Tiga bulan kemudian ..
Di Desa yang masih kental dengan hawa asrinya, rumah Uwa Nawi itu keadaannya masih tetap seperti sewaktu Yatri kecil, rumah papan dengan atap seng jadi bahan utamanya.Di usianya yang masih berusia 25 tahun, Yatru sudah menyandang status janda beranak dua. Kendati demkian, dia sudah cukup bahagia dengan keadaannya yang sekarang. Anak-anaknya pun demikian, lebih ceria meski tanpa Ayah. Di tempat lain, terdengar kabar bahwa mantan suaminya sudah menikah lagi dengan Sinta.Dia tak mempedulikan itu, kebebasan dari kungkungan pria seperti Galang adalah anugerah terbesar. Selama melewati masa iddah, Yatri tak pernah mendapat nafkah adri Galang, bahkan pria itu tidak pernah menggubris kedua anaknya.Tok! Tok! Tok!"Yatri!" Ada suara menyeru dari luar.Yatri sedari tadi membuat kue pesanan dari temannya, bergegas membuka pintu. Di balik pintu itu, ada Bu RT memasang wajah panik.
"Yatri, Uwa Nawi dan Difa kecelakaan mereka ada di puskesmas sekarang," unar Bu RT.
Deg!
Tubuh Yatri bak di sambar pertir, kakinya serasa tak berpijak lagi di bumi. Dia langsung ke kamarnya untuk mengambil dompet dan kartu identitas kesehatan Difa.Tak ada lagi waktu untuk berganti pakaian, hanya daster kuning melekat di tubuhnya, serta rambut panjangnya di kuncir."Aku titip Kesan, Bu," ucap Yatri yang segera menuju ke puskesmas.Sejak pagi tadi Uwa Nawi dengan Difa ke pasar, sampai siang hari mereka tak kunjung pulang, ternyata ojek yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan.Setibanya disana, Yatri langsung ke IGD, mencari dengan membuka beberapa tirai, dia menemukan Uwa Nami yang tergeletak lemah. Uwa Nami hanya ceder .ringan, kaki dan tangannya hanya tergores di aspal."Uwa .." Lirihnya."Iya, Nak. Uwa tidak apa-apa," sahut Uwa berambut ikal itu.Sementara Difa tak ada di ruangan itu, buat Yatri merasa gelisah lagi. Kemana putri sulungnya itu? dia menghampiri salah satu suster yang lewat."Sus, anak saya korban kecelakaan motor dimana sekarang?" tanyanya dengan nafas yang tersengal-sengal."Anak perempuan itu di rujuk ke rumah sakit melia, Bu. Soalnya lukanya sangat parah, kami tidak punya alat yang memadai disini, " jawab Suster yang masih magang itu.
Yatri bergegas lagi mencari ojek, dia menuju ke rumah sakit melia yang ada di kotanya. Di perjalanan, air matanya tak henti menetes memikirkan putri sulungnya itu.
Saat tiba di rumahsakit, dia menuju ke resepsionis, menanyakan keberadaan Anaknya.
"Ada di ruangan sana, Bu," sahut wanita cantik itu yang menujukkan ruangan IGD pula.Saat Yatri ingin ke ruangan tersebut, wanita itu mencegatnya."Tapi, Bu. Kata dokter, anak ibu harus di operasi, jika tidak kami tidak bisa menjamin keselamatan ibu. Kepalanya terbentur di beton, Bu." "Iya, saya setuju untuk operasi." Tanpa ada pikiran lain lagi, dia hanya ingin keselamatan Difa."Baik, Bu. Isi datanya, trus apakah anak ibu punya jaminan kesehatan?""Ada."
Dengan tangan yang bergetar, Yatri mencari kartu jaminan kesehatan diselioan di dompetnya."Ini, Bu. Kartu kesehatan anak saya beserta data dirinya, ini Kartu keluaragaku yang lama, belum diperbaharui," Yatri yang menjelaskan kehadiran nama Galang sebagai kepala keluarga di KK mereka.Tanpa membacanya, Yatri langsung menandatangani surat jaminan itu. Pikirannya sudah buntu. Soal biaya dia mempercayakan pada kartu jaminan kesehatan itu. Satu hal yang ia tahu, keselamatan Difa utama.Yatri menuju ke IGD, dari balik pintu kaca, dia melihat anaknya terbaring, tubuhnya dilumuri darah. Rasanya Yatri ingin masuk ke dalam memeluk anaknya, tapi suster melarangnya sebab Difa masih dalam penanganan dokter.Air mata Yatri tak henti meluap, merasa gagal menjaga anaknya, mengapa mengizinkan Difa ke pasara bersama Uwa Nuri? batin Yatri menggema.
"Maafin Ibu, Nak," lirihnya sembari melihat anaknya dari kejauhan.
*********************
PT. GLOBAL INDO,Siang hari di ruangan dingin itu, ada seorang pria yang masih serius menatap layar laptopnya. Mengamati perkembangan pabrik kayunya yang berkembang pesat. Bibirnya tersenyum miring, ada rasa kepuasan dihatinya, karna mampu menjalankan perusahaan mendiang Kakeknya itu dengan baik. Semua berkat kerja kerasnya, tanpa ada bantuan dari Ayahnya ataupun kedua saudara tirinya.Ada yang mengetuk pintu. "Hm, masuk,"ujarnya.Kenop pintu terputar, dibaliknya ada Asisten pribadinya yang berwajah oriental, dia Gerald."Pak Rexa, ini dari sekertaris Risa, ada yang harus bapak tanda tangani," kata Gerald sembari menyodorkan map biru itu.
"Ok, bila ini selesai, siapkan aku private jet, kita ke Bali malam ini." Kata Rexa.
"Buat apa, Pak?" tanyanya Gerald."Buat apa lagi? party lah," tukas pria berwajah blasteran Indo-Prancis itu.Gerald tersenyum, malam ini mereka akan party lagi. Bosnya memang sangat mengerti kebutuhan karyawannya, setelah berjibun seminggu dengan urusan kantor.
"Baik, Pak. Saya antar kan dulu ke Risa," pamit Gerald mengambil map biru itu.
"Ok, tapi ingat, sediakan aku lagi bidadari tercantik malam ini," titah Rexa.
"Baik, Pak.""Esst, seperti biasa, yang aman dan kwalitas yang baik." Rexa menambahkan syarat-syarat yang seperti biasa bila harus menyewa calon bidadari malamnya.Geral keluar dari ruangannya. Rexa menyandarkan kepala di kursi kebesarannya sebagai direktur utama.
Di usia yang 30 tahun, Rexa sudah mendapatkan semua yang diinginkan, jabatan, harta, dan bisa membeli wanita manapun. Hanya satu yang tak ingin ia lakukan, yaitu menikah. Dia tak ingin menghabiskan waktunya dengan ikatan pernikahan yang rumit baginya.
Pernikahan di mata Rexa adalah bualan untuk orang-orang yang munafik. Sebab mengikrarkan janji suci dihadapan Tuhan, tetapi malah ada yang mengkhianatinya. Sehingga pria memiliki tinggi 180 cm itu tak menginginkan adanya pernikahan, toh, dia bisa melampiaskan hasrat birahinya lewat ladies yang bisa dibiuskan uang.
Rexa tak pernah sekalipun serius dengan wanita manapun, semua hanya tentang nafsu dan uang saja. Mencintai baginya hal tabuh untuk dijadikan syarat dalam hidupnya yang sudah sukses ini.
Padahal, diluar sana banyak yang berharap menjadi pendampingnya, wajah tampan serta tubuh proposional sangat membuat wanita ingin memilikinya, termasuk Risa sekertarisnya.Risa sudah lima bulan menjadi sekertaris di PT.GLOBAL INDO, ada rasa yang menyelinap dihatinya pada direktur yang cuek itu. Banyak hal yang sudah ia lakukan demi menarik perhatian Rexa, namun pria bertubuh kekar itu tak pernah mau meliriknya.
Rexa melirik jam tangannya, hari ini dia tidak akan pulang ke rumah, melainkan akan terbang langsung ke Bali. Dia tak ingin moodnya malam nanti dirusak oleh omelan Ayahnya dan Ibu tirinya yang kerap kali memanaskan kuping.Di tambah lagi, ada dua saudara tirinya yang tak pernah akur dengannya, itu semua karna persoalan harta yang lebih jatuh ke tangan Rexa ketimbang mereka cucu tiri.Dua hari kemudian, Rexa dan Yatri kembali ke rumah sakit tahanan. Meski saat itu Yatri sedang mengalami fase mual, namun tak mengurungkan niatnya ingin menjaga Bu Anne."Sayang, seharusnya kamu itu di rumah, istirahat, kasihan bayi kita," ujar Rexa."Tidak, aku akan menemanimu kamu, oh ya, para keluarga korban tigak diantara mereka menyetujui itu, hanya dua lagi harus kita bujuk," papar Yatri.Rexa tak menyangka istrinya bisa sekuat itu melakukannya, dia terharu lalu memeluk Yatri."Maafkan keegoisan kami," ucapnya."Yang, seharusnya ini yang kita lakukan semenjak bulan yang lalu," sahut Yatri. Meski ia tahu tindakan itu malah akan beresiko.Bu Anne siuman, Rexa masih tetap menjaganya dari luar. Suster segera menghampiri Rexa untuk memberitahu keadaan maminya."Bu Anne sudah siuman, Pak. Sepertinya dia ingin bicara dengan anda," kata suster itu.Rexa masuk seorang diri di ruang ICU, dia menda
Malam telah tiba, Rexa meringkuk di balik selimut dengan Yatri. Ada banyak obrolan yang mereka perbincangkan termasuk kondisi Bu Anne."Kabar Ibu bagaimana?" tanya Yatri. Dia tahu Rexa tak membahas kasus Bu Anne karena menjaga perasaannya."Dia baik-baik saja," sahut Rexa. Dia berusaha agar Yatri tak dapat menebak kondisi kekhawatirannya.Namun bukanlah seorang istri namanya bila tak memiliki kontak batin, Yatri sangat tahu bahwa suaminya sedang berbohong. Semenjak penangkapan Bu Anne, sebagai menantu dia pun merasa kasihan pada mertuanya, tetapi jika dia mengeluarkan Bu Anne dari penjara, apakah dia dan keluarganya akan tetap baik-baik saja? ia pikir, belum tentu.Yatri pun juga tak tega melihat suaminya seringkali menyembunyikan kesedihan. Meski berat, namun kebahagiaan pasangan ingin ia utamakan."Sayang, kita bantu mami ya, supaya hukumannya lebih ringan, maksudku kita buat keluarga almarhum karyawan ku
Hari itu Rexa menghadiri sidang maminya, saat itu Yatri tak ia perbolehkan ikut, karena ia tahu maminya akan memberontak bila melihat Yatri bersamanya.Di persidangan, jaksa membacakan tuntutan yang cukup menggemaskan untuk Bu Anne, mendengar itu Rexa bergetar, meski ia sudah menyiapkan tim pengacara hebat buat maminya akan tetapi hukum akan tetap berada di jalan keadilan.Bu Anne berdiri dari kursi terdakwanya, dia menentang semua yang dibacakan oleh jaksa."Itu semua bohong, saya hanya di jebak oleh Asdar, dia otak dalam ledakan itu."Rexa sangat malu dengan tingkah maminya, para pengacara Rexa saat itu mencoba menenangkan Bu Anne.Setelah semua lebih tenang, hakim memutuskan untuk menunda lagi persidangan hingga minggu depan. Rexa menghampiri maminya, tetapi Bu Anne malah membuang wajah."Mami jangan lain kali begitu, itu hanya akan memberatkan Mami," ujar Rexa. Tapi Bu Anne yang masih marah p
Bu Wanda dan Ray kembali ke rumahnya, Ray yang masih khawatir karena rencana pernikahan itu belum diketahui oleh Randy."Kok kamu dari tadi diam?" tanya Bu Wanda.Ray menghela nafas berat, "Bu, kita sudah melangkah sejauh ini tapi kak Randy belum Ibu beritahu, emang Ibu yakin kakak bakalan tidak menolak?"Bu Wanda hanya tertawa lalu berlalu ke kamar Randy. Baginya hari itu waktu yang tepat untuk mengatakan pada anak sulungnya itu. Saat itu Randy baru saja dari restauran miliknya, kedua perawat laki-laki bersama Randy sibuk memeriksa denyut nadinya."Ibu mau bicara sesuatu," kata Bu Wanda.Kedua perawat itu keluar dari kamar Randy, Bu Wanda mengambil ponselnya lalu memperlihatkan ke arah Randy."Bagi kamu dia cantik tidak?" tanya Bu Wanda memperlihatkan gambar Hani yang tadi siang."Itu 'kan Hani, Bu. Iya, dia cantik," sahut Randy bersikap biasa-biasa saja."Dia calon istri kamu, dan min
Yatri belum bangun, tapi Rexa telah bersiap-siap untuk keluar rumah secepatnya. Dia tak ingin pertanyaan semalam membuat beban pikiran pada istrinya. Rexa akan berusaha menjaga agar istrinya tidak terlibat lagi sama urusan Bu Anne. Dia menganggap, maminya yang salah sepenuhnya pada orang-orang disekitar Yatri.Setiba di kantor polisi, Rexa menuggu Bu Anne di ruang kunjungan. Bu Anne di gotong oleh dua aparat kepolisian."Mami," gumam Rexa. Dia menahan air matanya agar tak menangis didepan maminya.Bu Anne memandang anaknya penuh amarah. Dia membenci Rexa karena membiarkannya mendekap didalam penjara."Mami sudah makan? Rexa bawakan makanan untuk Mami," ujar Rexa mencairkan suasana tegang diantara mereka.Bu Anne malah mendorong makanan itu hingga jatuh ke lantai."Saya tidak butuh makanan dari anak durhaka sepertimu!"Rexa mengusap wajah dengan kasar, memang hati perempuan yang melah
Bu Wanda datang menemui Ray di kantornya, dia menceritakan keinginannya menjodohkan Randy dengan Hani. Mendengar hal itu, Ray terkejut, bukan tidak setuju, tetapi takut bila Hani tidak mencintai kakaknya dengan setulus hati."Yang benar saja, Bu. Jangan bikin perkara baru deh, apalagi Hani itu adik angkat Kak Rexa," ujar Ray."Ibu juga sudah memikirkan itu, tapi apa salahnya, toh Hani juga suka sama kakak kamu, lagipula kita 'kan ingin mempererat tali kekeluargaan."Ray terdiam, menolak pin dia tak memiliki sepenuhnya hak. Menikahkan kakaknya dengan Hani cara yang ia anggap rumit. Bagaimana bisa perempuan cantik seperti Hani mau menikahi pria yang sedang berjuang melawan penyakitnya."Terserah Ibu lah, tapi jangan sampai ide Ibu hanya buat kak Randy jadi tambah sakit," kata Ray. Dia tak ingin kakaknya merasakan patah hati untuk kesekian kalinya lagi."Kalau begitu antar Ibu ke rumah Rexa, kita akan bi