FAZER LOGINAlbert sangat bahagia saat Aryana memberi tahu bahwa Alvonso mengizinkan mereka tinggal di rumah sendiri. Pria itu langsung membawa Aryana meninggalkan kediaman Handaryana keesokan harinya.
Albert membawa Aryana ke apartemennya. Tidak sampai dua puluh menit, mereka tiba di apartemen.
“Karena kita tidak di kediaman Handaryana, kita akan tidur terpisah,” ucap Albert begitu mereka memasuki apartemen.
Albert berhenti di depan kamarnya, lalu dia menunjuk ke pintu kamar yang berdampingan dengan kamarnya. “Kamu tidur di kamar itu.”
Aryana menelan kembali kata-kata yang hendak dikeluarkan saat Albert memasuki kamarnya sendiri, lalu menutup pintu kamar dengan kasar. Untuk beberapa saat Aryana menatap kamar Albert dengan tatapan sayu sebelum masuk ke kamar yang akan ditempatinya.
Di dalam kamar, Aryana menangis tersedu-sedu. Melampiaskan rasa sesak yang menghimpit dadanya. Kebahagiaan yang Aryana harapkan usai pernikahan hanyalah sebuah angan.
Albert mengetuk pintu kamar Aryana. “Aryana, kita perlu bicara. Aku tunggu kamu di ruang tengah,” ucap Albert dengan nada yang tidak bisa dibantah.
“Ya!” jawab Aryana sambil menghapus kasar air mata di wajahnya.
Aryana pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Dia membasuh wajahnya sebelum meninggalkan kamar. Aryana menghampiri Albert yang duduk tegak di sofa tunggal. Aryana mengambil duduk di hadapan Albert.
“Ada apa, Mas?” tanya Aryana pelan.
“Dengar dan ingat baik-baik, kamu jangan pernah ikut campur atau menyentuh barang-barang di rumah ini.”
“Kenapa, Mas?” tanya Aryana cepat. Dia tidak mengerti kenapa Albert bersikap seperti ini kepadanya. “Kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini, Mas? Kita suami istri, tapi kamu seperti tidak menganggapku istrimu.”
Satu alis Albert terangkat tinggi, lalu tersenyum miring seraya mendengkus.
“Kamu pikir, aku menerima perjodohan dan menikahimu karena aku mencintaimu? Sungguh naif sekali.” Albert membungkukkan sedikit badannya ke arah Aryana, sorot matanya menatap tajam Aryana. “Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah menganggapmu istriku.”
“Maksudmu apa berkata seperti itu, Mas?” tanya Aryana yang semakin tidak mengerti dengan ucapan Albert.
“Dengar, Aryana, aku mau menikahimu karena kakek. Karena sebenarnya aku sudah memiliki wanita lain yang sangat kucintai. Jadi berhentilah bersikap seolah-olah kamu istriku.”
Albert tentu tidak akan mengatakan alasan dari tujuannya menikahi Aryana. Jika wanita itu mengadu kepada kakeknya, maka semua rencananya akan gagal.
“Maksudmu, aku hanya istri di atas kertas?” tanya Aryana, suaranya sedikit bergetar.
“Ya. Kamu hanya istri di atas kertas untukku. Jadi, saat kita di luar, berisikaplah sebagaimana seorang istri. Tapi saat hanya kita berdua, kita hidup masing-masing. Jangan pernah mencampuri urusan pribadiku. Paham?”
Dada Aryana berdenyut sakit. Ucapan Albert sukses menikam hatinya. Aryana tidak menyangka Albert mengatakan hal sekejam itu kepadanya. Apa salahnya hingga Albert tega berbuat seperti ini kepadanya?
“Kamu hanya boleh berkeliaran di kamar dan sekitar dapur,” ucap Albert. “Selain tempat itu, jangan pernah menyentuh apa pun. Aku tidak suka ada barang di rumahku ini berpindah tempat, meski hanya seinci.”
Lidah Aryana kelu. Dia benar-benar tidak sanggup mengeluarkan satu kata pun untuk menjawab.
‘Apakah aku sudah salah mengambil keputusan?’ pikir Aryana pilu.
Sedikit banyak Aryana menyalahkan dirinya sendiri yang terbuai dengan kata-kata manis Albert sebelum mereka menikah. Sikap Albert yang hangat sebelum mereka menikah itu semua palsu. Ternyata Albert pria yang tidak memiliki hati.
Aryana tersentak dari pikirannya kala bel apartemen berbunyi.
Albert bangkit dari duduknya dan dengan langkah lebar menuju pintu.
“Sayang!” terdengar suara seorang wanita begitu Albert membuka pintu.
Aryana refleks menoleh ke arah pintu. Di mana seorang wanita berpakaian seksi memeluk Albert dengan sangat erat. Begitu juga dengan Albert yang membalas pelukan wanita itu dengan sangat erat. Rona kebahagiaan terpancar di wajah keduanya.
“Aku merindukanmu, Sayang,” ucap wanita itu, nadanya manja mendayu.
“Aku juga merindukanmu.”
Aryana berdiri dan menghampiri mereka berdua. “Mas, siapa dia?”
Albert melepaskan pelukannya, berganti merangkul wanita itu.
“Kamu pasti Aryana, kan?” wanita itu bertanya sebelum Albert menjawab ucapan Aryana.
Aryana mengangguk pelan. “Ya, saya istrinya,” jawabnya, berharap wanita itu tidak mendekati Albert saat mengatakatan bahwa dirinya adalah istri Albert.
Wanita itu mengulurkan tangan kanan. “Kenalkan. Aku Narana Nugroho. Kekasih Albert Handaryana.”
Aryana terkejut. Matanya terbelalak. Dia menatap Narana dan Albert bergantian.
“Mas.” Aryana menatap Albert yang juga menatapnya dengan tatapan malas. “Apa yang dikatakannya itu benar?”
Aroma gosong masakan menyadarkan Aryana dari pikiriannya. Bergegas Aryana pergi ke dapur dan mematikan kompor. Ikan yang dimasaknya sudah setengah gosong.“Ya Tuhan, tolong kuatkan aku menghadapi sikap Mas Albert,” monolog Aryana lirih.Karena ikan yang dimasaknya tidak layak dimakan, Aryana pun memasak ikan baru.Setelah semua hidangan tersaji di meja makan, Aryana pergi ke kamar Albert, memanggil pria itu untuk makan malam.Dari balik pintu, Aryana dapat mendengar samar-samar suara tawa Narana, sesekali terdengar suara tawa Albert. Hati Aryana semakin hancur. Sejak menikah, Albert tidak pernah tertawa saat bersamanya. Jangankan tertawa, tersenyum pun tidak. Kalaupun Albert bersikap hangat kepadanya, itu hanya di hadapan publik dan Alvonso. Saat mereka hanya berdua, Albert bersikap dingin kepadanya.Tidak ingin mendengar tawa Narana yang semakin menyakiti hatinya, Aryana memberanikan diri mengetuk pintu kamar Albert.“Mas, makan malam sudah siap,” ucap Aryana dengan sedikit keras, ta
Seharian Albert menghabiskan waktu bersama Narana, melepas rasa rindu. Seminggu tinggal di kediaman Handaryana membuat Albert tidak bisa bebas menemui Narana. Dia hanya bisa melepas rindu dengan kekasihnya melalui panggilan video.Namun, saat pulang, Albert tidak sengaja melihat Aryana dan Argandara memasuki restoran di dekat apartemennya. Dia geram, bukan karena dia cemburu, tapi karena Aryana berani mengabaikan perintahnya untuk tidak menemui Argandara.Albert sengaja menunggu kepulangan mereka. Cukup lama dia menunggu, tapi Aryana tidak kunjung pulang. Bahkan matahari pun sudah digantikan malam. Akhirnya Albert memutuskan untuk menyusul dan menyeret Aryana pulang. Namun, saat membuka pintu, dia dikejutkan dengan keduanya yang sudah berdiri di depan pintu.“Akhirnya kalian pulang juga,” ucap Albert, suaranya dingin. “Kamu, berani-beraninya keluar dengan laki-laki lain tanpa seizinku?”“Maaf, Mas.” Aryana berkata pelan, kepalanya menunduk. “Tadi aku lapar, tapi tidak ada persediaam m
Narana menatap Albert. Dengan nada manja dia berkata lebih dulu sebelum Albert menjawab pertanyaan Aryana, “Tidak apa-apa, kan, kalau aku memberi tahu dia tentang hubungan kita, Sayang?”Albert menatap Narana dengan senyum lebar. Tatapan mata Albert penuh cinta. “Tidak apa-apa, Sayang. Justru bagus kalau dia tahu hubungan kita.”Hati Aryana sakit melihat sikap Albert yang sangat berbeda kepada Narana. Ditambah kata-kata pria itu, semakin membuat hati Aryana hancur berkeping-keping.Air mata menggenang di mata Aryana. Tanpa kata, dia meninggalkan tempat itu, menuju kamarnya. Dalam kamar, Aryana kembali menumpahkan air matanya. Dipukulinya dadanya yang terasa sesak, seolah-olah ada batu besar yang menghimpit dadanya, membuat Aryana sulit bernapas.Narana menatap kepergian Aryana dengan senyum miring.“Sepertinya istrimu marah pada kita,” ucap Narana, tangannya dia kalungkan ke leher Albert. Dengan sedikit mendongak dia menatap wajah tampan Albert. “Apa kamu lihat air mata yang menggenan
Albert sangat bahagia saat Aryana memberi tahu bahwa Alvonso mengizinkan mereka tinggal di rumah sendiri. Pria itu langsung membawa Aryana meninggalkan kediaman Handaryana keesokan harinya.Albert membawa Aryana ke apartemennya. Tidak sampai dua puluh menit, mereka tiba di apartemen.“Karena kita tidak di kediaman Handaryana, kita akan tidur terpisah,” ucap Albert begitu mereka memasuki apartemen.Albert berhenti di depan kamarnya, lalu dia menunjuk ke pintu kamar yang berdampingan dengan kamarnya. “Kamu tidur di kamar itu.”Aryana menelan kembali kata-kata yang hendak dikeluarkan saat Albert memasuki kamarnya sendiri, lalu menutup pintu kamar dengan kasar. Untuk beberapa saat Aryana menatap kamar Albert dengan tatapan sayu sebelum masuk ke kamar yang akan ditempatinya.Di dalam kamar, Aryana menangis tersedu-sedu. Melampiaskan rasa sesak yang menghimpit dadanya. Kebahagiaan yang Aryana harapkan usai pernikahan hanyalah sebuah angan.Albert mengetuk pintu kamar Aryana. “Aryana, kita p
Selama tinggal di kediaman utama Handaryana, Albert memperlakukan Aryana begitu hangat. Setiap kata yang dia lontarkan begitu lembut. Tentu saja semua itu hanya Albert lakukan saat di hadapan Alvonso atau di depan publik. Namun, saat hanya ada mereka berdua, Albert kembali bersikap dingin kepada Aryana.Aryana tidak memiliki siapa-siapa lagi selain kakek neneknya dan keluarga pamannya, sehingga dia hanya memendam semua yang dialaminya seorang diri. Setiap malam, Aryana hanya bisa mengadu kepada Tuhan dengan linangan air mata.“Kakek, aku ingin mengajak Aryana pindah,” ucap Albert tiba-tiba kepada sang kakek.Alvonso menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuap makanan ke mulut. Begitu juga dengan Aryana yang terkejut, sebab Albert tidak mengatakan apa-apa kepadanya.Alvonso menatap tajam Albert. “Kenapa?” tanyanya dengan suara berat, ketidaksukaan terdengar jelas pada nada bicaranya.“Aku ingin hidup mandiri bersama Aryana, Kek.”“Benarkah? Kamu ingin mengajak Aryana pindah dari
Aryana buru-buru mendekati Albert. Sebelum Aryana bisa menyentuhnya, Albert melangkah mundur, menghindari Aryana.“Mas, kamu salah paham. Aku tidak ada maksud apa-apa.” Aryana dengan cepat menjelaskan kepada Albert, agar suaminya itu tidak salah paham kepadanya. “Aku juga tidak bermaksud mempermalukan ataupun membuat masalah. Malam tadi aku lapar dan makan di luar, kebetulan aku bertemu Arga di rumah makan.”“Alasan!” Albert tidak percaya.Saat Albert terlelap di kamar kekasihnya, dia menerima pesan dari salah satu temannya yang masih menginap di hotel tempat Albert mengadakan pesta pernikahan, dan kebetulan malam tadi temannya keluar untuk mencari angin segar sekaligus makan malam, dan temannya itu tidak sengaja melihat Aryana dan Argandara makan bersama. Mereka terlihat bahagia saat makan bersama. Karena itulah Albert tidak mempercayai ucapan Aryana. Albert lebih memilih percaya dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Albert yakin temannya tidak akan berbohong.“Aku mengatakan yang







