Akhirnya pagi datang, entah bagaimana Erlangga akhirnya bisa tenang, Dania dan Rain bekerja sama semalaman untuk menenangkannya. Mereka sendiri tidak tau kapan Erlangga akhirnya bisa tertidur karena mereka sendiri sudah tidak bisa menahan rasa kantuk.
"Apa yang kalian lakukan?" Suara Bu Dewi membangunkan Rain dan Dania yang sedang tidur di atas tempat tidur yang sama. Rain terjaga sambil memastikan suara siapa yang mengganggu tidurnya dengan mata memicing. Sementara Dania masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. "Nenek?" Rain berusaha menopang tubuhnya agar terbangun, sementara dania buru-buru bangun setelah tahu apa yang terjadi. "Kamu Dania, hanya ibu susu Erlangga, bukan istri ayahnya, kalian tidak boleh tinggal di kamar yang sama, apalagi tidur di atas tempat tidur yang sama." Bu Dewi memandang dua orang di atas tempat tidur itu secara bergantian. Sementara mereka berpikir keras untuk mengingat kenapa hal ini bisa terjadi. Terakhir yang Rain ingat, ia duduk di atas sofa untuk istirahat sejenak, sementara Dania mengingat betul, ia duluan yang menggunakan tempat tidur. Kalau mau menyalahkan seseorang, maka orang itu adalah Rain. Kenapa juga Bu Dewi datang sepagi itu? Apa karena pesan yang dikirim Dania tadi malam? Ia mengirim pesan kepada Bu Dewi untuk meminta saran, bagaimana cara menenangkan Erlangga. Tapi wanita tua itu tidak memberi jawaban. "Ini tidak seperti yang nenek pikirkan, aku juga lupa kenapa aku bisa tidur di kamar ini, yang jelas semalaman Erlangga menangis, Dania tidak bisa mengurusnya sendirian." Rain bangkit dari tempat tidur sambil berbicara, ia tidak bisa mengelak jadi ia hanya bisa memberikan penjelasan yang sebenarnya. "Kalau alasannya adalah Erlangga, ini akan sering terjadi kedepannya, lagi pula kemana perginya Rena? Kalau dia sudah tidak bisa diandalkan kenapa tidak mengganti baby sitter saja?" "Tidak bisa, dia sudah menjaga Erlangga sejak di dalam perut." Rain menolak dengan tegas, alasan sebenarnya adalah Rena sudah tau semua tentang kehidupan rumah tangganya dengan Marina berikut tentang Monika. "Lalu solusinya apa agar ada yang membantu Dania saat Erlangga rewel, lagi pula dia hanya ibu susu, bukan baby sitter." "Aku akan memikirkannya," Rain memijat kepalanya. "Kalian menikah saja!" Ucapan itu terdengar begitu ringan meluncur dari bibir Bu Dewi. Dania maupun Rain menatapnya dengan terkejut. Rain malah tidak mengerti lagi dengan keputusan neneknya, kalau ia menikahi Dania lalu bagaimana dengan Monika. "Tidak, Bu. Saya tidak mau menjalin hubungan dengan siapa pun." Dania masih trauma dengan kejadian yang pernah menimpanya, ia menjadi sangat berhati-hati dengan laki-laki manapun. Bu Dewi tahu itu. "Aku tidak mau lagi menikah seperti itu, Nek. Aku juga sudah punya Erlangga. Aku bisa memilih wanitaku sendiri," Rain juga menyuarakan penolakannya. "Dania, Kamu perlu menyembuhkannya, bukan menghindarinya. Dan kamu Rain jangan pikir, nenek tidak tahu siapa wanita pilihanmu itu, cari tahu dulu siapa dia sebelum kamu menyesal telah begitu percaya padanya, yang jelas Marina dan Dania lebih baik darinya dan juga pikirkan Erlangga, pikirkan apa dan siapa yang paling dibutuhkan putramu," Rain terpekur, dulu ada dua wanita dalam hidupnya, wanita pertama adalah Monica yang ia harus jaga perasaannya. Wanita kedua adalah istrinya sendiri yang harus ia hormati karena sedang mengandung anaknya, sekarang ditambah lagi wanita ketiga yang sedang menjadi ibu susu putranya. Kalau disuruh memikirkan siapa yang paling dibutuhkan putranya tentu saja itu adalah Dania, tapi perasaannya masih tertinggal di Monika. Bahkan istrinya sendiri hanya sempat mampir tanpa menghilangkan Monika dari dalam hatinya. "Demi Erlangga kamu hanya bisa memilih Dania, tidak ada pilihan lain." tegas Bu Dewi "Aku bisa melakukan tugasku tanpa menikah, Bu." timpal Dania. "Itu menurutmu, Dania. Kamulah yang paling paham apa yang bisa terjadi kalau kalian sering berbagi kamar. Rain itu laki-laki normal." "Aku akan menikahi wanita pilihanku secepatnya," Rain tidak mau kalah. "Dia itu ular, Rain. Sampai kapan pun nenek tidak akan setuju. Kalau alasannya hanya sekedar mandul nenek masih bisa menerimanya tapi perempuan yang bernama Monika itu tidak sebaik yang kamu tau, Rain." Rain menjadi sangat emosi, ia tidak suka kalau neneknya mengata-ngatai Monika dengan tuduhan-tuduhan yang Monika tidak pernah lakukan menurutnya. Ia selalu akan melindungi Monika walaupun harus menikahi wanita lain lagi. Ia tau neneknya tidak akan tinggal diam jika dia benar-benar menikahi Monika lagipula Meskipun ia menikahi orang lain masih akan menemui wanita yang ada di dalam hatinya itu. "Oke, aku akan menikahi Dania." ucapnya kemudian pergi meninggalkan kamar itu. Dania hanya bisa terlongo heran, apa bagi Rain menikah itu sungguh mudah.Dania ingin kembali ke sofa setelah meletakkan Erlangga, tapi ia membeku saat melihat Rain sudah bangun dan sedang menatapnya lekat seperti serigala yang lapar. "Sebagai laki-laki aku tidak mau munafik, aku bukan tipe laki-laki yang akan melewatkan hubungan suami istri karena tidak cinta, karena itu aku akan meminta hak aku sebagai suami," ucap Rain, ia pikir harus memperjelas semuanya. Dania tau di dalam agama, hukum menolak suami adalah dosa besar, tapi dia benar-benar belum siap secara mental. Baginya berhubungan badan itu musibah karena kehidupan dan masa depannya hancur karena hal itu. "Apa aku boleh menolak? Kalau pak Rain tidak tahan, maka nikahi saja Bu Monika, aku akan membantu menutupinya untukmu." ucap Dania dengan hati-hati. Ia asal bicara saja agar Rain bisa menahan diri. Ia sengaja menyebut nama Monika agar Rain teralihkan. Rain merasa harga dirinya terluka, bisa-bisanya pria sekeren dirinya ditolak mentah-mentah oleh istrinya sendiri. Ia akhirnya bisa merasakan
Beberapa hari telah berlalu. Hari yang harusnya bahagia itu telah tiba, Dania akhirnya bisa mengenakan gaun pengantin walaupun tidak sesuai dengan impiannya. Setidaknya ia bisa merasakan menjadi seorang pengantin. Ia sudah tidak percaya diri merajut mimpi indah dengan seorang pasangan setelah kehilangan kehormatannya. Tidak normal jika ia tidak memiliki pria di dalam hatinya hanya saja nama itu ia hapus karena merasa noda dalam dirinya akan menjadi pembatas yang sangat tinggi. Adapun Rain, ia sangat memesona dengan penampilannya, sesaat Dania tidak bisa berpaling melihat calon suaminya itu, tapi ia segera menyadarkan diri agar tidak terlalu dini untuk tertarik apalagi jatuh cinta. Perasaan harus dibuang jauh-jauh dalam pernikahannya. Cukup penuhi hak dan kewajiban saja atau mungkin ada kesepakatan yang akan dibuat seperti di novel-novel maka lakukan itu saja. Sampai takdir sendiri yang akan mengakhirinya. Tidak banyak yang menghadiri pernikahannya, hanya keluarga besar kedua belah
Akhirnya Dania merasa tenang setelah menemui kedua orangtuanya, sekarang masalahnya berada di pihak Rain, ia masih harus berbicara dengan Monika, dan kebetulan hari itu Monika datang lagi ke rumahnya, sepertinya wanita itu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk merebut kembali posisi yang telah diambil oleh Marina. Rain merasa tidak nyaman dan bersalah melihat Kedatangan Monika, ia tiba-tiba mengingat kembali bagaimana keadaan wanita itu saat ia mengatakan akan menikah dengan Marina, wajah cantiknya menjadi sendu dan tidak bersemangat, setiap kali bertemu, dia selalu menangis dan menyalahkan diri sendiri. "Apa kamu keberatan kalau aku datang lebih sering?" ucap Monika begitu ia duduk di kursi yang ada di hadapan Rain, kala itu Rain sedang berada di ruang kerja. Mereka sebelumnya memang sedekat itu, Marina bahkan tidak berani memasuki ruangan itu tanpa perintah Rain. "Tidak juga, tapi aku merasa sedikit terganggu kalau kamu seperti ini, kita bukan lagi pasangan dua atau tiga t
Rain memperbaiki posisinya, aura ketampanan dan kharismanya membuat semua orang menunggu ia untuk berbicara. "Saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu, Saya Rainer Milano yang akan bertanggung jawab atas Dania, saya datang karena ingin meminta restu kepada Ibu dan Bapak. Pernikahan kami akan segera diselenggarakan dan sudah tidak dapat dibatalkan lagi." Walaupun penyampaiannya cukup santai ada ketegasan dalam ucapannya yang tidak ingin dibantah. "Kamu bukan laki-laki yang melakukannya?" tanya Andre dengan tatapan menyelidik. "Saya bukan laki-laki seperti itu." Rain terlihat sangat berwibawa. Andre menjadi sangat bersalah. "Maaf karena kamu yang datang bersama Dania dan anaknya, aku pikir kamu pelakunya." "Jika aku adalah seorang kakak aku pun akan melakukan hal yang sama," Rain sangat berbesar hati, Dania lega mendengarnya. "Kenapa kamu mau menikahi, Dania?" sahut Bu Tari. "Karena dia ibu susu putraku," jawab Rain. "Anak ini putramu?" Bu Tari tidak ingin percaya.
Akhirnya meraka tiba di depan rumah Dania, beberapa orang yang lewat tidak berkedip melihat mobil mewah terparkir di depan rumah keluarganya. Rain menunggu Dania bersiap keluar dari mobil. Dania berkali-kali menghela nafas untuk menghilangkan rasa gugupnya. Begitu ia hendak membuka pintu mobil, ia melihat ayahnya muncul dari balik pintu sedang mengamati mobil yang sedang terparkir di depan rumahnya. "Itu ayahmu?" Rain penasaran. "Iya," ucap Dania dengan suara bergetar, Rain mengerti keadaannya. Ia mengambil alih Erlangga agar Dania bisa lebih leluasa. Dania keluar dari mobil dengan was-was dan gelisah, Pak Fadli terkesiap melihatnya. Ia diam sambil menatap dengan sorot mata yang penuh kerinduan. Assalamu'alaikum...!" sapa Dania dengan hati-hati. "Waalaikumussalam...!" balas Pak Fadli dengan ekspresi dingin. "Ayah, apa kabar?" Dania tidak berani menyentuh tangan ayahnya, suaranya bergetar dan air matanya luruh begitu saja. Ia beranikan diri untuk menyalami tangan ayahnya
Beberapa hari telah berlalu dan pernikahan yang diputuskan Bu Dewi harus tetap terlaksana. Rain tampak tidak peduli karena sudah tau akhirnya akan tetap seperti itu kecuali kalau neneknya itu tiba-tiba meninggal. Sementara Dania, semenjak kata pernikahan keluar dari mulut Bu Dewi ia menjadi gelisah setiap hari. Dania kembali ingin berbicara dengan Rain, kebetulan Rain sedang ingin menemui putranya, Rain langsung masuk ke kamar putranya setelah memastikan Dania sudah berpakaian rapi dan ada Rena juga. "Maaf, Pak. Bu Dewi sudah mengatur waktu pernikahan kalau kita tetap diam seperti ini pernikahan akan benar-benar akan terjadi, apa tidak ada cara untuk membatalkannya?" Dania ternyata belum menyerah. Rena di sampingnya sampai menyenggol agar tidak berkata sembarangan. "Ternyata kamu belum mengerti juga, ya? Dari pada mengatakannya padaku kenapa tidak langsung bernegosiasi dengan nenek saja?" Rain melihat ke arah Dania yang langsung menunduk. "Sudah, Pak." Dania melemah. Jawaban B