak saya,” peringatan bagi Caren.

"Papa!!!" bentak Fany pada Marcel.

"Kenapa papa selalu berkehendak seperti yang papa mau. Aku ini manusia, bukan robot yang bisa selalu melakukan apa pun yang papa inginkan. Dan aku juga bukan budak atau pun asisten papa yang bisa papa perintah dengan sesuka hati papa!!" bentak Fany dengan marah dan kesal. Pipinya sakit, dan dia juga malu di lihat dengan semua orang seperti itu.

"Kalau kamu tidak ingin papa bermain kasar sama kamu, pulang sekarang. Atau," belum lagi sempat Fany menyelesaikan ucapannya, Fany langsung membantah begitu saja.

"Atau apa? Atau papa mau aku pergi dari rumah papa dan tidak kembali pulang lagi, iya?" tanya Fany dengan amarah.

"Fany, jaga ucapan kamu!!" bentak Marcel.

"Kenapa? Papa malu di lihat dengan teman-teman bisnis papa, iya? Aku sudah capek terus-terusan ikuti maunya papa. Tapi, sekali pun papa tidak pernah memikirkan perasaan aku. Papa selalu memikirkan uang, uang, dan uang," jelas Fany.

"Aku sudah turuti kemauan papa, dengan menerima perjodohan aku bersama Deon. Bahkan aku merelakan segalanya, demi menikah dengannya. Jadi, biarkan aku bebas seperti yang aku mau. Jangan halangi jalan kebahagiaan aku. Please papa," ucap Fany dengan menyatukan tangannya di depan dadanya.

Marcel pun hanya bisa terdiam. Lalu Fany, beranjak pergi dengan menggandeng tangan Caren. Tanpa memperdulikan lelaki yang saat itu sedang menatapnya. 

Saat Fany berjalan tepat di depan pintu keluar, Deon yang sejak tadi menatap kelakuan Fany terhadap ayahnya pun sedikit geram. Dia menahan tangan Fany, untuk pergi.

“Mau kemana?” tanya Deon.

“Bukan urusan anda tuan Deon,” jawab Fany.

“Broo, bisa lepaskan tangan pacar aku?” tanya Caren berusaha.

“Dia istri sah saya. Saya yang lebih berhak atasnya,” ucap Deon.

“Jangan sok berlagak jadi suami yang benar ya. Kita juga sudah ada kesepakatan untuk hidup masing-masing. Jadi anda tidak ada hak melarang saya pergi dengan siapa pun,” cetus Fany.

“Tapi Fany, papa,” ucapnya terputus. Deon melakukan ini, hanya demi sang papa mertua. Dia begitu menghormati Marcel. Sebab, sejak kecil dia sudah tidak memiliki ayah. Dan ibunya meninggal, saat ia sedang merintis usahanya yang telah sukses saat ini.

“Lepaskan tangan saya, atau saya tidak akan pernah pulang dan kembali ke rumah yang penuh kebohongan suami istri tak sungguhan,” ancam Fany.

Dengan terpaksa, Deon melepaskan genggaman tangannya. Dan melepaskan tangan Fany. Lalu tanpa berlama-lama, Fany dan Deon langsung pergi begitu saja meninggalkan tempat itu.

---***---***---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status