Share

Permintaan tulus seorang sahabat

Dengan sangat terpaksa, Reihan menyanggupi kemauan sang istri. Terserah apa kata Meysa. Ia hanya bisa pasrah. Melihat Meysa yang tak berhenti menangis, justru membuatnya semakin sakit.

Rasanya tidak rela jika nantinya ia harus bersanding dengan wanita lain dan melihat hati sang istri yang tentu saja akan merasa sakit. Walaupun itu yang menjadi pilihan hati. Karena sejatinya tak ada wanita yang bisa berbagi hati. Kecuali istri Rasul.

Hatinya sangat sakit melihat itu semua. Dalam pelukannya kini, wanita ini masih juga sesenggukan. Kenapa harus mereka yang di hadapi dengan permasalahan seperti ini?

Reihan berharap dialah yang sakit. Bukan Meysa. Taoi siapa Reihan? Semua ini adalah ujian yang di berikan oleh sang Khalik untuk pernikahannya.

"Aku sangat mencintaimu Mey, sangat. Jadi jangan berharap aku akan mencintai wanita lain," lirih Reihan yang membuat Meysa makin mengeratkan pelukannya.

'Aku juga mencintaimu Mas. Melebihi apapun.'

***

Hari ini Meysa, ingin memperkenalkan secara resmi,i Nadhira dengan Reihan. Sore ini setelah pulang kerja Nadhira di suruh mampir ke rumah Meysa.

Karena mulai hari ini Nadhira sudah bekerja di salah satu Bank swasta di Indonesia. Sehingga hanya bisa bertemu saat pulang kerja.

Tanpa tau apa gerangan yang menanti di rumah Meysa, Nadhira begitu senang karena ia akan sering bertemu sahabatnya seperti sedia kala. Apalagi kini Nadhira tau jika Meysa sedang sakit. Sahabatnya butuh support dan dukungan dari banyak orang.

Tak lama yang di tunggu pun, datang. Meysa dan Reihan sudah menunggu dirinya saat Nadhira sudah datang. Suara knalpot sepeda motor Nadhira memasuki teras rumahnya.

"Suruh langsung masuk saja Bi," seru Meysa bahagia. Meski ada sedikit luka di dalam hati karena akan membagi Reihannya dengan wanita lain, tapi ini adalah keputusan yang sudah final ia pilih.

"Baik Nyonya." Bibi pun memanggil Nadhira untuk langsung masuk.

"Silahkan masuk Non. Nyonya dan tuan sudah menunggu anda di dalam." Wanita itu terus senyum memperlihatkan lesung pipinya. Cantik sekali.

"Terima kasih Bi," balas Nadhira. "Ass..." Belum selesai Nadhira mengucap Salam, Meysa langsung berhambur padanya.

"Assalamu'alaikum Nad..." sapa Meysa yang langsung berdiri dan mengecup pipi kanan dan kiri Nadhira. Wanita itu langsung kikuk, karena ada suami sahabatnya yang ikut hadir di sana.

Mengingat ucapan Meysa kemarin, Nadhira jadi takut. Tapi ia bwrusaha biasa saja.

"Waalaikumsalam, gimana... kabarmu? Semua... baik-baik saja 'kan?" tanya Nadhira lirih tanpa melihat ke arah lelaki yang sejak tadi memperhatikan keduanya dengan wajah sendu.

"Aku baik. Duduklah sini," Meysa menarik tangan Nadhira untuk duduk di sebelahnya. Semakin salah tingkah, karena Meysa menarik Nadhira untuk duduk di antara sahabatnya dan sang suami.

Ia pun dengan cepat bangkit dan memilih duduk di pinggir sofa. Masih dengan bibir yang terangkat, mengulas senyum.

"Kenapa pindah?" Nadhira hanya memberikan senyumnya dan menggeleng pada Meysa. "Biarlah tak apa. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu Nad," lanjut Meyas to the point. Nadhira langsung menelan salivanya.

Entah mengapa pikirannya kurang nyaman. Mungkin jika tau seperti ini, Nadhira tidak akan kemari.

"Oh iya aku lupa, ini kenalin dulu suamiku, Mas Reihan. Kemarin kalian belum semoat kenalan 'kan?" sahut Meysa dan kedua orang itu hanya mengangguk. Nadhira kembali melihat Meysa.

"Ada yang ingin aku tanyakan padamu Nad. Soal... kemarin." Mendengar itu jantung Nadhira semakin berdebar. Seolah dia tau apa yang akan di katakan Meysa. Sungguh ia lebih baik pulang saja saat ini.

"Kemarin 'kan aku sudah mengatakan semuanya padamu. Aku juga sudah bertanya padamu soal... penawaranku untuk... menikah dengan mas Reihan. Apa kau bisa memikirkannya sekali lagi Nad?" tanya Meysa dengan ragu.

Sumpah demi apa, saat ia berucap seperti itu, hatinya tidak rela. Ia tidak ingin membagi hati dengan wanita lain, meski itu adalah sahabatnya sendiri. Sakit hati itu. Tapi Meysa bisa apa?

Reihan yang mengerti jika hal ini berat untuk Meysa langsung mendekat dan merangkul sang istri. "Jika kamu terus memaksakannya maka kamu akan makin sakit sayang. Lebih baik tidak usah. Kita batalkan saja apa permintaanmu itu. Masih ada cara lain."

"Tidak Mas. Ini sudah menjadi keputusanku. Aku tidak bisa membiarkan suamiku hanya merasakan sakit, karena istrinya gagal menjadi seorang istri yang bisa membahagiakan suami. Aku tidak bisa egois seperti itu," jelasnya lirih.

"Maaf Mey... Ehm... Mas. Kalau aku memotong pembicaraan kalian. Sebenarnya ada apa dengan kalian? Dan kamu Mey, kenapa kamu mau meminta hal yang tidak mungkin aku terima?"

"Aku mohon Nad. Kemarin 'kan sudah aku kasih tau apa permintaanku, mas Reihan sudah setuju kok. Aku benar 'kan Mas? Kamu sudah setuju 'kan dengan permintaanku?" Reihan hanya bisa menghela napasnya. Dengan mengangguk berat.

"Aku ingin meminta tolong padamu Nad. Mau 'kan kamu menikah dengan mas Reihan? Aku mohon Nad. Kali ini saja, aku meminta tolong padamu," mohon Meysa yang sudah memegang kembali tangan Nadhira.

"Maaf Mey, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Aku bisa melakukan apapun yang kamu minta. Tapi bukan hal ini. Lebih baik aku pulang saja. Kalian bicarakan baik-baik berdua. Kalau begitu aku permisi pulang, Assalamu'alaikum..." jawab Nadhira tegas tapi masih dengan nada lembutnya. Dan segera pamit pulang.

Tapi Meysa langsung menahan Nadhira untuk tidak pergi. "Please Nad, aku mohon padamu. Menikahlah dengan mas Reihan. Selama ini aku belum pernah meminta apapun darimu. Dan sekarang aku ingin memintanya."

Reihan ikut sakit melihat tingkah istrinya. Bagaimana wanitanya masih keukeh dengan keinginannya yang ingin menikahkannya dengan wanita lain? Tapi untung saja Nadhira tidak langsung menerima pinangan sang istri.

"Sudahlah Sayang, ini bukan solusi yang benar. Kita masih bisa melakukan hal lain untuk menghadapi permasalah ini. Aku yakin Allah akan selalu memberikan jalannya untuk siapapun yang meminta padaNya."

"Dan Nadhira ada--" potong Meysa tapi Nadhira buru-buru memotong ucapan Meysa.

"Mey, aku tau apa yang menjadikan pikiranmu berbuat seperti ini. Jika aku di posisimu aku pun akan demikian. Karena aku juga tidak ingin suami yang aku miliki merasakan tidak bahagia. Tapi jika kamu tau kebesaran Allah, maka 'kun fayakun' semua akan terjadi Mey. Kau pasti bisa sembuh."

"Apalagi semangatmu untuk membahagiakan suamimu begitu besar. Allah tidak akan menutup mata. Kamu pasti akan bisa melewati semua ini," jelas Nadhira yang membuat hati Reihan teduh.

'Semoga saja apa yang di katakan oleh Nadhira membuatmu sadar sayang, aku berharap kamu mengurungkan niatmu untuk memintaku menikahi Nadhira.'

Meysa terdiam sesaat. Pikirannya selalu goyah, jika menyangkut Reihan. Luka yang beberapa kali ia torehkan pada sang suami, sungguh menyakitinya dan tentu saja menyakiti Reihan. Ia tak ingin lagi menambah luka itu.

"Nad, aku tau apa yang menjadi keputusanku ini telah aku niatkan dengan sangat matang. Karena itu aku memohon padamu... please menikahlah dengan suamiku. Mau ya?"

"Maaf Mey, aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu ini. Maafkan aku. Aku akan pulang dulu, sampai kamu bisa tenang kembali, aku akan main-main lagi ke sini. Kalau begitu permisi, Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam... sayang?" jerit Reihan yang langsung menangkap tubuh istrinya. Sang istri tiba-tiba pingsan.

Melihat itu, Nadhira langsung mencari bibi untuk minta di ambilkan aromaterapi dan air minum untuk Meysa.

Tak menunggu lama, Nadhira sudah membawa aromaterapi dan air hangat untuk Meysa. "Ini Mas." Nadhira memberikannya pada Reihan yang berada di sisi sang istri.

"Sayang, bangunlah sayang. Meysa... Bangunlah sayang," Reihan terus mendekatkan roll aromaterapi di hidung Meysa. Sampai beberapa waktu, akhirnya Meysa kembali sadar. Kepalanya terasa pusing.

Reihan dengan cepat memberikan air untuk Meysa. Dan mengecup singkat kening Meysa. "Sekarang istirahat ya? Akan aku bawa kamu ke kamar."

"Tidak Mas. Aku masih ingin mendengar jawaban dari Nadhira," Nadhira kembali bingung menghadapi sahabatnya ini. "Nad, please... aku mohon padamu. Menikahlah dengan Mas Reiahn." Air matanya tak bisa lagi di bendung.

"Aku mohon padamu Nad. Aku tidak tau hidupku sampai kapan bisa menjadi seorang istri. Please... Nad... Aku sangat memohon padamu."

Reihan menoleh pada Nadhira yang tidak sengaja melirik Reihan. Reihan seolah memberikan isyarat padanya untuk menerima. Sehingga...

"Baiklah... aku terima."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status