Share

2. Jebakan

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2025-01-30 10:30:57

"Wanita murahan! Rendahan! Apa yang kamu lakukan padaku!" Luna hanya bisa menatap wajah laki-laki yang dikaguminya itu dengan mata terbelalak.

Laksa baru saja terbangun dari tidurnya, dan memandang Luna penuh kebencian saat melihat kondisi mereka berdua.

Luna tak tahu apa yang sedang terjadi, Laksa yang memperkosanya, dan sekarang laki-laki itu malah meneriakinya seolah Luna hanya seekor anjing yang tak punya perasaan.

Tapi Luna terlalu takut untuk membuka suara, seumur hidup dia belum pernah mendapatkan bentakan sekasar itu.

Luna bergeming, tubuhnya menggigil oleh semua rasa yang hinggap dalam tubuhnya, dia bahkan berharap saat ini Tuhan mencabut nyawanya saja.

Dengan memegang erat selimut yang menyelubungi tubuh polosnya, dia duduk meringkuk dipojokan dengan menyedihkan.

Sedangkan laki-laki di depannya masih meneriakkan sumpah serapah. Luna terlonjak saat suara bantingan pintu memenuhi ruangan.

Sungguh Luna tak mengerti apa yang terjadi bukankah seharusnya dia yang marah, dia yang mencaci maki laki-laki itu bukan sebaliknya.

Luna memang hanya anak seorang guru saja, yang gajinya tak seberapa tapi sang ayah menerapkan pendidikan moral yang sangat baik untuk Luna.

Mungkin bagi sebagian orang kehilangan keperawaan di luar nikah bukan hal yang perlu dirisaukan, tapi bagi Luna itu dosa besar yang harus dia tanggung seumur hidup.

Tubuhnya yang serasa remuk redam, tak bisa mengalahkan rasa sakit di dalam hatinya, Luka tergugu, apalagi saat membayangkan wajah ayahnya yang sudah pasti akan kecewa padanya.

Lagi-lagi bantingan pintu mengagetkan Luna, Laksa keluar kamar mandi rambutnya terlihat basah.

Laki-laki itu terlihat menawan dengan kaos oblong dan celana jins panjang, kaosnya yang tidak terlalu tebal memperlihatkan bentuk tubuhnya yang menawan, pantas saja banyak wanita yang tergila-gila padanya apalagi dia juga seorang Ceo di hotel milik keluarganya.

Luna yang biasanya tak terlalu peduli dengan tampilan laki-laki kali ini juga tidak imun dengan penampilan Laksa.

Tapi tatapan Laksa yang langsung menghujam bola matanya membuat Luna merinding.

"Kupikir kamu wanita baik-baik, tapi kamu sama saja dengan wanita lain yang menghalalkan segala cara," katanya dingin.

"Apa kamu pikir cara ini bisa membuatmu mengikatku, mimpimu terlalu tinggi." Laksa menatap sinis Luna yang masih duduk meringkuk dengan menyedihkan tak ada rasa iba sedikitpun pada gadis yang baru saja dia ambil keperawanannya itu.

Laksa terlalu jijik melihat gadis-gadis bertampang polos yang munafik, dan sialnya kali ini dia masuk dalam jebakan gadis ini.

"Apa maksudmu, kamu yang memperkosaku!" entah keberanian dari mana Luna menjerit histeris dan tak terima.

"Menjijikkan bahkan kamu masih saja sok polos," kata Laksa dengan kernyitan jijik yang tidak dia tutup-tutupi.

"Apa maksudmu? Aku korban di sini, masa depanku hancur karena kamu."

Laksa berdecih melihat Luna yang menangis. "Kamu memilih cara rendahan dengan memberikan obat perangsang dalam minumanku, apa itu yang kamu maksud sebagai korban?"

"Minuman... Minuman ap- maksudmu gelas yang aku berikan padamu, mana mungkin, aku tidak memasukkan apapun ke dalamnya."

Luna bahkan tidak habis pikir bagaimana mungkin Laksa berpikir kalau dia yang memasukkan sesuatu dalam minuman itu, itu minuman yang akan dia berikan pada ayahnya, bukan untuk Laksa.

"Sudah ingat, atau kamu akan tetap pura lupa," ejeknya sinis.

Laksa memandang baju gadis itu yang bertebaran di lantai dengan kilatan mata marah, bagaimana mungkin dia melakukan hal sebrutal itu.

Gadis ini benar-benar sangat murahan andai saja dia laki-laki Laksa pasti tak akan ragu untuk menempelengnya.

"Pakai baju ini dan pergi dari kamarku, aku tidak sudi bertemu lagi denganmu."

Dengan kasar Laksa melemparkan kaos yang tadi diambilnya dari almari, dia memang marah tapi otaknya masih bekerja dengan baik.

Dia tak mungkin membiarkan gadis ini keluar kamarnya hanya dengan selimutnya atau baju yang sudah koyak dibeberapa tempat.

Andai saja di luar tidak sedang banyak orang tentu Laksa akan dengan senang hati menyeretnya keluar.

Tapi belum juga Luna beranjak dari duduknya pintu kamar yang kali ini dibuka dengan kasar.

Beberapa orang berdiri di sana menyatap mereka berdua dengan pandangan beragam.

Pandangan Luna langsung bersitatap dengan laki-laki paruh baya yang sangat dia sayangi. Ayahnya pahlawan dalam hidupnya memandangnya dengan kekecewaan di matanya.

Bahkan Luna bisa melihat mata sang ayah berkaca-kaca. Orang tua Laksa juga ada di sana memandang keduanya dengan kecewa.

"Ini tidak seperti yang mama pikir, Laksa dijebak dengan obat perangsang," Laksa meraih tangan mamanya dan berlutut di hadapan wanita yang sudah melahirkannya.

"Mama harus percaya sama aku, aku tidak mungkin melakukan perbuatan terkutuk itu, dia memberiku minuman dengan obat perangsang di dalamnya." tunjuk Laksa pada Luna.

Luna tak tahu harus bagaimana, dia tak bisa membela dirinya, lidahnya seolah kelu dan kaku tak bisa untuk berkata, pandangan kecewa ayahnya cukup membuatnya mati rasa.

Luna bahkan tak peduli kalau semua orang tak mempercayainya, asalkan ayahnya tidak. Luna tak sanggup kalau ayahnya juga tak percaya padanya.

"Ma, Pa, tolong percaya pada Laksa."

Terdengar lagi suara Laksa yang berusaha menjelaskan pada orang tuanya.

Laksa berdiri dan menatap mamanya dengan memohon, tapi wanita itu hanya menangis sambil memegangi dadanya lalu terkulai lemah dalam pelukan suaminya.

Laksa langsung panik dan berniat menggendong mamanya tapi tatapan tajam sang papa menghentikannya.

"Selesaikan masalahmu." hanya itu kata yang dia keluarkan lalu tanpa mempedulikan apapun menggendong sang istri.

Semua orang masih membeku ditempatnya.

Laksa memandang Luna dan juga ayah wanita itu secara bergantian dengan pandangan marah.

"Saya tidak tahu kalau putri, om, akan melakukan hal serendah ini untuk menjebak saya dalam perjodohan gila kalian," seru Laksa marah.

Perjodohan mereka memang permintaan kakeknya dan ayah gadis itu.

"Putriku tidak mungkin berbuat seperti itu," jawabnya tak terima.

Luna putrinya yang manis dan manja tak mungkin berbuat senekad itu, dia tahu dari reaksi Luna kalau dia mencintai laki-laki di depannya.

Dan mereka sudah dijodohkan jadi tak mungkin Luna berbuat begitu.

"Tanyakan saja pada anak om, kenapa dia memberiku obat itu, perlu om tahu saya sudah bicara padanya baik-baik kalau saya punya wanita lain yang ingin saya nikahi, tapi ternyata gadis yang diceritakan kakek tak sebaik itu, atau mungkin om juga terlibat."

"Cukup!" Luna berteriak keras tak terima ayahnya disalahkan. "Aku tidak memasukkan apapun pada minuman itu, dari tadi kamu menyalahkan aku, seolah hanya kamu orang suci yang tidak berdosa."

Luna lalu berdiri menyambar gaunnya yang sudah sangat menyedihkan dan kaos yang tadi dilempar Laksa ke mukanya, dia harus berganti baju dan pergi dari sini.

Luna tak terima ayahnya dihina, meski oleh laki-laki yang dia kagumi.

Dia tak peduli lagi dengan semua kemarahan membuatnya begitu muak berada satu tempat dengan Laksa.

Dadanya berdebar kencang, bukan karena berdekatan dengan Laksa tapi karena kemarahan yang menenggelamkannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hairiyah Cahya
sayang wanita baik jadi korban lelaki jahat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Yang Kau Pilih   285. Wanita Terpilih 2

    Satu minggu kemudian, waktu yang dijanjikan Laksa untuk mengajak keluarganya ke Yogya, dan hal yang sangat tidak diduga Luna adalah untuk memenuhi keinginan sang istri yang ingin naik kereta, Lkaksa memboking satu gerbong kereta eksekutif yang harga tiap kursinya hampir satu juta rupiah. “Memangnya kita mau ajak orang satu kelurahan, pakai booking satu gerbong.” Laksa hanya mengedikkan bahunya acuh. “Aku tidak mau kamu dan Dio merasa tidak nyaman.” Luna hanya diam percuma saja berdebat dengan Laksa yang memang sudah sejak lahir di beri makan dengan sendok emas. “Hei jangan cemberut seperti itu aku minta maaf, ok lain kali aku akan minta pendapatmu dulu.” “Tapi ini berlebihan kaka.” “Tidak ada yang berlebihan untuk istri dan anakku yang berharga.” Siapa yang tidak terbuai coba dengan mulut manis Laksa. Seperti biasa saat mereka tiba di rumah sang nenek, se

  • Wanita Yang Kau Pilih   284. Wanita Terpilih

    Luna berdiri sambil mengawasi putra kecilnya yang sesekali mengganggu sang ayah yang sedang khusyuk berdo’a di samping makan sang nenek, laki-laki kecil kesayangan Luna itu memandang ingin tahu, Luna sudah mencoba menggendongnya untuk di bawa ke mobil terlebih dahulu, tapi dasar anak itu malah meronta dan lebih memilih untuk bersama ayahnya. Hari ini memang mereka sedang mengunjungi makan ibu Laksa. Sudah dua tahun berlalu sejak kematian sang ibu, dan Laksa sepertinya sudah mengikhlaskan semuanya, baik kematian ibunya maupun perlakuan ibunya dulu padanya meski begiitu hukum masih tetap berjalan, pelaku yang menyebabkan ini semua, pun keluarganya yang berusaha menyuap petugas juga sudah mendapatkan hukuman yang setimpal. Selama dua tahun ini hidup mereka memang bisa dibiilang lebih tenang, meski banyak masalah yang menerpa tapi tetap saja bersama mereka bisa mengatasinya. Memang begitulah definisi hidup berkeluarga yang sering aya

  • Wanita Yang Kau Pilih   283. Tinggal Rencana 2

    Kepulangan kedua orang tuanya merupakan anugerah bagi Laksa, paling tidak kedua orang tuanya akan membantunya menyelesaikan masalah ini. “Kamu urus masalah di kantor polisi dengan papa, mama dan Luna akan mengurus Dio,” kata sang mama lembut tapi tegas. Mamanya memang sudah tua dan mulai sakit-sakitan, tapi tetap saja kemampuannya dalam menghadapi orang-orang licik itu tidak berkurang. Benar saja, saat Laksa sampai di kantor polisi, sang papa juga sudah ada di sana ditemani om Hardi. “Papamu memberikan bukti tambahan untuk menjerat mereka,” bisik Dirga pada Laksa. “Sepertinya aku sudah dibutuhkan di sini, lebih baik aku tadi menemani istriku,” gumam Laksa antara kesal dan lega semua sudah berjalan lancar. “Tentu saja, aku sudah bekerja keras untuk ini.” “Ya...ya, aku sangat berterima kasih untuk itu, meski aku tahu apa tujuanmu sebenarnya.” Dirga mengangkat

  • Wanita Yang Kau Pilih   282. Tinggal Rencana

    Mobil mewah itu melaju dengan kencang menuju pusat kota. Terlihat sangat terburu-buru bahkan tak melihat sesaat kemudian sebuah mobil lain mengekor di belakangnya. “Apa mereka bisa menolong mama, Pa?” tanya laki-laki yang lebih muda, yang memegang kemudi mobil mewah itu, di sampingnya laki-laki yang lebih senior duduk dengan tegang. “Jangan pikirkan mamamu dulu, pikirkan kita sendiri, jika kita tidak selamat, mamamu juga tidak akan mungkin bisa bebas.” “Tapi, Pa-“ “Sudahlah jangan bicara lagi, seharusnya kamu bicara padaku saat mamamu akan melakukan hal konyol itu, lihat sekarang, aku yakin keluarga itu tidak akan tinggal diam dan mengusut semuanya.” Laki-laki yang lebih senior itu terus saja mengoceh menyalahkan semua orang, sedangkan laki-laki yang lebih muda dan sedang mengemudi terlihat berusaha keras menahan amarahnya, tangannya mencengkeram kemudi

  • Wanita Yang Kau Pilih   281. Belum Tuntas2

    Luna tersenyum miris, kakinya lalu melangkah menghampiri kulkas dan menemukan beberapa buah jeruk yang sepertinya sudah di sana dari beberapa hari yang lalu. Melihat isi kulkas yang penuh dia yakin ibu mertuanya baru saja mengisinya, tanpa tahu sebentar lagi dia tidak akan bisa menikmati ini semua. “Ada jeruknya?” Luna menoleh dan tersenyum saat sang tante ternyata membuntutinya. “Ada tante.” Sejenak Luna larut dalam kegiatannya membuat jus jeruk, tapi saat teringat sesuatu dia lalu meninggalkan sebentar mesin juicer yang masih menyala dan menemui sang tante. “Apa ada yang harus Luna bantu, Tante, maaf tadi Luna malah istirahat di kamar dan tidak membantu.” “Bukan masalah, Nak, tante tahu kamu pasti lelah, apalagi yang tante dengar anakmu juga masih di rumah sakit.” “Iya tante, sekarang di jaga salah seorang keluarga. Ehm... tante apa tidak sebaiknya kita pesan makanan sa

  • Wanita Yang Kau Pilih   280. Belum Tuntas

    Ada sebagian orang yang memang bisa dengan legowo menerima musibah yang telah terjadi pada dirinya, dan menganggapnya sebagai takdir Tuhan yang harus mereka jalani, tapi sebagian lagi tidak dapat menerima hal itu dengan baik, balas dendam dan mencari kambing hitam adalah hal yang paling lumrah dilakukan. Pembalasan yang mereka lakukan pun sangat beragam ada yang hanya dengan nyinyiran, tak saling tegur atau yang paling ekstrem sampai pada tindak kriminal yang nantinya juga bisa merugikan diri sendiri. Dirga sangat sadar akan hal itu. Sebagai orang yang pernah mengalami kemarahan dan kekecewaan yang sama, tapi tentu saja dia tidak sudi untuk terus menerus jadi korban, apalagi jika dirasa kemarahan orang itu membabi buta. “Aku dengar kamu mengancam ibu Raya,” kata Laksa saat mereka duduk berdua setelah pemakaman sang ibu usai dilakukan , beberapa sanak saudara terlihat membantu dalam prosesnya. “Kenapa kamu tak terima,” kata Dirga ketus. Laksa langsung menoleh pada sepupunya i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status