Share

Tamu Cantik

Dia melihat padaku, bangkit berdiri, tersenyum dan memberi salam dengan menundukkan kepalanya singkat. Kenapa ia bisa santai menghadapiku, sementara aku langsung panas dingin gara-gara kedatangannya. Apakah ia sedang meninjau istana yang akan jadi singgasananya? Seketika aku takut dan berharap semua yang ia lihat hanyalah keburukan, sehingga ia tak berhasrat merenggut apa pun dari kami.

Mengerahkan segenap kekuatan yang ada, kuingin tegar menghadapi apa pun sebagai konsekuensi tanggung jawabku sebagai istri, ibu, serta menantu yang membuat mertuaku bahagia di ujung menutup mata. Aku tak boleh lemah ataupun goyah, karena kebahagiaan anakku dipertaruhkan. Juga demi wasiat mertua agar aku bertahan menghadapi setiap cobaan.

“Maaf mbak, aku datang pagi-pagi sekali. Bisakah kita bicara sebentar? Ini penting,” pintanya dengan suara yang merdu mendayu.

Sekar Diandrasukma memiliki semua yang diinginkan seorang pria pada wanita. Bagaimana aku bisa mencegah Mas Danu berhenti mencintainya, jika wanita itu begitu memesona?

“Maaf kamu siapa dan mau bicara apa?” tanyaku pura-pura bodoh. Menantangnya untuk mengungkapkan jati dirinya sendiri.

“Aku Sekar mbak, teman Mas Danu. Ada hal penting yang sebaiknya aku sampaikan langsung kepada mbak, demi kebaikan mbak juga.”

Kebaikan apa? Tidak ada kebaikan jika itu ancaman! Apakah Mas Danu tahu kekasih gelapnya terang-terangan mengunjungi istri sahnya?

“Mbak bisa duduk dulu. Aku enggak enak ngomongnya kalau Mbak berdiri terpaku seperti itu.” Seolah dia tuan rumah yang berhak memerintah. Namun bodohnya, aku menurut. Perlahan-lahan mendekat dan duduk di sofa, di sampingnya. Lalu bisa kucium aroma bunga yang begitu harum dan memabukkan menguar dari tubuhnya. Aroma yang sama, yang melekat pada baju suamiku belakangan ini.

“Kenapa kamu datang kemari? Apa maksud kedatanganmu?” tanyaku dengan suara bergetar.

Tatapan prihatin ia berikan, seakan aku pengemis yang butuh sedekah darinya. Tidak! Aku tak boleh kalah sebelum berjuang. Wajah Mas Danu yang sangat kucintai membayang. Terlihat duduk di belakang wanita itu, lalu tangannya melingkar lembut di pinggang Sekar. Mereka seolah bersekutu untuk meminta restu dan menyuruhkan mundur tanpa perlawanan.

“Mbak tahu, Mas Danu berselingkuh di belakang Mbak Laras?”

Aku menggeleng. “Suamiku sangat baik pada kami, wajar banyak yang iri ingin memilikinya juga. Ia begitu perhatian dan penuh cinta. Malam-malam kami begitu indah dan sempurna. Kenapa kamu memfitnah Mas Danu-ku? Tak senangkah dirimu melihat orang lain bahagia?”

Sekar terperanjat mendengar penuturanku. Tak menyangka mendengar jawaban seperti itu. Aku ingin mematahkan keoptimisannya. Melumpuhkan rasa percaya dirinya. Meskipun aku tak bisa mengubah keputusan Mas Danu, namun aku bisa berikhtiar mengubah perasaan wanita itu terhadap suamiku.

“Tidak mungkin! Mbak berdusta!” elaknya sambil menggelengkan kepala dengan raut tak percaya.

“Kenapa tidak mungkin? Apa kamu tahu apa yang terjadi di dalam kamar pasangan suami istri? Jika memang Mas Danu tidak memiliki hubungan cinta yang baik denganku, mana mungkin buah hati kami lahir di tahun pertama pernikahan? Dan kami juga masih punya bayi yang belum genap 2 tahun. Mungkin sebentar lagi, aku akan melahirkan anak ketiganya. Karena Mas Danu ingin memiliki banyak anak dariku,” kataku berdusta untuk mencegah pencuri merampok habis harga diri ini.

Hilang harga diri istri jika seorang suami menceritakan betapa istrinya tak menarik hatinya. Bahwa istrinya tak bisa memuaskannya. Bahwa istrinya, wanita yang tak layak mendapatkan cintanya. Aku ingin mempertahankan harga diri, setidaknya di depan wanita yang tak punya malu, yang telah menjalin cinta dengan pria yang telah berkeluarga.

“Danu selalu bilang, ia tak mencintai istrinya. Selama ini Mbak hanya dimanfaatkan olehnya. Sejatinya ia telah memiliki kekasih sejak kuliah. Hingga sekarang, Danu masih berhubungan dengan orang tersebut. Mbak telah terdaya pada cinta palsunya.”

“Kenapa kamu menyebut nama suamiku seperti itu. Suaramu terdengar marah."

"Aku tak suka melihat pria mempermainkan hati wanita!"

'Siapa yang hendak kau bela? Aku? Atau kepentinganmu? Sandiwara apa yang hendak kau bangun? Padahal engkau sendiri yang tengah menginjak-injak martabat pernikahan. Kau bertamu bak malaikat, padahal telah berbuat jahat.' Umpatku dalam hati.

"Percayalah, Mas Danu telah berselingkuh. Mbak bisa mencari buktinya," ulangnya untuk mempengaruhiku.

"Kamu bisa bilang begitu pasti karena sudah punya buktinya kan? Jangan-jangan kamu punya hubungan terlarang dengan suamiku? Ah, tak mungkin seorang cantik nan anggun, serta terlihat cerdas seperti Mbak mau berzina dengan suami orang bukan?” tanyaku untuk menyudutkannya.

Aku yakin dia tak akan mengakui perbuatan hina yang setaraf dengan perbuatan pelacur. Di saat banyak pria lajang yang rela mengantre untuk melamarnya, untuk apa ia justru merendahkan diri menjadi pelacur cinta?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status