"Sebelum gue nganter lo pulang, sebaiknya lo ngaku sama gue apa yang udah lo lakuin di belakang kami semua, Tri? Ini masalah serius. Bukan game yang kalau salah, bisa lo ulang lagi. Jangan main-main dengan hidup lo sendiri. Kalo lo nggak sayang sama hidup lo sendiri, nggak masalah. Tapi pikirkan perasaan kedua orang lo. Ibu lo bertaruh nyawa demi menghadirkan lo ke dunia ini. Sementara ayah lo, mati-matian menjaga dan melindungi lo dengan berbagai cara di luar sana. Bagi mereka masa depan lo itu segala-galanya. Pikirkan itu baik-baik, Tri." Tria tercenung. Saat ini mereka ada di parkiran kantor. Mesin mobil memang telah dihidupkan, tetapi mobil belum dijalankan oleh Akbar. Sepertinya Akbar ingin menginterogasinya terlebih dahulu sebelum mengantarkannya pulang. Tria tahu, apa yang dikatakan oleh Akbar itu benar semua. Mungkin sebaiknya ia mengaku saja. Siapa tahu akan ada jalan keluar jika ia membagi bebannya pada Akbar.
"Sebenernya gue--"
Dr
"Tri, ada keluarga yang ingin mentaarufkan putra mereka dengan kamu. Kamu bersedia, Tri?" Suara lembut ibunya membuat Tri yang sedang mengenakan anting-anting, menghentikan kegiatannya seketika. Ia membalikkan tubuhnya, membelakangi kaca sekarang. Entah mengapa akhir-akhir ini hidupnya selalu saja dikelilingi oleh kata lamaran dan akhirnya malah ajakan taaruf. Entah kebaikan apa yang sudah dilakukannya hingga dirinya laku keras seperti ini."Tria minta maaf, Bu. Tapi Tria belum mau. Tria sedang tidak berminat untuk membicarakan masalah jodoh, pernikahan dan yang lain sebagainya. Tria masih trauma dengan kisah penghianatan Raphael." Tria terpaksa membohongi ibunya. Nama Raphael sebenarnya sudah tidak memiliki arti apa pun didalam hatinya. Ia hanya berusaha menjaga janjinya pada Sena. Itu saja. Ibunya menghela nafas panjang. Tria tahu ibunya mempercayai kata-katanya. Makanya ibunya menarik nafas panjang. Ibunya pasti kasihan padanya karena mengira kalau ia masih s
"Lo jangan ikut campur masalah gue ya, Bar? Lo bukan siapa-siapanya Tria. Jangan bilang kalo kalo lo tiba-tiba suka sama Tria? Gay kayak lo nggak mungkin tiba-tiba ganti haluan dan jadi tegang hanya ngeliat toke* perempuan. Harusnya lo tegang kalo ngeliat kegantengan gue misalnya." Tantang Raphael sinis. Hadeh, bisa perang badar ini mah!Tria melihat Akbar santai saja dikata-katai gay. Wajahnya datar-datar saja. Tidak tampak emosi yang berarti di wajahnya yang memang settingan-nya sudah datar begitu."Tau apa lo soal orientasi seksual gue? Dengar baik-baik, my titi* my rule. Bukan urusan lo untuk nentuin pada siapa dia harus tegang dan pada siapa yang tidak. Junior gue ini nggak murahan kayak lo yang langsung ngaceng kalau liat perabotan perempuan gratisan. Nggak murahan kayak lo, sampai-sampai calon ipar pun lo embat. Junior gue itu high quality, Bro. Nggak kayak lo, pikiran sama titi* sama aja. Sama-sama pendek." Tukas Akbar kalem. Altan n
"Kamu mau ngomong apa Dian? Saya rasa di sini sudah cukup jauh dari pendengaran orang-orang. Silahkan, saya menunggu. Waktu saya tidak banyak." Tukas Akbar pendek.Dian menghentikan langkahnya yang sedari tadi mengekori Akbar dan Tria. Mereka bertiga kini berdiri di ujung lorong dapur. Dekat dengan gudang penyimpanan makanan. Tempat ini memang cukup sepi. Hanya ada beberapa waitress restaurant dengan seragam khas kemeja putih dan dasi kupu-kupu. Dian menatap wajah tampan Akbar dengan mata berair. Laki-laki gagah ini sudah tidak mau lagi menyebut dirinya sendiri dengan sebutan mas. Ia menyebut dirinya sendiri dengan kata saya sekarang. Akbar sepertinya semakin memberinya jarak.Akbar bahkan membawa Tria yang dipilihnya secara random, sebagai saksi untuk mencegah fitnah terhadap dirinya. Walaupun kata-katanya itu benar, tetapi tetap saja kedengarannya begitu menyakitkan."Mas, Dian ingin mengucapkan permi
Tria sebenarnya sangat bahagia mendengar pernyataan cinta Akbar. Hanya saja ia sedikit bimbang. Apakah Akbar sungguh-sungguh atau hanya menggodanya. Akbar ini kan susah ditebak orangnya. Sebaiknya ia mengetestnya saja dulu. Takutnya ia baper padahal Akbar hanya bercanda. Atau jangan-jangan ia mabuk!"Lo sehat, Bar?" Tria maju selangkah. Berjinjit sedikit dan meraba lembut kening Akbar. Tidak panas. Tria berjinjit lebih tinggi lagi sehingga hidungnya mencapai mulut Akbar."Coba bilang HAH gitu, Bar?" Sambil berjinjit Tria berpegangan pada kedua bahu kanan dan kiri Akbar. Dengan patuh Akbar melakukan semua perintah Tria. Akbar mengucapkan kata HAH dengan menyertakan aroma nafasnya."Nggak bau alkohol. Cuma ada aroma kopi dan tembakau. Berarti lo nggak mabok dong ya?" Tria bergumam sendiri.TUK! Tria merasakan sentilan Akbar dikeningnya."Gue nggak pernah minum-minuman h
"Sen... ""Hmmmm..."Tria ragu-ragu saat memanggil nama Sena yang sedang menyetir di sampingnya. Hari ini Sena akan membawanya untuk melakukan fitting pakaian pengantin yang akan mereka kenakan saat ijab kabul dan resepsi untuk malam harinya. Sena ini memang sedikit gila. Ia telah merancang semua pernak pernik pernikahan mereka dengan semendetail mungkin bersama dengan sebuah EO ternama. Persiapan mereka telah rampung 100 %. Dimulai dari gedung untuk resepsi, kartu undangan, pakaian pengantin yang akan mereka kenakan, pakaian yang akan dikenakan oleh dua keluarga besar yang sengaja ia buat mewah dan seragam, catering, bahkan seserahan super mewah yang akan ia berikan pada saat lamaran. Sena berencana besok akan melamar dan lusa mereka akan langsung menikah. Acara pernikahannya juga akan disiarkan secara live oleh 4 stasiun televisi nasional. Semuanya telah direncanakannya dengan baik dan diatur sempurna oleh EO. Hanya tinggal satu hal
Tepat pukul 07.30 WIB, rumah keluarga Abiyaksa heboh. Aksa, Tama dan Tria yang baru saja selesai sarapan pagi dan bersiap-siap akan ke kantor, kaget saat rumah mereka mendadak begitu ramai. Laporan SATPAM yang mengatakan ada pak mentri dan rombongan yang meminta izin masuk untuk melamar Tria, membuat Aksa pusing. Keluarga Bratayudha ini memang tidak ada kapok-kapoknya. Namun demi kesopanan, ia mempersilahkan rombongan itu masuk juga.Pak mentri datang beserta anak istri dan keluarga besarnya. Mereka datang dengan keseluruhan lima buah mobil pribadi dan satu mobil pick up yang membawa satu unit motor gede jenis Ducati Monster 1200 R yang dibanderol dengan harga sembilan ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah. Satu juta lagi harganya satu milyar setelah masuk ke Indonesia. Torsi melimpah dan teknologi yang baru membuat Monster 1200 R mendapat peminat tinggi di Indonesia, dan tentu saja Tria termasuk di dalamnya. Tria tahu harga motor gede ini karena ia sempat i
Tria mendengar suara ribut-ribut dan bentakan-bentakan kasar dari luar. Suasana seketika menjadi heboh. Tria seperti mengenal suara orang yang sedang membentak-bentak itu. Itu kan suara Sena dan... Akbar! Akbar ada di sini? Saat ia ingin keluar, Mbak Mariana menahannya. Si Mbak mengatakan pamali kalau sebelum ijab kabul selesai diucapkan dan dinyatakan sah, mempelai wanitanya keluar dari ruangan.Tapi suara kericuhan yang semakin lama semakin memanas itu membuatnya semakin penasaran. Tanpa mengindahkan kata-kata Mbak Mariana, Tria segera menghambur keluar. Di ambang sekat pintu ruang tengah yang terhubung ke ruang tamu, ia melihat Akbar berdiri berdampingan dengan Ethan Hartomo Putranto dan juga Yessy, sohib kental Liz yang sekarang telah resmi menjadi pacar kakaknya. Selain itu ia juga melihat dua sahabat oroknya, Altan dan Bintang yang berdiri di samping Om Dewa, papanya Akbar.Kakaknya dan Liz juga ada di sana. Mereka semua terlihat
BRUKKKK!!!Akbar merasa kalau tubuhnya remuk redam dihajar oleh kedua orang tua Tria beserta kakaknya. Mereka bertiga tanpa ba bi bu lagi kompak menghajarnya tanpa ampun."STOPPPP! Udah cukup ya kalian semua ngejadiin anak gue sebagai samsak hidup. Kalo gue boleh usul ya Sa, Lia, kalian tanyain juga dong si Tria kenapa dia bisa kolaborasi dengan anak gue di dalam video? Karena kalau menilik dari TKPnya, eksekusinya itu kan di apartemen Akbar. Yang artinya anak lo kan yang ke sana? Mereka berdua udah suka sama suka itu. Udah kita nikahin aja si Akbar sama Tria. Lo mukulin anak gue sampe mati juga nggak akan nyelesein apa-apa." Dewa berdiri di antara anaknya dan tiga orang bar bar yang sedari tadi seperti tidak puas-puasnya menghajar anaknya."Emang nggak nyelesein apa-apa, tapi seenggaknya gue puas, Wa!" Lia mengalihkan pandangannya pada Akbar yang saat ini sudah babak belur. Namun ternyata ia masih sanggup berdiri.