Ananta tersedak. Dengan segera Bella yang duduk di sampingnya menyerahkan minum.
Apa kata Alice tadi? Rumput? Pakan ternak? Jadi secara tidak langsung perempuan tersebut menghinanya sebagai hewan peliharaan berkaki empat?
"Pelan-pelan, Anta!" Bella mengelus punggung Ananta pelan. Memberikan ketenangan pada putranya tersebut.
Perlakuan Bella membuat Ananta yang hendak meledakkan amarah pada Alice sedikit meredam. Tidak ada gunanya juga ia marah. Tetap saja, dengan kondisinya yang seperti ini Ananta tidak akan bisa memenangkan perdebatan.
"Oh, iya. Katanya Alice ingin belajar bermain gitar denganmu, Anta."
Binar cerah terbit pada manik merah milik Alice. Kemarin setelah mendengar dan melihat secara langsung Ananta yang memainkan gitar ia jadi ingin menguasainya. Pertunjukan musik seperti itu jika ditampilkan di festival pasar bakal menang. Secara tidak ada yang menyamainya.
Sedangkan diujung lain Bella tersenyum geli di sertai bi Manda yang berjalan mendekat membawa sekeranjang buah pisang dari kota. Pesuruh Bella tersebut menatap binggung Alice yang tampak aneh. Menarik pancing ke belakang, ke atas?Alice tidak menggulung benang pancingnya melainkan menariknya sampai ke ujung. Di sana terlihat ikan nila kecil menyatu dengan ujung pancing. Dengan segera Alice meraih ikan tersebut lalu tanpa basa-basi menarik benang pancing dari mulut ikan tanpa merasa iba. Sedangkan Bella yang juga melihatnya agak terkejut. Untuk ukuran manusia normal seharusnya Alice tidak akan setega itu merobek mulut hewan."Non Alice kejam sekali." lirih bi Manda. Alice yang memiliki pendengaran tajam langsung melirik tajam ke arah bi Manda."Apa maksudmu?" Manda hanya bisa terbengong mendengar pertanyaan Alice. Karena yang ia rasa hanya bergumam tadi."Aku tidak bilang apa-apa.""Jangan mengelak!""Iya, non. Aku hanya berasumsi saja. Tingk
Cahaya biru laut agak meresahkan bagi kaumnya. Ia memakan beberapa penduduk yang dirasa memiliki kedudukan penting maupun kekuatan besar. Walaupun Alice tidak sepenuhnya yakin cahaya itu memakan korbannya atau tidak. Tetapi yang jelas cahaya itu akan menyesatkan siapa saja mangsa yang dipilih. Ke suatu tempat tertentu. Kemudian menghilang tanpa jejak."Cahaya biru laut?" Ananta yakin dulu ia pernah melihat ini sebelumnya. Louise. Terakhir kali ayahnya menghilang karena mengikuti cahaya itu. Tidak salah lagi. Ananta bahkan melihatnya secara langsung bahwa Louise mengikuti cahaya itu. Tetapi Ananta tidak berhasil mengikuti kemana perginya. Dan menghilang begitu saja. Tanpa tanda."Itu berbahaya. Jangan mengikutinya lagi! Aku tau kau tanpa sadar mengikutinnya." Alice menarik lengan Ananta tetapi dengan gerakan kecil pemuda itu menghentikannya."Aku ingin tau. Sesuatu dalam diriku apa yang diinginkan cahaya itu?""Itu tidak penting Ananta." Alice menarik leng
✒✒✒Kata Alice ada sekitar dua penjaga di gerbang pintu masuk. Tubuhnya kekar dengan badan yang tinggi tegap. Kedua pria penjaga itu memiliki wajah yang terkesan sangar. Dan Alice sama sekali tidak takut. Perempuan itu bisa melakukan apa saja yang ia mau. Bahkan membunuh kedua penjaga tersebut dan menggantinya yang baru.Yang Ananta pikir. Kenapa desa ini harus diberi penjaga. Bahkan seberapa kuat Alice untuk melakukan hal yang diucapkan secara lantang perempuan tersebut. Atau seberapa pengaruh posisi Alice sampai mampu menggerakkan semua isi kepalanya."Salah satu penjaga itu menghilang dua bulan lalu. Itu penjaga yang baru. Menurut dugaan mereka mengikuti cahaya biru laut."Ananta kira Alice tidak ingin membahas hal ini lagi.
Lengan baju Ananta diseret paksa Alice ke samping. Setelah berhenti Ananta mendengkus kesal sambil membenarkan kerah bajunya yang melorot akibat tarikan mendadak tersebut."Ada apa, sih?""Silahkan dipilih, non. Samurai atau pedangnya? Keduanya sama-sama dibuat oleh pengrajin dari balik bukit, desa Northumbria. Hanya tersisa dua senjata ini yang berasal dari kerajaan itu." Suara pria yang sepertinya penjual senjata tampak menerangkan dengan penuh keyakinan.Alice tersenyum lebar, mengangguk pasti dengan antusias. Dirinya sebagai pecinta senjata tentu tau benda tersebut berasal dari desa mana saja. Semua senjata yang diproduksi setiap pengrajin dari desa tertentu memilih ukiannya masing-masing. Seperti dari Mercia, desa serta kerajaan yang saat ini disinggahi memiliki lambang kerajaan mawar merah untuk setiap benda dan segala ha
"Berapa harganya?""Kamu membelinya?" tanya Ananta.Alice menggeleng pelan. "Tidak. Aku mengincarnya." Disertai senyum antusias yang ketika Ananta dapat melihatnya itu akan tampak mengerikkan. Alice mengulum sekilas jari telunjuknya kemudian ia tempelkan pada Tekko-kagi yang ia incar. Dengan ambisi ia akan mendapatkan yang dirinya mau."Kau tidak akan menyesal nona. Ini dilengkapi dengan Kakute." Penjual menunjukkan cicil yang ia ambil dari kain emas yang sama dengan Tekko-kagi tadi. Menyerahkan pada Alice.Alice menimang cincin tersebut. Benda itu merupakan senjata tersembunyi mirip cincin tetapi memiliki dua mata duri."Jika kau bertemu lawan dan mampu memegang leher atau pergelangan tangan. Kau dapat melukainya. Mungkin ini tidak membuatmu membunuhnya tapi bisa memberimu waktu untuk melarikan diri. Atau bisa dioles racun.""Kau dengar itu Ananta? Ini cocok untukmu." Ali
Jari-jari bekerja secara bergantian menciptakan nada. Melodinya melafaskan kesungguhan hati yang terdalam. Tidak ada yang tau bagaimana isi kepala Ananta bekerja. Namun netra coklatnya terpejam kuat menghantarkan rasa yang sama. Menuntun berbagai pasang telingga untuk terbuai dalam drama yang ia ciptakan. Puisi itu tertutup petikan senar gitar kunci F."Woahhh!" teriakan kagum para penonton menggema seiring tepuk tangan yang saling bersahutan.Kesempatan itu digunakan Alice untuk menarik koin lagi. Meskipun, tadi ada banyak orang yang memasukkan koin lebih awal saat pertunjukan, rupanya mereka tidak sungkan memberikan sedikit koin lagi. Apalagi jika orang itu bangsawan wanita, mereka akan sangat tidak keberatan.Undukan warga yang bergerombol bak semut mulai terpecah belah pada rutinitasnya semula. Alice menuntun Ananta pergi ke salah satu kedai untuk beristirahat. Ia tidak perlu manghitung berapa banyak koin yang ia peroleh, jelas ini lebih dari cukup unt
Setelah pertengkaran itu keduanya berjalan sedikit dan berhenti tepat di kedai yang memiliki plakat bagian atas, bertuliskan 'arak daging'. Tempatnya sangat ramai meski kedainya hanya dari kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga menjadi gubuk sedang. Bisa dibilang semua rumah dan kedai di sini terbuat dari kayu dan batu yang disusun. Dipermanis dengan ukiran cantik untuk penduduk kalangan menengah ke atas.Alice naik ke lantai kayu kedai. Duduk bersila di atas kemudian menepuk bagian kosong di sampingnya. Menyuruh Ananta naik. Sadar dengan situasi Alice mendadak kesal. Bagaimana mungkin ia bisa sesabar ini bersama Ananta yang merepotkan. Untuk sekedar naik saja butuh bantuan."Kenapa merepotkan sekali, sih? Angkat lenganmu!"Ketika Ananta menuruti komando Alice, perempuan itu memegang erat kedua lengan Ananta. Dituntunnya naik, namun tarikan Alice terlalu kencang karena kesal. Alhasil Ananta sedikit terhuyung. Posisi duduknya melekat pada Al
Saat ini aula rapat terdapat empat orang yang terdiri dari dua orang abdi, Pangeran Charlotte Northumbria, dan sang Raja Ardolph Mercia itu sendiri. Sangat senggang namun hawa terasa panas."Aku telah mengintrogasi mereka atas kecerobohannya dalam menjaga Putri Alice. Jika besok tidak ditemukan, mereka akan dijatuhi hukum cambuk." Raja Ardolph kembali meneruskan dengan intonasi tanpa keraguan."Ampun, yang Mulia. Saya pikir Putri Alice memang sengaja melarikan diri_karena tidak menginginkan perjodohan antar dua kerajaan. Bukankah lebih baik kita menunda pernikahan ini sampai putri Alice benar-benar siap?" Abdi Lie kembali meneruskan. Tubuhnya yang berada di posisi kiri Charlotte lebih condong ke arah sang Raja."Akan memakan waktu yang lama lagi untuk menundanya. Kita akan menghabiskan dua purnama untuk menuruti isi kepala Putri Alice." Mata biru Raja Ardolph berpaling pada Charlotte. "Tidak ada yang perlu kau pikirkan, Pangeran Charlotte. Dia akan segera kembal