***
Nayra menggeliat manja dalam pelukan Ferdian, lelaki yang menjadi teman tidurnya selama Dua bulan ini. Wanita itu tampak tersenyum ketika bangun dari tidurnya. “Sudah lama kamu bangun?” tanyanya pada Ferdian.
“Baru saja. Kamu langsung pulang?” tanya Ferdian.
Nayra pura-pura berpikir, padahal ia sudah memiliki jawabannya.
“Hey?” Ferdian menegurnya, dan Nayra terkekeh karena teguran itu. “Kenapa selalu nggak sabaran? Kamu nggak mau berpisah dari aku?” tanyanya.
Ferdian mengeratkan pelukannya pada wanita yang sudah bersuami itu. “Aku selalu nggak mau berpisah dari kamu, Nay. Maunya dekat kamu terus. Gimana kalau kamu bercerai dari Adit dan menikah denganku saja?” tanyanya.
Nayra menganggap itu hanya sebuah candaan, tapi bagi Ferdian itu bukan hanya sekadar bercanda. Ia serius ingin Nayra menjadi miliknya. Tak perlu lagi mereka bermain kucing-kucingan seperti ini. Apalagi alasananya
***Diah tergopoh menghampiri kamar anak dan menantunya sejak mendengar ada keributan. Pupil matanya melebar begitu melihat pemandangan di dalam kamar. “Adit lepaskan Nayra!” ujarnya panik saat Nayra hampir kehabisan napas akibat dicekik oleh Adit.Namun, Adit terlihat tak ingin mendengarkan mamanya kali ini. Emosinya terlanjur memuncak mengingat kelakuan Nayra malam kemarin.“Adit dengarkan Mama! Lepaskan Nayra sekarang juga!” Diah meraih tangan kekar Adit. Kepanikan terlihat jelas di wajahnya saat melirik permukaan kulit Nayra mulai memucat. “Nak jangan sakiti istrimu. Jangan sampai kamu menyesal!” ujarnya.“Kita bisa selesaikan semuanya baik-baik. Mama mohon. Demi mama Dit!”Nayra benar-benar sudah kehabisan napas. Ia tak berdaya. Adit terlalu kuat untuk dirinya lawan.Sementara itu, karena Adit tak mempan dengan ucapan permohonannya, Diah pun tak punya pilihan untuk menampar Adit.
***Melihat mama dan istrinya saling berpelukan membuat Adit memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia membanting pintu karena masih dipenuhi oleh kekesalan. Lelaki itu memilih keluar rumah sekalian.Adit menghubungi Senja, akan tetapi tak diangkat oleh wanita simpanannya itu. Adit kesal hingga memaki. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi tanpa tujuan.Dua jam Adit mengitari Ibu Kota dengan perasaan yang sama kesalnya saat di rumah tadi. Hingga akhirnya petang menghampiri. Adit membelokan mobilnya menuju sebuah bar bergengsi di tengah Kota.Hari yang sudah sore membuat bar tersebut sudah dibuka. Adit masuk dengan bebas, sebab ia sudah menjadi pelanggan tetap.“Mas Adit?” tegur seseorang. Ketika Adit menoleh, ia mendapati Tika di sana.Adit tersenyum tipis, tapi tak berniat menghampiri wanita yang telah mengenalkannya pada Senja tersebut.“Mas Adit ngapain sore-sore sudah nongkrong di sini? Di mana Senja?” tanya Tika
***“Agak enakan perasaannya?” tanya Senja saat ia dan Adit duduk berdua di dalam mobil. Adit yang memaksa wanita itu untuk masuk. Katanya dingin.Tak ingin berdebat, Senja akhirnya menurut saja.“Masih galau lah! Istri selingkuh siapa yang nggak pusing?”Senja terkekeh. “Tapi Mas Adit kan juga selingkuh,” sindirnya.“Tapi … ”Tck!“Apapun alasannya kelakuan Mas Adit juga nggak pantas untuk dibenarkan. Mas sudah punya istri,”“Terus kenapa kamu mau jadi selingkuhanku?” Adit memutar balikan ucapan Senja.Terang saja hal itu membuat Senja salah tingkah. Sumpah demi apapun bukan karena ia menyukai Adit hingga masih menjadi wanita simpanan sampai detik ini. Bahkan mau-mau saja diajak Adit masuk ke dalam mobilnya.“Nggak bisa jawab?”“Apa karena uang seratus juta yang kamu butuhkan itu, Nja?”Senja gelis
***Dokter Kinan memeriksa keadaan Andra agar semua persiapan perjalan dengan lancar. Tampak senyum lega menghiasi bibir dokter muda tersebut. “Syukurlah semua baik-baik saja,” ucapnya pada Senja yang juga ada di sana.Senja ikut tersenyum. “Alhamdulillah. Terima kasih, dok,” ucapnya.“Semua sudah siap, Bu. Kita hanya perlu memindahkan Andra ke rumah sakit yang baru besok malam,” ucap dokter muda itu.Senja mengangguk. “Baik dok, saya dan Andra ikut arahan dokter Kinan saja,” balasnya.“Nanti saya akan beritahu Bu Senja apa saja yang perlu dipersiapkan!”“Terima kasih, dok.”“Saya permisi dulu, Bu.” Dokter Kinan meninggalkan ruang rawat Andra setelah memastikan sekali lagi kondisi Andra.Senja mengiringi langkahnya lalu masuk lagi ke kamar rawat anaknya.“Bu, peluk Andra!” ujar bocah lelaki itu.Senja tersenyum sambil m
***Dengan jantung yang semakin berdetak kencang Senja menghampiri dokter Kinan. “Apa yang terjadi pada Andra dok?” tanyanya.“Andra tiba-tiba mengalami kritis Bu,”“Apa?”“Tapi tadi dia baik-baik saja, dok. Kami bahkan sempat bercanda sebelum saya pulang ke kontrakan,”Dokter Kinan juga tak bisa menahan kesedihannya. “Seperti yang saya katakan, kondisi Andra sewaktu-waktu memang bisa drop seperti ini Bu,” terangnya.“Tapi dokter tadi Andra masih tersenyum denganku!” Senja terlihat tidak terima.Dokter Kinan hanya bisa menepuk bahu Senja. “Sabar Bu, temui dulu Andra. Kita lihat apakah Andra sanggup melewati masa kritisnya. Setelah itu kita putuskan apakah harus mempercepat kepindahan Andra malam ini juga!” tegasnya.Senja tak bisa menahan tangisnya lagi. Pedih hatinya melihat kondisi Andra saat ini. Padahal Dua jam yang lalu mereka masih bersahu
***Keluarga kyai Ahmad juga sedang dilanda duka yang dalam. Adnan pun telah dinyatakan meninggal dunia oleh tenaga medis yang menanganinya. Nyai Laila terus menangis tersedu karena pada akhirnya ia harus merelakan anak bungsunya tersebut.“Relakan Adnan, Umi. Ini jalan terbaik untuknya,” ucap Isam yang tak henti memeluk dan mengusap punggung Uminya yang sedang rapuh.Nyai Laila mengangguk. Isam benar, ini adalah jalan terbaik untuk Adnan. Kini Adnan tak perlu tersiksa lagi akibat luka yang tak kunjung bisa terobati pada tubuhnya. Anak itu telah tenang di sisi Allah.Sudah menjadi jalan takdir bagi Adnan harus kembali pada Sang Maha Pencipta secepat ini.“Kita jangan terlalu sedih ya Umi agar Adnan tenang di sana,”“Iya Isam. Maafkan Umi yang masih saja belum sepenuhnya rela Adnan tiada,” ucap Umi Laila.Kyai Ahmad pun menangis, tapi ia telah merelakan kepergian putra keduanya itu. Kyai Ahmad sadar
***Adit menatap Senja dengan tatapan iba miliknya. Wanita itu belum juga bicara sejak pulang dari pemakaman Andra dua hari yang lalu. Asal Senja tahu saja, begitu mendengar kabar dari Tika, Adit langsung terbang dari luar Kota meninggalkan pekerjaannya.Entahlah, saat itu yang ia pikirkan hanya Senja. Tak peduli rasa kehilangan yang Senja miliki adalah berasal dari Andra. Adit hanya ingin berada di sisi wanita itu, menghiburnya kalau bisa.Namun, lihatlah, hingga detik ini Adit tak bisa melakukan apa-apa. Senja tak juga bicara.“Nja, kamu belum makan? Tika bilang … ”“Pulanglah Mas, aku ingin sendiri,” Akhirnya Senja bicara juga, tapi ia justru meminta Adit untuk meninggalkannya.“Tapi, Nja … ”“Aku nggak apa-apa. Mas Adit nggak perlu ke sini terus. Kita nggak sedekat itu,” ucap Senja kembali memotong ucapan Adit.Mendengar pernyataan itu membuat Adit terhenyak. Nam
***Adit benar-benar bingung kenapa Senja tak ingin ditemui. “Wanita itu membuatku gila!” ujarnya. Kesal bukan main perasaannya, karena sejak melarangnya datang ke kontrakan, Senja lantas menghilang.Wanita itu tak bisa dihubungi. Membuat Adit yang terlanjur mencandu tubuhnya pun uring-uringan. Ia sudah meminta Tika untuk memaksa Senja menemuinya. Namun, tentu saja Tika tak sudi melakukan itu. Tika memahami perasaan kehilangan yang sedang memenjarakan Senja.“Aku sudah bilang akan memberimu tips kalau bisa membuatku dan Senja bertemu, Tika, tapi kenapa kamu membuatku kecewa?” tanya Adit ketika ia menemui Tika di sebuah bar bergengsi di tengah Kota.“Mas Adit ini aneh! Senja belum ingin ditemui, Mas. Jangan dipaksa. Cobalah mengerti perasaannya sedikit saja. Mas tahu kan dia baru saja kehilangan anak semata wayangnya? Anak yang ia perjuangkan mati-matian kesembuhannya!” ujar Tika membalas kekesalan Adit.Jujur saj