Bram memekik, "ada apa sayang? Apa ada yang kamu sembunyikan dariku?"
Tangan Sofia masih terikat dasi, sehingga dia tak bisa melawan, "tolong lepaskan aku!" Lirihnya. "Ohh lalu kau bisa menemui pria tadi?" Sofia menggeleng kuat, "tidak, aku berjanji tidak akan menemuinya, kalaupun iya aku akan mengabaikannya!" "Janji?" Sekali lagi ia mengangguk. Bram mencoba untuk percaya, dia juga tidak tega melihat wajah Sofia terus di aliri air mata. Bram melepaskan ikatan dasi di tangannya, dia lalu memeluk Sofia, "Aku mencintaimu sayang! Aku Sangat-sangat mencintaimu! Bahkan aku akan melakukan apapun agar membuatmu bahagia! Kau tau kan, aku melakukan ini itu demi kebaikanmu juga!" "Kebaikan dari mana? Aku sekarang mulai sadar, apa ini yang kuharapkan? Aku bahagia? Pertanyaan bodoh macam apa ini?" gerutu Sofia dalam hatinya. Sofia tersenyum dengan terpaksa, "Iya, aku paham! Mulai sekarang aku akan menghindari apa yang kamu tidak sukai!" Bram mengelus rambut Sofia yang acak-acakan, tak lupa dia menyeka air matanya. "Tetaplah menjadi wanitaku yang penurut okey... Aku tidak ingin terus memarahi mu seperti ini, aku juga tidak mau tapi.... " "Aku tau! Aku tidak akan melakukannya lagi!" Dert... Dert.... Suara ponsel bergetar dari dalam laci, Sofia sontak terkejut, "ponsel siapa yang bunyi?" Tanya Bram sembari mendekati laci yang ada di sudut kamar. "Ehm... Itu, aku lupa memberitahumu sebelumnya, kalau ponsel lamaku sudah bagus sekarang!" "Owh...!" Jawabnya singkat, ia hendak membuka laci, "Ehh jangan di buka!" Sofia menjerit melarangnya. Bram terdiam, dia curiga. Tanpa peduli apa yang Sofia katakan, dia langsung membuka laci, ternyata disana terdapat stok pembalut Sofia. Bram menoleh menatapnya, "kenapa kamu harus sepanik itu sampai wajahmu pucat? Cuma karena kau tidak mau aku melihat pembalutmu ini, atau memang ada yang kau sembunyikan dariku?" Sofia terlihat takut saat ponsel lamanya kini berada di tangan Bram, "please jangan di lihat!" "Kalau kau seperti itu, aku semakin curiga Sayang!" Dia membalikkan ponsel Sofia dan kini terlihat layarnya dengan panggilan masuk yang sejak tadi bergetar. "Leonita? Bukankah dia temanmu?" Seketika mata Sofia melebar, diam-diam dia mengepalkan tangannya, matanya mengeliling seperti dia memang sedang menyembunyikan sesuatu. Bram sadar dengan gelagatnya, "Ada apa?" "Sayang! Please tidak usah di angkat, Leonita pasti menelfon hanya karena tidak punya kerjaan saja!" "Benarkah?" Kepala Sofia Mengangguk-angguk dengan cepat, "Yah... Tolak saja!" Suruhnya. "Baiklah.... " Mendengar persetujuan dari Bram membuat Sofia sedikit bernafas lega. "Halo Sofia!" Tiba-tiba terdengar suara Leon. Ternyata Bram bukan menolak panggilan tersebut, tapi malah menerimanya, ia membohongi Sofia kali ini. Bram tersenyum miring, sementara Sofia yang sangat amat terkejut diatas ranjang hanya bisa membekap mulutnya yang menganga. "Le... " "Shutt... " Dia hendak berteriak, tapi Bram memberi isyarat untuk diam. "Sofia! Apa kau mendengarku? Maaf tadi aku pulang duluan, tapi kamu puas kan dengan pilihanku? Aku yakin malam ini kamu akan semakin di cintai!" Pernyataan yang ambigu itu membuat Bram mengernyitkan alisnya. "Ohh iya... Lain kali, ajak aku makan lagi okay! Jujur sebenarnya aku masih ingin bersamamu tapi aku ada urusan makanya harus pulang lebih cepat!" Lanjut Leon. Tuttt... Bram menutup panggilan itu secara sepihak. Hm... Hahahah... Dia malah tertawa terbahak-bahak seperti seorang psychopath. Sofia ketakutan, dia takut jika Bram akan murka. "Itu... Itu teman aku, namanya Leon dan... Dan dia adalah kembaran Leonita! Aku... Ak... Aku...." Katanya terbata-bata setelah mencari alasan yang menurutnya pas. Plak.... Satu tamparan keras mendarat mulus di wajah sebalah kanan Sofia, "Kau fikir aku bodoh? Kau fikir aku tidak tau kalau Leonita dan Leon itu adalah satu orang yang sama?" Tangis Sofia pecah saat itu juga, "Aku... Aku punya alasan untuk itu!!" "Alasan? Hah... Alasan apa? Kau mau bilang, kalau dia sepupu kamu? Keluarga jauh kamu? Atau apa lagi?" Sekanya dengan kemarahan yang sulit untuk di kontrol lagi. Sofia hanya bisa menangis tersedu-sedu. "Dan satu lagi, apa maksud dia tadi mengatakan itu? Jadi sebelumnya kalian sudah sering bertemu tanpa sepengetahuan aku? Makan bersama, dan apa lagi? Atau kalian juga sudah sering tidur bersama?" Pertanyaan menohok langsung di ajukan olehnya. Sofia beberapa kali menggeleng-gelengkan kepala, "Aku berani bersumpah, aku tidak pernah melakukannya, aku hanya makan berdua dengan sahabatku saja, apa itu salah?" Plakk!! Bram kembali menampar Sofia dengan keras, "Apa aku pernah mengizinkanmu untuk makan bersama pria lain di luar sana?" "Tapi itu sahabatku! Hanya sekedar sahabatan, kalau aku memberi tahumu aku tau kau akan begini, makanya aku menyembunyikannya!" Hahaha.... Dia tertawa keras. "Bagus-bagus, jadi sekarang aku sudah punya keberanian melawanku? Wow... Haruskah aku bertepuk tangan?" Plok... Plokk.... "Aku sangat tidak percaya kau melakukan ini Fi... Aku fikir setelah aku memberikan semuanya untukmu! Perhatianku, uangku dan kasih sayangku, kau tidak akan menghianatiku! Tapi apa ini? Kau menusukku dari belakang?" Awalnya Sofia menundukkan kepalanya, tapi seketika dia mendonggak sambil tersenyum, "Memangnya kenapa kalau aku selingkuh?" Entah apa yang dia fikirkan tiba-tiba kalimat itu keluar dari mulutnya. Bram seketika marah, dia menjambak rambut Sofia, "Ohh! Jadi kamu sekarang mengakuinya? Kau benar-benar wanita jal*ng! Cepat katakan sudah berapa banyak pria yang kau tiduri di luar sana?! Cepat!" desaknya. "Apa kau sangat penasaran? Coba tebak ada berapa?" Dengan gilanya Sofia tersenyum padanya. "Kau... Kau Keterlaluan Sofia!!" Bram semakin memperkuat jambakannya di rambut Sofia, membuat wanita itu meringis kesakitan, seolah-olah rambutnya akan tercabut. "Argh... Aku keterlaluan? Please bukankah itu kamu? Toh jika aku bilang tidak selingkuh kau juga tidak akan percaya padaku! Jadi terserah, aku sudah capek! Kalau kau ingin membunuh ku silahkan saja!" "Tidak segampang itu aku membunuhmu sayangku! Kau terlalu ku cintai untuk ku bunuh! Tapi... Perlahan-lahan saja, jika perlahan-lahan aku sudah bosan maka aku akan melaksanakan keinginanmu. Bram tersebut devil, dia melepaskan tangannya dari rambut Sofia. Bram berjalan menjauh! Tapi dia lagi-pagi melirik kebelakang menatap nanar ke arah Sofia. Tampak wanita itu menangis sesegukan. "Kenapa menangis? Apa kau tidak tega melihatku pergi? Sepertinya begitu... Baiklah, aku akan baik-baik melayanimu sayangku!" Dengan pelupuk mata di genangi air mata, Sofia terkejut mendengar pengakuan Bram, "Tidak! Aku tidak mau... Aku sudah capek Bram! Tolong jangan lakukan itu!" Bram tak peduli, dengan tubuh tanpa busana dia merangkak naik keatas ranjang menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh polos Sofia. "Tenanglah sayang! Tidak baik menolakku! Kali ini... Biar aku yang mendominasi lagi!" Sekali lagi Sofia di jamah dengan begitu kasarnya, tak peduli ada darah di sudut bibir Sofia akibat tamparan keras tadi, Bram malah menjilatnya. Terkadang Sofia berfikir setelah kejadian beberapa hari ini, apakah hanya kematian yang membuatnya bisa tenang? Dia sangat lelah menghadapi hidupnya sendiri.Bram melakukannya beberapa kali, hingga membuat Sofia kesulitan untuk meninggalkan kasur, bagian bawahnya terasa begitu sakit bahkan saat bergerak. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, terdengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi, itu pastinya Bram yang tengah membersihkan diri. Sofia menangis sesegukan, timbul rasa benci pada dirinya setelah perlakuan Bram, mungkin ini yang di namakan dari cinta menjadi benci. Sofia menggertakkan giginya sambil meremas kuat sprei yang ia tindih. Clek... Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, dengan cepat Sofia memejamkan mata berpura-pura tertidur. Bram menatapnya datar kemudian berjalan ke arah lemari pakaian, sepertinya dia bersiap-siap ke suatu tempat. Dengan sangat rapi Bram berpakaian, tak lupa memakai parfume. "Aku pergi dulu! Jangan kemana-mana!" Katanya lalu pergi. Barulah Sofia membuka mata. Ssshh... Ia mendesis saat menc
Bram memekik, "ada apa sayang? Apa ada yang kamu sembunyikan dariku?" Tangan Sofia masih terikat dasi, sehingga dia tak bisa melawan, "tolong lepaskan aku!" Lirihnya. "Ohh lalu kau bisa menemui pria tadi?" Sofia menggeleng kuat, "tidak, aku berjanji tidak akan menemuinya, kalaupun iya aku akan mengabaikannya!" "Janji?" Sekali lagi ia mengangguk. Bram mencoba untuk percaya, dia juga tidak tega melihat wajah Sofia terus di aliri air mata. Bram melepaskan ikatan dasi di tangannya, dia lalu memeluk Sofia, "Aku mencintaimu sayang! Aku Sangat-sangat mencintaimu! Bahkan aku akan melakukan apapun agar membuatmu bahagia! Kau tau kan, aku melakukan ini itu demi kebaikanmu juga!" "Kebaikan dari mana? Aku sekarang mulai sadar, apa ini yang kuharapkan? Aku bahagia? Pertanyaan bodoh macam apa ini?" gerutu Sofia dalam hatinya. Sofia tersenyum dengan terpaksa, "Iya, aku paham! Mulai sekarang aku akan mengh
Bram emosi, dia segera memakai setelan jasnya, "Mau kemana pak?" Tanya sekretarinya yang baru saja datang. "Pulang! Aku serahkan pekerjaanku dulu padamu!" "Tapi pak!" Bram hanya melirik sedikit dan membuat sekretarisnya bergidik ngeri. "Baik pak! Saya akan melakukannya pak Bram bisa pulang!" Bram bergegas kearah parkiran mobil, satu tangannya memegang kunci dan tangan yang lainnya sibuk menelfon Sofia. *** Tiba di apartemen, Bram membuka pintu dengan kesal, "Sofia! Sofi... Kamu dimana?" Dengan tidak sabaran ia mencari kesegala ruangan. Dia juga mendobrak pintu kamar sampai pintu yang tak bersalah itu sedikit rusak, kembali ia mencoba menelfon Sofia tapi panggilannya selalu di abaikan. "Kemana dia pergi?" Saat keadaan yang penuh emosi, Bram lupa jika ada aplikasi pelacak yang ia pasang di ponsel Sofia, barulah ia cepat mengeceknya tapi ternyata dari alat pelacak itu Sofia tampaknya sedang dalam perjalanan kembali ke apartemen. Bram geram, dia mengepalkan kedua tangany
Mereka kembali berciuman cukup lama setelah mengunci pintu kamar, Sofia bahkan kesulitan bernafas sampai beberapa kali mencoba mendorong Bram tapi tidak bisa. Bram lalu menggendong Sofia kearah kasur, mereka berdua berbaring bersama, kembali menindih Sofia sambil terus berciuman. Tiba-tiba Bram berhenti, ia menatap nanar ke arah Sofia, dia bingung, "ada apa?" Ia menggeleng, "Tidak apa-apa!" Bram lalu berbaring di samping Sofia, "yakin? Tidak ada masalah kan? Apa da sesuatu di kantormu?" Bram sekali lagi menggeleng, "Lebih baik kita tidur saja sekarang!" Sofia semakin heran, "Tapi kita baru aja selesai makan! Terus ini baru jam berapa sayang! Ini tidak pernah terjadi sebelumnya! Coba deh kamu cerita sama aku! Siapa tau aku bisa bantu!" "Ck... Kenapa kamu malah terus bertanya? Aku bilang tidak apa-apa! Aku capek, aku mau tidur! Lagian kamu tidak akan bisa membantuku!" Bram Kesal dia memutar tubuhnya membelakangi Sofia, "Kalau begitu kamu tidur saja! Aku akan keluar melanjutka
Bram penasaran apa yang Sofia lakukan di toko baju itu, sebab ini pertama kalinya Sofia mengatakan hal tersebut padanya. Di tempat yang berbeda, Sofia yang begitu kesal dengan penghinaan yang di tuturkan oleh pegawai toko itu segera mengambil beberapa pakaian yang sangat mahal diantara baju yang yang ada di hadapannya. Sofia memegang erat pakaian yang ada di tangannya, "Mbak mau apa? Itu pakaian mahal mbak!""Kamu bilang ini sangat mahal kan? Dan kamu takut aku merusaknya?"Srekkk!! Srekkk!! Dengan sekuat tenaga Sofia menarik baju itu dengan kedua tangannya sampai robek, Mendengar suara sobekan itu para pegawai toko tersebut menatap Sofia dengan tatapan kaget. "Mbak ini apa-apaan sih? Saya kan sudah bilang jangan sampai bajunya rusak! Mbak harus ganti rugi!!" Pegawai itu berteriak pada Sofia. Ia tersenyum smirk, begitu tenang ia menghadapinya, "Kamu tidak tau apa itu attitude ya? umurmu sepertinya masih muda jadi pantas tidak tau artinya, Lain kali sopan sedikit ya dek! Jangan me
Pufhh hahah.... Bram sekali lagi menertawakan Sofia yang masih berusaha untuk turun dari ranjang. Ia melirik wajah cemberut Sofia, "Sini, biar aku menggendongmu!" Dengan cepat, tubuh telanjang Sofia di gendong oleh Bram, ia merona ketika Bram berhasil menyingkirkan selimut yang sejak tadi menutupi tubuhnya. "Ahh turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri!" Bram pura-pura tak mendengarkan, ia mulai berjalan tanpa menatap tubuh polos Sofia, "Diamlah... Kamu tidak mau melihatku marah kan?" Cekamnya. Sofia langsung takut untuk bicara, dia hanya bisa menutupi bagian dadanya dengan kedua tangan. "Tidak perlu melakukan itu, aku sudah sering melihatnya, kenapa baru sekarang kamu malu?" "Bukannya malu! Aku takut kamu.... " "Shut! Aku tidak akan melakukannya, tapi sambil mandi baru melakukannya!" Sofia melotot. Clik!! Ia mendengar Bram baru saja mengunci kamar mandi. Arhhh.... Sofia berteriak di dalam sana, Luka semalam belum sembuh namun Bram kembali memperdalam luka itu. Rasa