Hai, pembaca terkasih. Ini karya pertama saya di GN, jika berkenan berikan komentar dan GEM ya, agar author semakin semangat menulisnya. Salam penuh cinta ❤️ Dari Kak Nana :)
"Awh! Sakit Ma!" Rani mengaduh kesakitan kala kepalanya ditempeleng Mirna barusan.Mata Mirna melotot keluar, melihat putri sulungnya itu mengatakan hal yang tidak-tidak. "Makanya jangan aneh! Jelas-jelas namanya di situ Talitha!"Bibir Rani mengerucut tajam seketika sambil mengusap sebentar kepalanya. "Ish, tapi memang wajahnya mirip Naila, Ma. Coba Mama lihat," katanya sambil menunjuk ke arah televisi.Bukannya melihat ke televisi, Mirna malah menarik napas pendek kemudian menatap tajam Rani. "Iya, iya, tapi itu bukan Naila. Lagipula tidak mungkin Naila memiliki wajah dan tubuh yang cantik seperti itu!" "Bisa saja itu benar Naila, Ma!" protes Rani, menyampaikan praduganya. Dari segi postur tubuh dan warna kulit begitu serupa dengan Naila. "Ck!" Mirna berdecak kesal sesaat, sebab Rani kekeh pada pendiriannya. "Waktu mama mencari Salem di perusahaan kemarin, mama pun mengira model itu Naila, karena tanda lahirnya sangat mirip dengan Naila," jelas Mirna cepat.Mata Rani berkedip-
Netra Ali melebar seketika. Lantas dengan cepat mendorong dada Shakira. Shakira terhuyung ke belakang sesaat sambil mengukir senyum kecil. "Shakira, ini di depan umum?" Ali berkata sambil melototkan mata. "Hehe, maaf Sayang, aku lupa." Shakira melempar senyum pada James sekilas. Dia sangat senang kala melihat rencananya berhasil sebab Naila baru saja keluar dari ruangan. Saat ini James tengah tertawa pelan, mendengar perkataan Shakira barusan. "Astaga, Shakira, intim yang aku maksud bukan seperti itu, lucu sekali kamu!" seru James diiringi tawa lagi setelahnya. Para model pun ikut tergelak. Melihat sikap Shakira yang kelewat batas, Ali hanya mampu membuang napas kasar. Perasaannya mulai tak nyaman mulai merasuk jiwanya karena baru saja berciuman dengan Shakira. Pandangannya pun langsung tertuju ke depan, Naila tak terlihat lagi. 'Kemana Naila?' Kedua mata Ali celingak-celinguk menelisik keberadaan Naila. "Shakira, Tuan Ali, ayo kita lanjutkan kembali biar cepat selesai, bukanka
"Tuan Ali!"Perhatian Ali dan mitra bisnis sebanyak enam orang di ruangan VIP restoran teralihkan, kala Roni berdiri, dengan jarak dua meter, memanggil namanya tiba-tiba.Ali melayangkan tatapan tajam ke arah Roni karena telah berani menghentikan sekretaris dari perusahaan Mb-Group memaparkan rencana kerjasama antar perusahaan. Dengan takut-takut Roni menghampiri Ali. Dia baru saja mendapatkan sebuah pesan singkat dari Santi, mengatakan bahwa Naila masuk ke dalam wilayah Lio, singa putih peliharaan Ali. Roni memberanikan diri' merendahkan tubuhnya lalu mulai berbisik di telinga Ali. "Tuan, maafkan aku menyela, Santi baru saja memberitahuku kalau Nona Naila masuk wilayah Lio sekarang."Ali bangkit berdiri sambil melebarkan mata, terkejut. "Apa katamu?! Dia masuk wilayah Lio?"Melihat reaksi Ali, sekarang para mitra di ruangan tampak heran, termasuk Jackson, salah satu mitranya yang hadir malam ini juga. Dengan raut wajah khawatir, Roni mengangguk cepat. Ali mengalihkan pandangan sek
"Naila!"Tanpa menanggalkan pakaian, Ali meloncat ke dalam sungai dan menelisik Naila. Beruntung sekali malam ini cahaya rembulan begitu terang sehingga membuatnya tak kesulitan mencari Naila yang tak sadarkan diri lagi sekarang. Matanya melebar kala melihat tubuh Naila mulai bergerak masuk ke dasar sungai. Dengan sekuat tenaga Ali berenang berusaha menggapai Naila. Tak butuh waktu lama, Ali berhasil membawa Naila kembali ke permukaan dan menyeretnya ke tepian sungai kecil tersebut. "Roar!"Belum juga keluar dari sungai, Ali dikejutkan keberadaan Lio yang ternyata masih di sekitarnya. Beberapa menit sebelumnya, berbekal senter dan jejak tanda kaki Lio, ia dapat menemukan keberadaan Naila. Roni dan para penjaga sengaja tak Ali bawa karena takut Lio akan murka. Sebab Lio sangat sensitif dengan orang asing. Tadi Lio melihat Naila di tepi sungai sama matanya celingak-celinguk ke sana kemari. Ali hampir saja dimangsa Lio. Namun, ketika Ali mengeluarkan suara dan mengertak Lio. Hewan itu
"Apa kamu mau aku yang membuka pakaian basahmu itu?" Ali bertanya dengan raut wajah datar.Naila meneguk ludah berkali-kali sembari menggelengkan kepala dengan cepat. Dia malu, sebab untuk pertama kalinya satu ruangan bersama Ali. Air mengalir perlahan dari ujung rambutnya tiba-tiba membuat Ali terlihat begitu seksi. Naila tersipu malu, lantas dengan cepat memalingkan muka ke samping. Sekarang, Naila dapat merasakan jantungnya berdetak amat cepat. Ali mampu membuatnya tak dapat menarik napas saat ini. Pria itu memiliki daya tarik tersendiri, sehingga berhasil memporak-porandakkan jiwanya sekarang. "Tidak, Al. Iya, aku akan membuka pakaianku sendiri, tapi—""Kamu tenang saja, aku juga mau pergi ke toilet, kalau sudah selesai tutupi tubuhmu dengan selimut. Aku akan mengobati lukamu nanti." Tanpa mendengarkan perkataan Naila, Ali langsung menyela. Dalam keadaan basah Ali pun bergerak menuju toilet.Naila keheranan dan diterpa dilema sekarang, mengapa Ali tidak menyuruh Santi mengobati
Mata Naila terbelalak kala Ali membungkam bibirnya dengan sebuah kecupan. Sementara Ali, dengan mata terpejam menindih tubuh Naila. Sedari tadi dia tak mampu menahan gejolak di dalam hatinya. Wanita ini begitu berbahaya menurutnya, mampu membuatnya melakukan sesuatu di luar kehendak. 'Jangan, hentikan! Argh! Ada apa dengan tubuhku?!' Naila memekik nyaring di dalam hati. Dalam keadaan sadar Naila hendak mendorong dada Ali. Namun, sepertinya otak dan anggota tubuhnya tak selaras sama sekali. Terlebih lagi sekarang Ali melempar cepat selimutnya ke sembarang arah. Naila membeku, dinginnya pendingin AC di ruangan membuat kaki dan tangan mendadak lumpuh. Dalam keadaan mata terbuka lebar, Naila terdiam. Kini Ali memagut bibirnya dengan begitu lembut dan pelan. Naila terbuai, tanpa sadar menutup matanya, menikmati setiap sentuhan yang diberikan Ali saat ini. Ada desiran aneh yang tercipta kala kulitnya dan kulit Ali saling bersentuhan. "Nggh ...."Lenguhan yang lolos dari bibir Naila, mam
"Aku mohon Ali, jangan!" Naila beringsut hendak turun dari atas ranjang. Dia tak mau Ali menyentuh tubuhnya lagi. Meski dia sudah menjatuhkan hati pada Ali. Namun, sampai saat ini pria itu belum membalas cintanya. Naila jelas tahu, kejadian yang terjadi tadi karena hawa nafsu Ali. Melihat pergerakan Naila, mata Ali melotot keluar lalu dengan cepat menahan pergelangan tangan Naila. "Jangan banyak bergerak, Naila!" seru Ali. "Lepaskan aku!" Naila meringis pelan sejenak pundaknya mulai terasa sakit, kakinya pun mendadak berhenti. "Bukankah sudah aku katakan jangan bergerak hah!" Muka Ali mulai memerah. Tanpa banyak kata dia menggendong Naila. Jeritan Naila berkumandang di sekitar tiba-tiba. "Argh! Lepaskan aku, Al! Apa kamu sudah gila! Aku sedang sakit!" Naila berusaha memberontak. Tetapi tubuhnya begitu lemah. Dalam hitungan detik, teriakan Naila lenyap dalam sekejap, saat Ali merebahkan dirinya di atas kasur. "Memangnya apa yang mau aku lakukan?" Dalam keadaan tubuh bagian at
Dua hari kemudian, keadaan Naila sudah terlihat membaik. Seusai perkataan Ali kemarin, hari ini mereka akan kedatangan tamu dari Jepang dan Naila memiliki andil untuk menyambut kedatangan tamu tersebut. Sedari tadi dia tengah sibuk memoles wajahnya agar mirip seperti beberapa bulan lalu. Blush on berwarna gelap, foundation, dan perlengkapan make up lainnya, bertebaran di meja rias sekarang. Naila duduk di depan kaca tanpa menghentikan gerakan tangan. "Wow, pandai sekali Nona make-up hampir mirip. Nona seperti dua orang yang berbeda." Di belakang, Santi berdiri tegap, melihat Naila melalui cermin.Naila tersenyum sekilas. "Ya harus pandai, Santi. Aku pun tak menyangka skill make-upku bertambah."Santi menyentuh kedua pundak Naila dan berkata, "Ya, itu hasil kerja keras Nona selama ini, Nona keren sekali. Aku harap Tuan Ali dapat segera jatuh cinta dengan Nona."Mendengar nama Ali disebut, wajah Naila sedikit muram. Selama dua hari ini dia jarang berjumpa dengan Ali. Karena Ali sibuk