Share

Womenizer
Womenizer
Penulis: seorin writernim

Ketika Dikecewakan

Tok-tok-tok!

“DIT!”

Pintu kamar kos Radit diketuk seseorang di luar sana. Radit segera menghampiri dan membukakan pintu kamarnya. Dia melihat seorang ibu paruh baya berdiri di hadapannya, menagih bayaran uang sewa kamarnya yang sudah lama ditunggak beberapa bulan.

“Kapan kamu akan membayar uang kosnya, Radit? Bukankah ini sudah masuk bulan kelima?” tanya ibu kos garang. Wajahnya mirip sekali preman pasar. Ah, tidak. Bahkan, lebih parah dari itu. Ibu kos itu terlihat seperti debt collector yang galaknya melebihi anjing herder komplek situ.

“Maaf, Bu. Boleh saya meminta waktu beberapa hari lagi? Saya janji akan segera membayar uang sewanya,” sahut Radit. Dia menunjukkan raut wajah penuh penyesalan.

“Apa kamu bilang? Waktu?” Ibu kos mengerutkan keningnya hingga berlipat-lipat. Sambil berkacak pinggang ibu kos itu menunjuk-nunjuk jidat Radit seenaknya.

“Kamu itu sudah jadi mahasiswa abadi, pengangguran pula, Radit! Dari mana kamu akan mendapatkan uang untuk membayar tunggakan sewa bulananmu? Kamu itu sudah menunggak lima bulan,” Ibu kos memperingatkan Radit.

“Kuberi waktu sampai besok. Jika kamu tidak segera membayar uang sewanya, bersiaplah untuk pergi dari kosan ini. Mengerti?” tegas ibu kos. Wanita tua itu segera berlalu meninggalkan Radit.

“Ya Tuhan!” Radit hanya bisa mengelus dada sambil meratapi nasibnya yang malang.

“Makanya, Bro! Lo cari kerja sampingan sana! Jangan rebahan mulu!” ejek salah seorang teman kosnya yang kebetulan melewatinya.

“Gimana lo mau nyari kerja kalau seharian diam di kamar terus? Usaha dong, Bro! Ngapain kek, pacarin tante-tante kaya raya, kan bisa,” sindir satunya lagi, ngasih saran tapi yang unfaedah.

“Hush! Mana ada yang mau sama pengangguran macam dia. Heran aja, kok bisa-bisanya hidupnya santuy begitu. Sementara, dia kan banyak tunggakan utang-utang keluarganya di masa lalu,” teman di sebelah kamar kos Radit menimpali.

“Tidak semua orang bisa seberuntung kalian yang bisa dapatin kerjaan dan punya penghasilan bulanan setelah lulus kuliah,” balas Radit sambil tersenyum kecut. Dia masuk ke dalam kamarnya. Mengunci diri dan menutup diri dari pergaulan. Dia malas sekali nimbrung dengan teman-temannya.

Semua teman-teman kosnya menyarankan agar Radit lebih giat lagi dalam mencari pekerjaan. Bukannya tidak mau. Bukannya tidak berusaha. Tetapi, Radit masih belum mendapatkan kesempatan itu.

Ya, tentu saja Radit tahu mendapatkan pekerjaan sangatlah tidak mudah untuk saat ini. Bukan berarti dia juga diam saja. Dia sedang mengusahakannya kok. Hanya saja selama ini, usahanya belum maksimal.

Radit sudah mengajukan beberapa lamaran pekerjaan ke perusahaan-perusahaan. Namun, hasilnya sangat tidak memuaskan. Radit ditolak banyak perusahaan dengan alasan dia belum lulus kuliah. Sementara, yang dibutuhkan perusahan sekarang adalah orang-orang yang berkualifikasi dan sudah menyandang predikat ’freshgraduate’.

Radit duduk di depan komputernya. Pikirannya jadi kacau balau setelah ibu kos datang menagih uang sewa kosnya. Itu sangat mengganggu konsentrasinya yang sedang mengerjakan projek penelitian tugas akhirnya.

Radit tidak bisa berpikir jernih. Ejekan dan hinaan teman-teman kosnya kembali mengingatkan Radit pada penolakan-penolakan staf HRD perusahaan. Penolakan itu selalu terngiang-ngiang jelas dalam ingatan Radit.

Tidak hanya satu atau dua perusahaan yang telah menolaknya. Tetapi, banyak perusahaan yang seolah-olah kompak menolak keberadaannya. Lagi-lagi, alasannya karena Radit masih berstatus sebagai mahasiswa.

Karena belum membayar uang semesteran, akhirnya, mau tidak mau Radit juga harus mengulang lagi mata kuliah tugas akhir. Tentu saja, hal itu menjadi salah satu penghambat pergerakan Radit dalam mencari pekerjaan.

Teman-teman kerap kali mengejeknya. Ya sudah, terima takdir saja kalau begitu. Beruntung, dia masih memiliki kekasih setia yang selalu mendengar semua keluh kesahnya.

Radit segera menelpon kekasihnya, Tya. Berharap dia bisa menemukan solusi dari permasalahannya itu. Jika Tya mau membantunya, itu malah lebih bagus, pikirnya.

Panggilan sedang dialihkan. Tumben nomor telepon Tya tidak aktif? Radit merasa heran. Tidak biasanya Tya menonaktifkan ponselnya.

***

Keesokkan harinya, Radit masih berusaha menghubungi Tya. Kali ini nyambung kayaknya. Tidak lama kemudian, Tya pun segera menjawab panggilan teleponnya.

“Radit, ada apa? Aku masih ada kuliah,” Tya beralasan. Ketika dia menerima panggilan telepon dari Radit.

“Tya, aku ingin kita ketemu. Aku jemput kamu agak sorean di kampus, ya,” Radit menawarkan.

“Ooh, ya udah. Kebetulan, ada yang ingin aku omongin juga ke kamu, Dit. Kita ketemu di kedai kopi dekat kampus aja ya,” Tya menjanjikan. Oke, Radit setuju.

Selang beberapa jam kemudian, Radit pergi menemui Tya di kedai kopi sesuai janjinya. Radit begitu bersemangat sekali karena mau bertemu sang kekasih sore ini. Setelah mandi dan memakai pakaian yang bersih, Radit pun bergegas menemui kekasihnya.

Radit melirik jam digital di layar ponselnya. Lima menit lagi Tya keluar dari kelasnya. Jam kuliahnya sebentar lagi akan berakhir. Radit makin cepat berlari. Dia tidak ingin datang terlambat dan membuat Tya menunggu terlalu lama di kedai kopi itu.

“Nah, itu Tya!” Radit segera menghampiri kekasihnya yang sudah menunggunya dari tadi.

“Radit!” seru Tya. Dia melambaikan tangannya ke arah Radit.

Radit segera duduk. Ada apa? Kenapa tergesa-gesa sekali? Tya menghela napas panjang. Kemudian, dia memulai pembicaraan duluan.

“Kita … putus aja,” ucap Tya mengejutkan. Pernyataannya cukup membuat Radit melongo.

“Putus?” Radit bingung. “Kenapa?”

“Sorry, Dit. Aku nggak bisa nerusin hubungan kita lagi. Aku nggak bisa ngeharepin kamu. Mulai sekarang, aku bakalan fokus sama masa depanku aja,” jelas Tya. Penjelasan Tya tetap saja membuat Radit tidak mengerti. Kenapa tiba-tiba sekali kekasihnya itu minta putus darinya?

“Tya, aku janji sama kamu. Kalau aku bisa bahagiain kamu. Aku akan mencari cara agar bisa mendapatkan pekerjaan dan lulus kuliah tahun ini. Dengerin aku! Sebentar lagi penelitianku akan selesai. Aku akan perlihatkan dan buktiin sama kamu nanti,” kata Radit meyakinkan. Namun, Tya sudah tidak memercayainya.

“Nggak! Mau sampai kapan kamu menganggur, Radit? Bahkan, orang tuaku aja nggak pernah menyetujui hubungan kita. Percuma jika diteruskan. Buang-buang waktu. Jadi, sekarang kita jalani aja hidup masing-masing.” Tya memutuskan Radit secara sepihak.

“Tya,” cegah Radit. Dia meraih tangan Tya. “Tunggu Tya!”

“Dit, kita udah putus. Jadi, jangan ganggu aku lagi!”

Tya menepis lengan Radit dan tidak memedulikannya lagi. Dia segera berlalu dari hadapan Radit. Wanita itu berlari dan meninggalkan tanda tanya besar dalam benak Radit.

Radit merasa dunianya akan segera runtuh. Setelah tahu, pujaan hatinya memutuskan hubungan dengannya. Hal yang paling menyakitkan bagi Radit ketika dia melihat Tya berlari menuju sebuah mobil sedan mewah yang baru saja menjemputnya.

‘Hah! Jadi, karena itu alasannya,’ Radit mendengus kesal dalam hati.

“Karena ada cowok lain. Makanya dia mutusin aku.” Radit menyunggingkan senyum sinis. Dia sudah berburuk sangka duluan.

Tya memutuskan Radit dan pergi dengan pacar barunya. ‘Menyebalkan sekali!’ gerutu Radit sambil mengepalkan tinjunya.

Langkah Radit jadi gontai. Dia berjalan kaki dari kedai kopi menuju kosannya. Padahal jarak tempuhnya lumayan jauh. Namun, pria itu terus berjalan sambil menahan sedih di dalam hatinya. Dia patah hati setelah Tya memutuskan hubungan dengannya.

“Apa aku sudah tidak berguna lagi di matanya?” keluh Radit.

Sesampainya di kosan, Radit menghadapi masalah besar. Ibu kosnya sudah tidak sabaran menunggu kedatangan Radit di depan pintu kamarnya. Dari raut wajah Radit yang semrawut itu, Ibu kos bisa langsung mengetahuinya. Jika Radit gagal mendapatkan uangnya.

“Sudah kamu siapkan uangnya?” tanya Ibu kos galak.

“Saya belum .…” Radit gelagapan di hadapan Ibu kos. Dia sedang mencari-cari alasan. Sudah Ibu kos duga.

“Kemasi barang-barangmu dan keluar dari kamarnya. Sekarang juga!” perintah Ibu kos dengan nada tinggi. Emosinya meledak-ledak tak tertahankan lagi setelah melihat gelagat Radit yang nihil mendapatkan uang sewa kamar kosnya.

“Bu, tolong beri aku kesempatan satu hari lagi. Hari ini, aku sedang sakit. Sakit hati,” Radit beralasan.

Radit memohon dengan wajah memelas. Namun, Ibu kos yang kejam itu sudah tidak bisa menoleransinya lagi. Wanita tua itu keburu marah dan melempar barang-barang Radit ke jalanan.

“Suruh siapa kamu sakit? Makanya kalau miskin jangan sakit! Beli obat warung saja kamu tidak mampu. Nanti malah nyusahin orang di sini. Pergi sana!” usir Ibu kos.

“Bu, tolonglah! Satu malam saja. Izinkan saya tidur di kamar kosnya satu malam lagi,” mohon Radit.

“Enak saja! Kalau mau tidur dengan nyaman di sini, bayar dong!” ketus Ibu kos.

Radit terpaksa harus tidur di jalanan malam ini. Dia sudah diusir. Bahkan, sekarang Ibu kosnya telah menyita semua perangkat komputernya. Sebagai jaminan dan Radit harus menebusnya dalam waktu sepekan. Gila! Duit dari mana coba?

“Apa yang harus kulakukan sekarang?” Radit bingung. Lontang-lantung di jalanan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status