Tepat malam ini adalah hari yang penting bagi Lyra. Di dalam sebuah bangunan yang telah ditata dengan megah. Beberapa tamu undangan mulai berdatangan. Lyra berdiri berdampingan dengan sang Kakek, Domini. Kemana orang tuanya?
"Cantik sekali cucuku ini," ucap Domini merangkul Lyra dari samping. "Dari dulu juga cantik, kan?" sahut Lyra terkekeh pelan. Acara itu juga dihadiri oleh Kinan dan Jo. Kedua teman baik Lyra yang tak bisa dipisahkan. Awalnya Jo menolak datang ke acara seperti ini karena dia tak suka sesuatu yang formal. Hanya ada manusia dengan wajah datar dan kesombongannya. "Aku mau Ketemu Kinan dulu, ya," ucapnya meminta izin. "Jangan lama-lama. Acaranya akan segera dimulai." Wanita itu mengangguk kecil dan segera menghampiri temannya. Malam ini Lyra mengenakan dress berwarna merah yang menjuntai sebetas mata kaki. Belahan di sisi kanan menunjukan kaki jenjangnya yang mulus. Menarik perhatian beberapa pria dan mengagumi cucu satu-satunya dari Domini Caisar. "Semoga sukses ya, Ra," sambut Jo merangkul bahunya yang terekspos. Melihat hal itu Kinan langsung menepisnya. "Tangan kamu biasa aja dong!" "Kenapa? Cemburu Lo?" "Ogah banget." "Berantem terus nanti jodoh, loh," goda Lyra pada mereka berdua. "Idih... Amit-amit." Dari dulu Kinan dan Jo memang jarang akur. Selalu ada saja yang diributkan. Menurut Lyra keduanya terlihat cocok namun memang ada hal yang membuat mereka tidak bisa saling menerima. Kinan tidak suka dengan pekerjaan Jo sebagai bartender, sedangkan Jo tak bisa lepas. Tempat itu adalah dunianya, tidak mungkin dia berhenti berkerja sebagai bartender. "Kamu yang tadi siang di mall, kan?" Ketiganya menoleh. Seorang wanita dengan pakaian mewah dan perhiasan yang begitu menarik perhatian. Ya, wanita yang sempat Lyra dan Kinan temui di salon. Wanita itu tak sengaja melihat Lyra berada di sini. Karena acara ini dihadiri para pengusaha sukses sudah pasti dia bukan orang sembarangan juga. "Betul." "Ternyata kamu cucu Pak Domini." Lyra tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Kita belum sempat kenalan, ya? Saya Lyra, dan itu teman saya Kinan." "Jihan," ucapnya menyambut uluran tangan. Dia melirik sekilas ke arah Kinan. "Sayang banget ya harus ketemu kamu lagi." "Ck, ngapain sih ada di sini," gumam Kinan dengan pelan namun masih terdengar. Wanita bernama Jihan itu langsung tersenyum mengejek. "Saya lebih heran orang seperti kamu bisa ada di tempat seperti ini." Disaat keduanya saling sahut, Jo justru kebingungan dengan apa yang terjadi. Ada masalah apa? Namun Lyra memberi kode padanya untuk membawa Kinan pergi lebih dulu. Dia tak ingin acaranya berantakan. "Ki, temenin gue minum aja yuk!" ajak Jonan menarik lengan Kinan. "Apaan sih? Pergi aja sana sendiri!" "Biar gue ga keliatan jomblo." Kinan terlihat pasrah saat dirinya dibawa menjauh. Sebenarnya Lyra juga kurang suka dengan Jihan yang merendahkan temannya. Namun di sini, dia harus bersikap professional untuk menjaga nama baik kakeknya. "Maaf untuk ucapan teman saya barusan." "Kalau saya jadi kamu, sudah pasti cari teman itu pilih-pilih." Lyra tak begitu menanggapi. Ia melihat ke sekitar dan mulai bertanya, "Mbak datang sendiri?" "Saya datang sama suami saya," ucapnya ikut menatap sekitar. "Tadi dia ada di sana. Mungkin berbaur sama yang lain. Lain kali saya harus kenalkan kamu sama dia." "Lain kali ya, mbak." "Lyra!" Domini memanggil cucunya sambil menghampiri. "Acaranya mau dimulai sekarang." Seperti yang diharapkan oleh semua orang, acaranya memang berjalan dengan lancar. Selain Domini yang perfectionist, Lyra juga ingin menunjukan pada semua orang bahwa dia serius dengan usaha butiknya. Selain untuk memperkenalkan sang cucu pada rekan kerjanya, Domini berharap Lyra bisa membangun kerja sama dengan mereka. Belajar darinya untuk memulai bisnis di usia muda dengan jatuh bangunnya. Karena tak ada penerus lain dan Lyra adalah satu-satunya harapan Domino untuk melanjutkan semua bisnisnya di masa depan. Sejak tadi, saat acara dimulai Lyra merasa seseorang memperhatikannya. Wanita itu merasa seorang pria terus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada rasa takut namun belum berani mengatakan pada Kakeknya. "Kamu ini kenapa?" tanya Domini melihat Lyra yang terlihat aneh. "Eh, enggak, kok. Aku mau minum dulu." Lyra berjalan menuju meja yang penuh dengan gelas berisi minuman. Entah sejak tadi dia tak melihat Jo dan Kinan lagi. Kemana mereka? "Selamat malam." Tubuhnya seketika meremang mendengar suara yang berat dari belakang tubuhnya. Perlahan Lyra berbalik, sedikit mendongak melihat wajah pria di hadapannya. "Malam." Pria ini, dia yang sejak tadi memperhatikannya dari jauh. Wajahnya tak asing. Tapi dimana mereka bertemu? Kalau benar mereka pernah bertemu Lyra tak akan lupa. Jujur saja, dia tampan. "Akhirnya kita bertemu lagi," katanya sekali lagi. "Kita pernah bertemu sebelumnya?" Lyra mengerutkan kening heran. "Vee? Kamu lupa?" Lagi dan lagi Lyra menatap wajah itu dengan lekat. Namun yang ditatap menatap balik seolah membiarkan wanita ini mengingat sesuatu. Mata indah itu yang membuatnya tak tenang. Melewatkan tidur semalaman. Berbeda dengannya, Lyra justru merasa gugup. "Tidak apa-apa kalau lupa." Tangannya terulur. "Selamat untuk butiknya. Semoga sukses." "Ma-makasih." Victor tersenyum melihat Lyra yang mematung. Dia berjalan menghampiri Domini untuk mengucapkan selamatnya. Ternyata wanita itu memang benar-benar mabuk hingga tak ingat lagi. Tapi rasanya senang bisa bertemu. Jika malam itu Lyra terlihat menantang, malam ini dia seperti anak kucing menggemaskan. "Sayang... Kemana aja? Aku cariin kamu dari tadi." ***** Acara semalam berjalan dengan lancar. Setelah acara itu Lyra memang tidak kembali ke apartemennya, dia menginap di rumah sang Kakek untuk sehari. Pagi ini wanita itu terduduk di meja makan dengan buah di mangkuk dan jari jemari yang bergerak di atas keyboard laptop. "Laptopmu itu jangan dibawa di meja makan," tegur Domini yang baru saja duduk. "Sebentar lagi, ini penting banget." Cucunya ini tumbuh dengan cepat. Rasanya baru kemarin Lyra masih anak kecil yang menangis ingin boneka. Tumbuh tanpa kasih sayang orang tua, itulah kenapa Domini akan memberikan segalanya untuk Lyra. Dia yang akan menjaganya dan memastikan Lyra berada di tangan pria yang tepat setelah dirinya tiada nanti. "Permisi, Mbak. Tadi ada yang kirim bunga ke depan untuk Mbak Lyra." Seorang satpam membawa sebuket bunga mawar merah dengan secarik kertas di atasnya. "Dari siapa, Pak?" "Saya kurang tau, Mbak. Yang antar ini dari pihak Florist." Lyra segera bangkit dan menerimanya. "Makasih, ya." Siapa yang mengiriminya bunga seperti ini? Tidak ada yang pernah mengirim bunga apalagi ke rumah kakeknya kecuali satu orang. Tapi tidak mungkin karena hubungan mereka sudah berakhir. "Kenapa bingung begitu? Udah pasti dari Harry," celetuk Domini. "Kita udah putus dari lama." Seketika pria itu terkejut. "Sejak kapan? Kenapa ga pernah cerita?" "Aku ga mau bahas dia lagi," gumam Lyra. "Kenapa kalian putus? Kakek udah titipkan kamu sama Harry, ga mungkin dia macam-macam sama kamu. Bukannya kalian sudah membahas pertunangan?" "Tapi dia nyakitin aku. Lagi pula dari dulu selalu Harry yang kakek percaya. Padahal aku cucu Kakek." Dengan kesal Lyra memeluk buket tersebut dan meraih laptop di atap meja, berjalan menuju kamar. Sejak awal memiliki hubungan Harry memang bisa mengambil hati kakeknya. Domini begitu mempercayai Harry karena dia yakin pria itu serius dengan cucunya. Sesampainya di kamar Lyra melempar buket tersebut ke atas kasur. Dia meraih secarik kertas yang terjatuh dan mulai membacanya. Ia kembali penasaran. "Dari Vee." Ya, hanya itu yang tertulis di buket. Tak ada kata lain. Namun Lyra semakin ingin tau siapa Vee sebenarnya. Apa malam dimana dirinya mabuk terjadi sesuatu lebih selain berciuman? Tidak mungkin hanya sekedar ciuman membuat pria itu melakukan hal jauh seperti ini. "Tapi ganteng juga, ya," ucapnya tersenyum membayangkan wajah tampan semalam. Lyra memejamkan mata, entah kenapa membayangkan jika memang ia pernah bercumbu dengan pria bernama Vee itu, membuatnya berdebar. Meski terlihat sudah berada di usia matang namun dia memiliki aura yang terkesan menonjol dari orang lain saat itu. "Kalau Kinan tau ternyata Bapak-bapak yang dimaksud Jo seganteng ini, udah makin heboh dia." Rasanya ia ingin menggoda temannya itu. Lyra terkekeh pelan dan mulai mencoba menelpon Kinan. Gosip di pagi hari memang masih panas. Siapa sangka ternyata pria itu bisa dibilang..... Sugar Daddy."Kamu ngapain di sini?" tanya Lyra ketus. "Aku kangen sama kamu. Kenapa kamu menghindar?" Harry hendak memeluk namun Lyra langsung menepis tangan kekar itu. "Harry, stop! Aku udah punya cowok baru jadi berhenti ganggu aku!" "Siapa? Mana orangnya? Biar aku rebut kamu dari dia." Lyra memejamkan matanya menahan kesal. "Dia udah pergi. Dia yang antar aku ke sini." "Namanya?" "Bisa gak usah kepo?" Wanita itu berjalan begitu saja masuk ke dalam butik. Harry berdecak dan mengikutinya dari belakang. Keningnya berkerut melihat Lyra yang berjalan tertatih-tatih. Apakah wanita ini sudah bermain ranjang dengan kekasih barunya? Namun pikirannya langsung teralih melihat pergelangan kaki yang terlilit perban. "Kaki kamu kenapa?" tanya Harry mensejajarkan langkah. "Gara-gara pacar baru kamu itu? Baru pacaran aja udah KDRT," lanjutnya menggebu-gebu. "Apa, sih? Ga usah bawa orang lain, kamu aja dulu selingkuh." "Aku ga selingkuh." "Tidur sama perempuan lain itu bukan selingkuh?" Lyra mempe
"Lyra Calista!" Kinan mengeluarkan kepalanya di jendela mobil dengan teriakan khasnya yang melengking. Setelah mendapat telepon dari temannya itu dia langsung bergegas kemari. Bahkan melewatkan waktu kerjanya untuk sekedar singgah sebentar. Urusan berita memang Kinan harus jadi nomor satu. Untungnya dia bekerja di perusahaan Kakeknya Lyra sendiri. "Eh, mbak Kinan. Selamat pagi." "Pak, Lyra ada di dalam?" tanya Kinan pada satpam rumah yang keluar dari pos. "Di dalam cuma ada Pak Domini. Mbak Lyra baru aja keluar." Dia pergi? Gadis itu menggerutu dalam hati. Memang temanya ini hanya ingin membuatnya penasaran saja. "Kebiasaan banget bikin orang kesel." Kinan berniat untuk langsung pergi, namun belum sempat menaikan kaca jendela dia mendengar bunyi klakson dari belakang. Bisa dilihat sebuah mobil datang ke arahnya. Mobil itu berhenti tepat di sebelahnya, terparkir dengan sempurna. Pintu mobil terbuka, seorang pria turun dari sana dengan pakaian rapihnya. Pria itu tersenyum menat
Tepat malam ini adalah hari yang penting bagi Lyra. Di dalam sebuah bangunan yang telah ditata dengan megah. Beberapa tamu undangan mulai berdatangan. Lyra berdiri berdampingan dengan sang Kakek, Domini. Kemana orang tuanya? "Cantik sekali cucuku ini," ucap Domini merangkul Lyra dari samping. "Dari dulu juga cantik, kan?" sahut Lyra terkekeh pelan. Acara itu juga dihadiri oleh Kinan dan Jo. Kedua teman baik Lyra yang tak bisa dipisahkan. Awalnya Jo menolak datang ke acara seperti ini karena dia tak suka sesuatu yang formal. Hanya ada manusia dengan wajah datar dan kesombongannya. "Aku mau Ketemu Kinan dulu, ya," ucapnya meminta izin. "Jangan lama-lama. Acaranya akan segera dimulai." Wanita itu mengangguk kecil dan segera menghampiri temannya. Malam ini Lyra mengenakan dress berwarna merah yang menjuntai sebetas mata kaki. Belahan di sisi kanan menunjukan kaki jenjangnya yang mulus. Menarik perhatian beberapa pria dan mengagumi cucu satu-satunya dari Domini Caisar. "Se
Seorang Pria berjalan memasuki bangunan yang terlihat sepi. Victor, dia terus memikirkan perempuan yang ditemuinya semalam. Tanpa memberitahu namanya dan meninggalkan rasa penasaran yang mendalam. Banyak gadis cantik di luar sana namun malam itu seorang wanita menghampirinya dengan berani. Semalaman dia mencoba membuang pikirannya itu namun tak bisa. Tatapan mata yang membuatnya luluh, dan senyuman manis dari bibir merahnya. Dia gila dalam semalam. Di dalam sana ada beberapa pekerja yang membereskan ruangan. Victor menghampiri salah seorang bartender yang menyusun botol di rak. "Permisi." "Loh, ada apa, Pak? Ada yang bisa dibantu?" "Boleh saya bertanya tentang.... Wanita yang bekerja di sini?" Tanya Victor mengecil di akhir kalimat. Pria bertato itu tertawa pelan. Tidak aneh lagi, beberapa pria datang kemari setelah melakukan one night stand dengan wanita di sini. Bisa dibilang sudah biasa. "Namanya siapa?" Victor mengatupkan kedua bibirnya. Itulah masalahnya. "Saya tid
Lampu neon berkelip dengan warna merah dan biru, berpadu dengan dentuman musik yang membuat dinding klub malam itu bergetar. Aroma parfum mahal bercampur dengan alkohol menyebar di udara, membuat kesan yang memabukkan. Di tengah keramaian, seorang wanita menarik perhatian hampir semua pasang mata. Lyra, cantik, seksi, dan berkarisma. Gaun hitam membalut tubuhnya dengan pas, menonjolkan lekuk yang membuat banyak pria terdiam hanya untuk menatap. Bibirnya merah berani. "Mana Harry?" tanya seorang bartender di sebrang sana dengan sedikit berteriak. Wanita itu menoleh dan menekuk bibirnya. "Jangan bahas dia lagi." "Loh, kenapa?" Ia menyandarkan tubuhnya pada meja bar, jemari lentiknya memutar gelas cocktail berwarna merah. Dulu setiap datang ke tempat ini Lyra selalu datang dengan mantannya. Pria itu tak mengijinkan kekasihnya untuk datang sendiri ke tempat seperti ini. "Ck, udah basi." Dari arah pintu masuk, datang sosok pria matang dengan aura berbeda. Memiliki aura yan