Aku melenggang pergi dari ruangannya aku berjalan kearah toilet. Di sana aku menangis aku luapan rasa lelahku.
“Maaf saya, Nara,” ucap sang pemilik yang terdengar menyesal. Kurang lebih satu tahun ini pemilik cafe diam-diam memperhatian Nara dan sudah satu tahun ini juga ia memendam rasanya pada Nara. Farhan Dirgantara ialah pemilik cafe tersebut sekaligus sahabat kecilnya Reza.
Setelah berpamitan dengan semuanya, aku ga tau harus kemana lagi. Aku hanya lelah.
Disini lain Reza sedang tersenyum kemenangan melihat Naranya menderita karnanya. Ia melihat wajah gadisnya yang keluar dari cafe milik Farhan dengan wajah yang sangat cape.
Dddrrrttttt ddddrrrrttttt
Telefonku berbunyi, aku melihat siapa yang menelefonku dan ternyata perawat kamar mama.
"Suster Anez," gumamku sambil mengklik tombol hijau.
"Halo sus," ucapku yang dengan suara serak.
"Nara segera ke sini ya, kondisi mamamu semakin memburuk," jawabnya tergesa-gesa. Aku merasakan detak jantungku berdetak dengan sangat cepat.
Aku langsung berlari kencang menembus derasnya hujan yang mengguyur kota Seoul menuju halte bus namun, tidak ada satu pun bus yang berhenti, pikiranku semakin kacau.
Tin tin tin
Aku mengarahkan pandanganku ke depan. Aku melihat mobil mewah berwarna hitam.Reza menurunkan kaca mobilnya dan tersenyum padaku.
"Naik!" Reza tersenyum dalam hati.
aku hanya menatap bingung padanya. Kenapa bisa ada di sini?
“Dia ngikutin aku?” pikirku. Aneh aja rasanya ia bisa di sini.
Akhirnya Reza memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan menghampiri aku lalu menutupi kepalaku dengan jasnya dibuat kaget atas tindakan pemuda itu. Kenapa bisa sepeduli itu pada Nara.
“Kenapa masih ga naik? Ga denger tadi saya ngomong apa? Kamu budeg?” ujarnya datar membuatku berdecak kesal.
Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan memasuki mobilnya tanpa bertanya-tanya lagi. Aku sudah sangat lelah.
“Gadis pintar,” gumamnya sambil tertawa kecil.
“Mau kemana kita?” Tanya Reza sambil menyalakan mesin mobilnya.
“Mama.”
“Baiklah tuan putri.”
Aku jadi merinding mendengarnya.
Reza langsung menjalankan mobilnya membelah jalanan kota Seoul.
“Menangislah sayang atas penderitaan yang telahku buat hari ini. Akanku buktikan kalau kamu memang benar membutuhkan bantuanku,” batin Reza seraya menaikan alisnya satu dan tersenyum miring.
Aku semakin kalut dengan semuanya ini, kenapa semuanya terjadi di hari yang sama?
Diperjalanan tidak ada yang membuka suara satu pun, Aku yang sedang kalut dengan pikirinku sendiri sedangkan Reza lagi memikirkan aksinya untuk hari besok.
“Ada tisu pake aja,” ujar Reza sambil satu tangannya membuka dashboard mobilnya. Ia menaruh kotak tisunya pada pahaku. Aku mengambil beberapa tisu dan bertanya ke Reza.
“Aku boleh buang ingus?” tanyaku ragu. Jujur aku malu tapi ini mendesak.
Reza hanya menanggapinya dengan satu anggukan.
“Beneran? Gapapa? Ga jiji nantinya?” tanyaku mulai was-was.
“Ga.”
“Keluargamu aja sudah menjijikan,” batin Reza.
Aku mengeluarkan ingusku walaupun malu tapi mau gimana lagi.
“Makasih,” ucapnya sambil melihat ke arahnya.
Saat melihat Reza hanya ada satu kata yang terlintas dalam benakku ‘ganteng’ itu aja.
“Saya ganteng saya tau,” ujarnya fokus Reza saat menyetir sangatlah serius.
Sesampainya di rumah sakit aku bergegas ke kamar mama tanpa memperdulikan adanya Reza saat ini.
Ting
Reza melihat pesan masuk dan tersenyum miring.
“Sedikit lagi,” ujarnya seraya mematikan mesin mobilnya dan berjalan menghampiri Nara.
Reyhan A : Semua aman tuan.
Aku menerobos kasar pintu ruangan mama.
Brak!
Kosong tidak ada siapa-siapa.
“Mama?” aku melihat sekitar ruangan mama sudah kosong tidak ada siapa-siapa. Aku menekuk kaki ku lemas. Tidak tau harus berbuat apa, rasanya mau mati.
Reza melihat Nara yang sudah lemas hanya tersenyum kemenangan dan berjalan menghampiri Nara.
“Mama hiks…kemana hiks…”
“Hey, ayo bangun,” Reza memegangi pundakku dan membantuku berdiri tapi aku terlalu cape, sampai akhirnya Reza menggendongku ala bridal style. Aku yang diperlakukannya seperti itu tidak bisa lagi memberontak.
Reza menurunkan tubuhku di sofa dan memenangkan aku yang berada di dalam bidang datarnya, tangisnya begitu pilu terdengar. Reza menepuk-nepuk pelan pundakku sesekali juga ia mengelus rambut ku.
“Nara…sayang,” aku mengalihkan pandangan ku ke sumber suara dan ternyata suara itu.
“MAMA!” aku berlari menghampirnya dan memeluknya sangat erat, aku keluarkan semua rasa capeku sama mama.
“MAMA NARA CAPE!” Teriakku dalam pelukannya.
Sedangkan mama hanya menatap Reza. Mata mama Nara seperti mengartikan ia sedang memohon ampun pada Reza namun, Reza hanya tersenyum smirk.
Aku melepaskan pelukan ku dan menatap mama. Aku sangat rindu sama pelukannya.
“Mama gapapa? Mama kemana tadi? Mama tau ga kalau Nara sayang mama!” ucapku yang langsung menghamburkan pelukanku, mama membalas pelukanku. Aku mengeratkan pelukannya.
“Mama gapapa sayang, seharusnya kamu berterima kasih sama nak Reza,”ujarnya sambil menyekat air mataku.
“Reza?” beoku sambil mengerutkan dahi.
Mama hanya mengangguk dan mencium pipiku. “Pemuda di belakangmu.”
Aku menolehkan dan ternyata Reza sudah berada di sampingku sambil tersenyum. Aku tersentak kaget melihat dia yang sudah berada di sampingku.
“Namanya Reza,” gumamku sambil melihat Reza.
Flashback On
Saat Nara meninggalkan Reza sendirian di kantin, Reza berjalanan kearah kamar mama Nara. Reza melihat Sherlie mama Nara yang sedang menatap kosong.
“Nyonya Sherlie,” panggil Reza yang membuyarkan lamunan Sherlie.
Reza berjalan mengahmpirinya seraya membenarkan tuxedonya. Sherlie menatap takut yang datang padanya.
“Reza Malviano…”ucapnya sambil mengeratkan selimutnya.
“Masih kenal rupanya,” Reza yang mendudukan bokongnya di kursih samping brankar.
“Apa kabar nyonya?”
“B-baik ka-kamu sendiri?” Tanyanya balik pada Reza. Reza hanya mengangguk sebagai jawabanya.
“Sangat baik setelah suami mu menghancurkan keluarga ku.”
“Aku hanya menginginkan putrimu,” ujar dengan tapapan tajam.
“E-engga jangan, jangan putriku dia tidak tau apa-apa. Aku mohon,” mohon mama Nara sambil memegang tangan Reza namun, langsung di tepis kasar.
“Aku hanya mau itu,” ucapnya sambil menaikan alisnya satu.
“Jual putrimu padaku, maka kita akan impas. Jika tidak…” ucap Reza menggantung.
“Jika tidak?”
“Jika tidak akanku buat hidupmu dan hidup putri kesayanganmu akan menderita sama seperti keluargaku.”
Sherlie hanya bisa menangis pilu sambil memikirkan nasib putrinya nanti jika bersama dengan Reza.
“Akanku bawa putrimu bersama denganku hari ini, dan pikirkan baik-baik ucapan saya tadi.”
Reza bangkit dari duduknya untuk menyamakan tingginya. “Pikirkan baik-baik jawabanmu,” ujarnya langsung berjalan keluar. Sedangkan Sherlie menangis frustasi seraya menarik kasar rambutnya. Ini adalah karma dari perbuatan suaminya di masa lampau.
“Aku harus berbuat apa! Tuhan.”
"Rey, tetap awasin Nara!" Titahnya seraya mengepal kuat.
"Jadi kamu menganggap ini hanya bercanda ya," monolognya. Reza berjalan keluar rumah sakit dan memasuki mobilnya untuk kembali ke perusahaannya.
Flashback Off
“Mama kenal dari mana?” Tanyaku yang mulai kebingungan.
“Kita bisa bicara sebentar ya sayang? Nak Reza bisa keluar sebentar,” Reza hanya mengangguk paham lalu melenggang pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Aku menoleh ke Reza yang tiba-tiba terpaku dengan ucapanku barusan, apa aku salah ngomong tadi? Kenapa dia tiba-tiba diam? Malahan sekarang yang menjadi bingung sendiri.“Reza? Kamu kenapa?” aku menyerngit kebingungan, aku takut kalau ucapakan aku salah.Reza berusaha untuk menutupi sikap gugupnya agar tidak ketahuan kalau ia sedang panik. “Ah, gapapa,” ujarnya yang berusaha tenang.“Beneran?” aku hanya ingin memastikannya lagi kalau ia benar-benar tidak apa-apa dengan ucapanku yang barusan. “Iya.” Reza menambah kecepatan mobilnya tiba-tiba perasaannya berubah menjadi tak tenang.“Tapi…” ucapku yang mulai terdengar mulai getir, sesak rasanya ingin mengatakan ini.Reza menunggu kelanjutan dari Nara, ia sedikit melirik ke arah samping dan mendapati gadisnya yang sedang mengepal erat hingga berubah warna kulitnya men
Aku terbangung sekitar pukul 08.00 aku merasakan pegal di bagian leher saat aku menoleh ke samping aku mendapati Reza yang tengah tertidur pulas, tangan kecilku mengusap rambut tebalnya lalu beberapa kali menyibak rambutnya dengan lembut, aku menghembuskan napas lelah dan mencoba untuk duduk perlahan-lahan agar tidur Reza tidak terganggu gara-gara pergerakan aku. Aku usap air mataku yang tiba-tiba menetes, semua beban yang berada dipundakku sudah terlalu banyak dan aku tidak sanggup untuk menahan semuanya.Semua kejadian yang aku alami sudah cukup membuatku hampir gila, aku melihat pergelangan tangan kiri yang hampir penuh dengan goresan cutter hanya goresan itu membuatku merasa lebih baik dan tenang.Kehidupanku jauh dari kata baik, semuanya aku punya sudah hancur berkeping-keping, semua yang aku sayangin sudah tidak ada lagi. Apa kehadiranku membawa kesialan bagi keluargaku sendiri?Isak tangisku semakin lama semakin k
Flashback OnSaat memasuki ruangan dokter, tangan dokternya terulur untuk berjabat tangan tapi Reza enggan melakukan itu dan langsung duduk, tatapnnya begitu dingin. “Katakan.”“Apa nona suka minum obat tidur dengan dosis yang tak seharusnya dianjurkan, tuan?” ujar Rafa selaku dokter yang menanganiku .Reza terdiam sejenak. “Maksudnya?”“Baik, tadi ada anak buah tuan yang memberi obat ini, saat kami melakukan pengecekan dan menyatakan kalau obat ini adalah sebagai obat penenang dan obat tidur,” jelas Rafa yang memberikan beberapa merk obat yang biasanya aku minum.Reza terlihat sangat kebingungan dengan penuturan dokter Rafa, ia mencoba meraih obat tersebut lalu mencium aromanya. Reza sangat tahu dengan aroma obat ini, obat yang biasanya orang tersayangnya minum hingga sudah tiada. “Mama,” lirik Reza dalam batin.
Sedang si pengirim pesan misterius lagi tertawa kemenangan, Ia makin ga sabar untuk membuat Reza menderita atas aksinya setelah beberapa tahun ia mencoba untuk sabar dan memilih waktu yang tepat.Reza Malviano selaku CEO dari MaLvi Company, ia mempunyai banyak kekuasaan atas jabatannya pemilik perusahaan dan CEO. Kekuasannya yang membuat Reza bertindak semaunya tanpa takut ada yang menuntutnya sekali pun, ia sudah kebal dengan para musuh-musuh di luaran sana.Kekuasaanya yang membuat semua orang harus mau ga mau bertunduk dan berlutut pasrah padanya. Reza sangat berpengaruh dalam bidang bisnis segala cara akan ia lakukan untuk berhasil dan memenang tender. Walau ia tau itu akan melanggar aturan tapi seorang Reza Malviano tidak bisa diperintah dengan siapa pun.Reza hanya bisa memerintah tapi tak bisa diperintah.Itulah julukan yang ia dapatkan.Ada banyak perusahaan ternama yang
Sekarang dirinya bingung harus berbuat apa untuk Nara percaya sepenuhnya pada Reza. Setibanya di kantor, Reza menyuruh Reyhan untuk menemuinya di ruangan pribadi, Reza. Di perusahaanya Reza memiliki dua ruangan yang berbeda dan berbeda pula fungsinya tidak bisa sembarangan orang bisa meyelinap masuk.Tok tok tok tok“Masuk.”Reyhan menghela nafas. “Ini pasti masalah, Nara?” duganya.“Iya.”“Ada apa nih?” tanya Reyhan seraya mengambil toples kacang almond.Plak!“Punya gue,” Reza memukul tangan Reyhan yang hendak mengambil harta bendanya. Reyhan mendengus kesal. “Yailah pelit.” Reza ga akan ngebiarin siapa pun mengambil kacang almondnya, baginya kacang almondnya adalah moodbosternya.“Gue bingung sama diri gue sendiri…&rdqu
Aku membawakannya teh hijau hangat, air hangat, minyak kayu putih, dan kompresan air hangat. "Reza jangan bobo dulu," aku menggoyangkan pundaknya."Kamu ngikutin apa yang aku suruh ya," pintaku seraya menyibak rambut tebalnya."Kalau aku ga bisa?" tanyanya polos. Aku terkekeh geli, ternyata ini sifat aslinya.Aku membantunya untuk duduk namun, dia hanya senyam-senyum ga jelas. "Kamu minum ini pelan-pelan ini panas, ya," aku mengambil gelas teh hijau lalu di kasih ke Reza."Huh! Nara ini panas," ucapnya sambil mengibas-mengibas tangannya ke mulut."Ahahahaha kamu ih. Kan aku suruh apa? Pelan-pelan, Reza.""Kamu cantik..." godanya."Hmm." Ia memajukan bibirnya dengan ekspresi marah. Aku yang melihatnya jadi gemas sendiri."Apa kamu marah? Aku ga mau tolongin kamu lagi," ucapku yang seolah-olah dibuat marah.