로그인“Bagaimana kabarmu, Nak? Baik-baik saja, kan?”
Suara Citra, Ibunya, membuat Savita menutup mata. Dihela napasnya pelan lalu tersenyum.
“Baik, Ma,” balas Savita. “Aku lagi di sekolahan Kaivan.”
“Loh, Kaivan bukannya ada mobil antar jemputnya dari sekolah kan, Vita?” terdengar suara heran dari Citra.
Savita mengangguk masih tersenyum. Dia senang mendengar suara Ibunya walau dari sambungan telepon. Saat ini dia sedang menunggu di dalam mobil, di depan sekolah Kaivan.
“Iya, Ma. Ada. Cuma aku lagi pengen aja jemput,” balasnya.
Diperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktunya masih jauh dari jam jemput. Masih ada dua jam lagi. Savita butuh keluar dari rumah itu sebab di rumah tersebut ada Gita. Dia sedang tidak ingin bersama dengan Gita satu atap untuk sekarang.
“Kamu belum jawab pertanyaan Mama. Kamu baik-baik aja?”
Senyum Savita memudar. Ditahannya air mata agar tidak jatuh. Mendadak dadanya terasa sakit hingga dia bahkan hampir sulit bernapas. Perlahan, dia membuka kaca jendela mobilnya lalu menjauhkan ponselnya.
“Vita?” Citra masih memanggil lagi. Panggilan yang sangat Savita sukai.
“Ya, Ma,” Savita berdehem. “Vita baik.”
“Kamu nangis?”
Savita menutup mata lalu meletakkan ponsel di pangkuannya. Dia menangis tanpa suara. Berbagai macam pikiran melintasi kepalanya. Dia ingin menceritakan pada Mamanya akan tetapi khawatir kalau nanti malah membuat kepikiran orang tua.
“Mama tau kamu nangis,” ucap Citra lagi. “Kenapa? cerita sama Mama.”
Isakan keluar begitu saja dari bibir Savita. “Enggak, Ma,” balasnya pelan. Ponsel masih berada di pangkuan dengan mode pengeras suara diperdengarkan.
“Capek, ya?” Citra bertanya lembut.
Pertanyaan itu membuat Savita menangis lagi. Benar, dia sangat lelah. Lelah dengan semuanya. Dia ingin menyerah tetapi teringat Kaivan. Dia tidak mungkin meninggalkan Kaivan begitu saja.
“Boleh pulang dulu ke rumah sini.” Citra berkata lembut. “Mama kebetulan masak rendang kesukaan kamu.”
Savita tidak menjawab. Hanya airmata yang dia berikan pada ucapan Citra.
“Jam jemput Kaivan masih lama kan? nanti datang lagi saja ke sekolahnya. Ya?”
“Papa ada, Ma?” Savita bertanya hal lain.
Dia ingin ke rumah orangtuanya tetapi dia tidak sanggup. Dia takut jika pulang ke rumah orangtuanya, maka mereka akn tahu semuanya. Dia tidak ingin melakukan itu.
“Papamu di kantor. Pulang kayak biasa. Malam.”
Savita menghapus jejak air matanya. Dia memerhatikan wajahnya dari kaca spion. Matanya bengkak dan hidungnya merah.
“Kayaknya nggak hari ini, Ma.” Savita berkata pelan. “Lain kali saja aku mampir ke rumah Mama, ya.”
Citra menghela napas. “Iya, nggak apa-apa,” balasnya. “kalau ada apa-apa cerita sama Mama, ya.”
“Iya, Ma.” Savita menjawab pelan.
“Mahendra apa kabar?”
Pertanyaan itu membuat Savita menghela napas. “Baik, Ma.” Bahkan dia menjawabnya dengan ketus. “Sangat teramat baik.” Tambahnya lagi.
Setelah berbincang dengan Citra yang membuat Savita mati-matian untuk menahan diri agar tidak bercerita masalah rumah tangganya, dialihkan tatapannya pada sekolah Kaivan.
Alisnya bertaut ketika melihat kendaraan yang dia kenal berhenti tepat di depan pagar sekolah tersebut.
“Mahendra? mau ngapain dia ke sekolahnya Kaivan?” Savita bergumam sendiri.
kebingungannya berubah kesal saat melihat orang yang bersama dengan Mahendra.
“Gita?” bisik Savita.
Walau Gita memakai topi dan masker, tetapi pakaiannya itu tidak bisa dibohongi. Itu pakaian yang Gita kenakan saat datamg ke rumah pagi tadi.
“Jam jemputnya masih satu jam lagi. Mau ngapain mereka?” Savita tidak lantas turun dari mobil itu. Dia memilih untuk tetap duduk di kemudi seraya memerhatikan.
Savita melihat Mahendra dan Gita keluar dari sekolah bersama dengan Kaivan. Anak itu tampak riang saat digandeng oleh Gita.
Savita mengepalkan tangannya di kemudi. Dadanya bergemuruh. “Mau ngapain mereka? mau ajak Kaivan bolos sekolah?” kemudian tangannya mengambil ponsel. “Aku coba telepon Mahendra.”
Savita mencoba menelepon Mahendra. Dalam dering ketiga, Mahendra mengangkat teleponnya. “Ya?”
“Di mana?” Savita bertanya tanpa basa-basi.
“Di kantor. Kenapa?”
Savita menghela napas. Matanya mengamati Mahendra yang memegang ponsel di telinga.
“Bukan mau jemput Kaivan?” tanya Savita langsung.
“Oh,” balas Mahendra. “Gita yang jemput. Katanya dia mau ajak Kaivan jalan-jalan. Kamu di mana?”
Savita menghela napas. “Di rumah Mamaku.”
Kemudian tanpa basa-basi, Savita menutup teleponnya.
“Kamu sudah bisa bohong, Mahendra.” Savita berkata. Matanya tidak lepas dari Mahendra yang memeluk erat Kaivan dan memasukkan anak itu ke dalam mobil. Bahkan, dia membantu Gita masuk ke dalam mobil. “Demi perempuan itu, kamu korbankan perasaanku dan pernikahan kita.”
Savita mengambil ponselnya lagi lalu mulai menelepon. Dering kedua, telepon diangkat.
“Aku pulang, Ma.” Savita berkata dengan mata berkaca-kaca.
“Ya, Mama tunggu ceritamu.”
“Bi,” panggil Savita. “Buat saya saja smoothiesnya.”Bi Uti meletakkan smoothies di depan Savita. “Silakan, Nyonya.” Bi Uti berkata dengan gugup.Savita mengangguk seraya memasang senyumnya. Setidaknya dia mencoba untuk tersenyum pada Bi Uti.“Oiya!” Gita berseru kemudian. “Mbak maaf ya. Aku nggak buatin kamu sarapan. Aku nggak tau apa yang kamu suka.”Savita melihat Gita dengan mata sedikit menyipit.“Nggak apa-apa.” Savita menjawab kaku. “Saya nggak biasa sarapan berat kalau pagi. Biasanya makan roti saja.”“Oh,” balas Gita. “Rotinya habis, Mbak. Maaf ya.”Savita menahan mulutnya untuk berkata pedas pada Gita. Dia hanya memasang senyum kakunya lagi. Menurutnya, Gita memang sedang menguji emosinya.“Semal
“Sayang, sudah bangun?”Suara berat itu terdengar saat Savita sedang merapikan rambutnya. Savita tidak menjawab. Dia kembali memulas bedak di wajahnya secara tipis-tipis.“Aku tunggu di ruang makan ya. Kaivan sudah bangun juga.”Savita melihat dari balik pintu yang tertutup itu, Mahendra bergerak menjauh. Savita meletakkan bedaknya di atas meja rias lalu menghela napas. Dia teringat kejadian kemarin. Keputusan Mahendra untuk segera menikahi Gita. Pernikahan itu terjadi kemarin di kantor KUA.Savita melihat betapa orang tua Gita begitu senang ketika tahu putrinya akan menikahi Mahendra. Katanya mereka menerima segala keputusan anaknya.Savita menelan ludah. Ditutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menghela napas. Setelah menikah kemarin, Mahendra berkata padanya bahwa dia akan tidur di rumah Gita untuk semalam. Savita tidak bisa berbuat apa-apa.“Beruntung kemarin Kaivan nggak ikut.” Gumam Savita.Kaivan kemarin merengek ingin ke rumah nenek Citra. Savita tersenyum senang menanggap
“Ma, aku pulang, ya.” Savita menyandang tasnya lalu berdiri dari duduknya di ruang makan.“Kenapa buru-buru, Vita? Papamu paling sebentar lagi pulang.” Citra ikut berdiri lalu mengikuti Savita yang berjalan menuju ruang depan.Hari masih pagi. Savita memutuskan untuk menginap di rumah itu. Sepanjang malam, Savita tidak bisa tidur. Mahendra tidak meneleponnya sama sekali dan itu pertanda bahwa Kaivan tidak mencarinya. Savita mengirim pesan singkat semalam. menanyakan kabar Kaivan akan tetapi tidak ada balasan dari Mahendra sampai pagi tiba. Savita menatap sekilas jam tangannya. Pukul 05.30 pagi. “Kaivan kan besok sekolah, Ma.” Savita menjawab ringan. “Aku harus pastikan semua keperluannya lengkap. Kalau nggak begitu, nanti ada yang ketinggalan.” Imbuhnya lagi.“Oh yasudah.” Citra mengangguk paham. “Hati-hati di jalan.”Savita mengendarai mobilnya perlahan. Diperhatikannya Citra melambaikan tangan seraya tersenyum. Tangan Savita terulur menyalakan radio. Suara penyiar radio yang ceri
“Apa kabar, Sayang?” Citra memeluk singkat Savita. Kemudian diperhatikan putri semata wayangnya itu saksama. “Kamu kurusan.”Savita tersenyum tipis.“Dan agak pucat.” Citra kembali berbicara. “Mungkin aku kelelahan, Ma.” Savita berkata pelan tanpa melihat mata Citra. Dia khawatir saat melihat mata Mamanya, maka pertahanannya runtuh seketika. “Yuk masuk.” Citra mengajak putrinya masuk ke dalam rumah itu. Rumah yang ukurannya tidak terlalu besar. Hanya diisi oleh kedua orang tua Savita dan seorang asisten rumah tangga yang mengurusi segalanya. “Mahendra sibuk kerja ya?” tanya Citra saat membawa Savita ke ruang tengah. Savita mengangguk pelan. “Begitulah, Ma. Sibuk.”“Kalau nggak sibuk, ajak kemari. Sudah lama Mama nggak ketemu Mahendra.” Citra tersenyum. “Oiya,” ucapnya kemudian.“Ada apa, Ma?” tanya Savita saat melihat Mamanya seolah teringat sesuatu.“Kamu tau, kan, artis Gita Yohani?” Alis Savita naik. “Kenapa, Ma?” mendadak jantungnya berdebar. Dia takut Mamanya sudah tahu dar
“Bagaimana kabarmu, Nak? Baik-baik saja, kan?” Suara Citra, Ibunya, membuat Savita menutup mata. Dihela napasnya pelan lalu tersenyum.“Baik, Ma,” balas Savita. “Aku lagi di sekolahan Kaivan.”“Loh, Kaivan bukannya ada mobil antar jemputnya dari sekolah kan, Vita?” terdengar suara heran dari Citra. Savita mengangguk masih tersenyum. Dia senang mendengar suara Ibunya walau dari sambungan telepon. Saat ini dia sedang menunggu di dalam mobil, di depan sekolah Kaivan. “Iya, Ma. Ada. Cuma aku lagi pengen aja jemput,” balasnya. Diperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktunya masih jauh dari jam jemput. Masih ada dua jam lagi. Savita butuh keluar dari rumah itu sebab di rumah tersebut ada Gita. Dia sedang tidak ingin bersama dengan Gita satu atap untuk sekarang.“Kamu belum jawab pertanyaan Mama. Kamu baik-baik aja?”Senyum Savita memudar. Ditahannya air mata agar tidak jatuh. Mendadak dadanya terasa sakit hingga dia bahkan hampir sulit bernapas. Perlahan, dia membuka
"Kabar bahagia sekaligus mengejutkan datang dari artis papan atas, Gita Yosani!" suara ceria host acara gosip selebriti terdengar dari layar televisi.Savita duduk memandangi layar dengan tatapan kosong. Ditampilkan potongan video Gita beserta unggahan pernyataan resmi di laman pribadinya."Ya, ini benar-benar mengejutkan. Gita Yosani, artis cantik yang dikenal sangat tertutup soal kehidupan asmaranya, tiba-tiba mengumumkan pernikahan!"Host wanita berpenampilan kasual itu tersenyum lebar, suaranya riang dan ringan."Dalam unggahan tersebut, Gita hanya menulis caption singkat sambil mengenakan gaun pengantin putih. Namun, dia tidak menandai siapa pun. Hal ini tentu saja membuat para penggemar penasaran dengan sosok pria yang berhasil mempersuntingnya."Dua hari lalu, setelah Savita mengizinkan Mahendra menikahi Gita, pria itu langsung mempersiapkan segalanya tanpa menunda. Dan kemarin, Gita resmi mengumumkan pernikahannya di media sosial.Suara host kembali terdengar, "Mari kita lihat







