Share

BAGIAN KE EMPAT

Matahari sudah terbit, cahaya mulai masuk ke dalam ruangan kamar hotel mereka berdua.

Perlahan Fany membuka matanya dan menyesuaikan cahaya sampai benar-benar bangun.

Badannya terasa sedikit pegal karna pergulatan semalam.

Fany turun dari ranjang dan memakai sandal khusus di kamarnya. Kemudian berjalan menuju kamar mandi tanpa busana.

Fany menggeliat kemudian mengisi bathub untuknya berendam.

Fany mengambil handuk dan melilitkannya, lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.

"Glekk!! Glekk! Glekk!" Fany menenggak air putih di gelas hingga habis.

"Aaahhh.. aku kehabisan cairan hahaha!!!" Fany tertawa sambil mengusap mulutnya kemudian kembali ke kamar mandi.

Fany mulai masuk ke dalam bathub yang sudah di penuhi air dan busa. Fany mulai berbaring setengah duduk dalam bathub dan membiarkan air dan busa itu melahap tubuhnya. Setidaknya ini membuat tubuh pegalnya sedikit relax.

Fany mulai menggosok tubuhnya dengan busa-busa yang berlimpah. Sesekali Fany bernyanyi dan meniup-niup busa di tangannya. Fany tampak sangat ceria pagi ini.

"Kreeeekk!!" suara pintu dibuka.

Fany memalingkan wajahnya menuju pintu yang terdengar di buka, Fany celingukan dibalik pintu kaca.

"Berani sekali kamu mandi lebih dulu!" ucap Caren gemas.

Caren kemudian ikut masuk ke dalam bathub yang sedang merendam tubuh Fany.

Mereka saling berhadapan, kaki mereka bertemu di dalam air dan mulai bermain nakal.

"Apa sekarang kau menginginkan service ku lagi, sayang?" tanya Fany.

"Aku menginginkannya saat aku membuka mata, tapi aku tak menemukanmu," kesal Caren.

Fany menekuk kakinya dan mendekatkan wajahnya, dengan cekatan Caren langsung menyambar bibir manis Fany.

"Mmmmphh" Ciuman mereka saling membuat masing-masing terbuai.

Setelah selesai mandi, mereka pun berencana akan pulang.

Namun tidak dengan Fany, dia sedikit enggan untuk pulang. Apa lagi jika nanti bertemu sang papa. Namun, karena bujukan dari Caren yang menyuruhnya agar pulang. Fany pun menurut pada kekasih hatinya itu.

Setelah sampai di depan rumah, Fany pun pamit pada Caren untuk pulang dan berpisah dengannya sementara. Tak lupa mereka saling menyatukan bibir mereka dan berpelukan. Lalu, Fany turun dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya. Lebih tepatnya rumah Deon.

Saat masuk ke dalam rumah, di sana sudah ada sang papa yang menunggu ke pulangnya.

“Dari mana saja kamu. Pergi berdua sama musisi itu sampai semalaman tidak pulang. Apa kamu tidak menghargai sama sekali suami kamu ini Fany?” tanya Marcel dengan nada tinggi penuh emosi.

“Cukup pa, jangan terus-terusan aku yang di salahkan. Coba papa tanya pada Deon, apa ada dia menghargai aku sebagai istrinya, tidak pa. Kenapa aku tidak boleh mencari kebahagiaan aku sendiri, sedangkan Deon boleh. Apa aku harus terus berada di rumah ini seorang diri, sedangkan Deon sepanjang hari terus berada di luar. Entah apa yang dia lakukan di luar sana, kita juga tidak tahukan. Jadi tolong pa, biarkan aku bebas dan biarkan aku mencari jalan untuk kebahagiaan aku sendiri,” jelas Fany.

“Deon di luar rumah itu untuk bekerja, mencari uang. Apa kamu fikir, tanpa dia usaha begitu keras kamu bisa hidup enak dan serba mewah seperti ini, tidak Fany. Dan jika Deon tak menerima kamu menjadi istrinya, mungkin saja kita sudah jadi gelandangan sejak beberapa bulan lalu. Tapi karena dia, kita masih bisa menyelamatkan usaha dan perusahaan kita. Kita itu berhutang banyak sama Deon,” ucap Marcel.

“Yang berhutang itu papa, bukan aku. Aku ini bukan barang yang bisa kalian jual atau pun beli sesuka hati kalian. Dan aku ini bukan robot, yang bisa selalu nuruti semua perintah kalian. Aku capek jika harus hidup terus-terusan seperti ini. Hidup di rumah mewah dan seraba ada, tapi macam tinggal di penjara atau pun neraka dunia,” cetus Fany. 

Setelah itu, dia pergi begitu saja masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Marcel, begitu syok mendengar ucapan dari anak semata wayangnya. Lalu Deon mendekat ke arah Marcel terjatuh dan menangis. Dia begitu tidak menyangka akan mendengar kata-kata yang tidak pantas. Deon berusaha menenangkan papa mertuanya itu. Dia sangat mengerti akan apa yang di rasakan oleh Marcel.

---***---***---

Sudah satu minggu setelah kejadian itu, Fany dan Caren tidak bertemu. Bukan tak ingin, tetapi Caren sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota.

Hari kepulangan Caren satu hari lagi. Dan pagi itu, Deon menyempatkan diri untuk sarapan berdua bersama istrinya itu. Sudah cukup, dia selama ini terlalu sibuk dan tidak menyempatkan diri untuk menemani sang istri itu.

"Fan, kamu tidak sakitkan?" tanya Deon. Karena, terlihat wajah Fany yang pucat dan tidak bergairah.

"Tidak kok, kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Fany balik.

"Kamu pucat Fan. Kamu makan teraturkah? Kamu benar tidak lagi sakitkan?" tanya Deon berusaha perhatian.

"Tidak Deon, aku tidak sakit," jawab Fany.

"Sudah ayo makan. Nanti jadi dingin sarapannya," ajak Fany.

"Ya tuhan, kenapa rasanya kepalaku sakit sekali ya. Melihat makanan ini, perut aku juga jadi mual. Kenapa ini?" tanya Fany dalam hati.

"Ayo makan," ucap Deon. 

Dengan terpaksa, Fany makan dan memasukkan sepotong roti dalam mulutnya. Namun, hal yang di sembunyikan malah terjadi.

"Uweekkk..." Fany muntah saat roti masuk ke dalam mulutmu.

"Fan, kamu kenapa?" tanya Deon.

"Aku tidak tahu, perut aku tidaj enak sekali. Mungkin karena efek hormonku lagi tidak bagus. Haid juga jadi lambat. Makanya jadi seperti ini," jawab Fany.

"Benar karena hormon? Kamu tidak pernah melakukan hal yang anehkan Fan selama aku jarang pulang," tuduh Deon.

"Kamu ngomong apa sih? Tidak mungkinlah aku melakukan hal itu. Kamu ini, ada-ada saja," bantah Fany.

"Ya sudah kalau memang tidak ada, aku bersyukur. Sekarang kita ke rumah sakit ya. Biar haid kamu lancar lagi," ajak Deon.

"Tidak perlu, aku sudah beli obat kemarin," jawab Fany.

"Tapi kamu..."

"Krinngggg..." suara ponsel Deon.

"Bentar ya," ucap Deon.

"Halo... Ya, baiklah saya akan segera ke sana," Ucap Deon dengan orang yang ada di ponselnya.

"Fan, kamu istirahat ya. Aku ke kantor dulu. Ada klien aku datang. Tidak apa-apa kan?" tanya Dante.

"Iya, kamu pergi lah. Aku akan istirahat saja," ujar Fany.

"Kamu jaga diri, kalau ada apa-apa langsung kabari aku. Ya Fan..." tutur Deon dengan menangkup kedua pipi Fany. Fany merasa canggung awalnya, tapi biarkanlah.

"Iya, aku akan hubungi kamu kok," lalu Deon pun pergi.

Setelah kepergian Deon, Fany langsung masuk ke kamar dan mengambil tes pack. Dari dua hari lalu, dia sudah curiga akan hal itu. Tapi dia belum yakin, jika belum tes.

Dan setelah di tes, hasilnya adalah....

---***---***---

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status