Radit, seorang mahasiswa tingkat akhir yang terancam drop out dari kampus karena tidak mampu membayar uang kuliah, mendadak jadi simpanan tante-tante kaya raya. Dalam keadaan kepepet itulah, Radit juga menggunakan segala cara untuk mendekati wanita-wanita kesepian termasuk Deska. Deska, salah satu adik kelasnya di kampus terpaksa harus berurusan dengan Radit. Karena lelaki parasit itu sudah berani memacari ibu tirinya dan menghancurkan keluarganya. Deska begitu membenci Radit. Deska tidak tahu jika Radit mengincarnya, karena gadis itu akan menjadi pewaris tunggal kekayaan dari sang ayah. Radit harus menahan diri mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Deska. Sikap menyebalkan yang ditunjukkan Deska tidak akan memengaruhi Radit dalam mencapai tujuannya. Setelah tahu Radit dan Deska saling menyukai, sang ibu tiri pun melakukan pembalasan dan menghancurkan hidup keduanya. Bagaimana kisah Radit dan Deska selanjutnya?
view moreTok-tok-tok!
“DIT!”
Pintu kamar kos Radit diketuk seseorang di luar sana. Radit segera menghampiri dan membukakan pintu kamarnya. Dia melihat seorang ibu paruh baya berdiri di hadapannya, menagih bayaran uang sewa kamarnya yang sudah lama ditunggak beberapa bulan.
“Kapan kamu akan membayar uang kosnya, Radit? Bukankah ini sudah masuk bulan kelima?” tanya ibu kos garang. Wajahnya mirip sekali preman pasar. Ah, tidak. Bahkan, lebih parah dari itu. Ibu kos itu terlihat seperti debt collector yang galaknya melebihi anjing herder komplek situ.
“Maaf, Bu. Boleh saya meminta waktu beberapa hari lagi? Saya janji akan segera membayar uang sewanya,” sahut Radit. Dia menunjukkan raut wajah penuh penyesalan.
“Apa kamu bilang? Waktu?” Ibu kos mengerutkan keningnya hingga berlipat-lipat. Sambil berkacak pinggang ibu kos itu menunjuk-nunjuk jidat Radit seenaknya.
“Kamu itu sudah jadi mahasiswa abadi, pengangguran pula, Radit! Dari mana kamu akan mendapatkan uang untuk membayar tunggakan sewa bulananmu? Kamu itu sudah menunggak lima bulan,” Ibu kos memperingatkan Radit.
“Kuberi waktu sampai besok. Jika kamu tidak segera membayar uang sewanya, bersiaplah untuk pergi dari kosan ini. Mengerti?” tegas ibu kos. Wanita tua itu segera berlalu meninggalkan Radit.
“Ya Tuhan!” Radit hanya bisa mengelus dada sambil meratapi nasibnya yang malang.
“Makanya, Bro! Lo cari kerja sampingan sana! Jangan rebahan mulu!” ejek salah seorang teman kosnya yang kebetulan melewatinya.
“Gimana lo mau nyari kerja kalau seharian diam di kamar terus? Usaha dong, Bro! Ngapain kek, pacarin tante-tante kaya raya, kan bisa,” sindir satunya lagi, ngasih saran tapi yang unfaedah.
“Hush! Mana ada yang mau sama pengangguran macam dia. Heran aja, kok bisa-bisanya hidupnya santuy begitu. Sementara, dia kan banyak tunggakan utang-utang keluarganya di masa lalu,” teman di sebelah kamar kos Radit menimpali.
“Tidak semua orang bisa seberuntung kalian yang bisa dapatin kerjaan dan punya penghasilan bulanan setelah lulus kuliah,” balas Radit sambil tersenyum kecut. Dia masuk ke dalam kamarnya. Mengunci diri dan menutup diri dari pergaulan. Dia malas sekali nimbrung dengan teman-temannya.
Semua teman-teman kosnya menyarankan agar Radit lebih giat lagi dalam mencari pekerjaan. Bukannya tidak mau. Bukannya tidak berusaha. Tetapi, Radit masih belum mendapatkan kesempatan itu.
Ya, tentu saja Radit tahu mendapatkan pekerjaan sangatlah tidak mudah untuk saat ini. Bukan berarti dia juga diam saja. Dia sedang mengusahakannya kok. Hanya saja selama ini, usahanya belum maksimal.
Radit sudah mengajukan beberapa lamaran pekerjaan ke perusahaan-perusahaan. Namun, hasilnya sangat tidak memuaskan. Radit ditolak banyak perusahaan dengan alasan dia belum lulus kuliah. Sementara, yang dibutuhkan perusahan sekarang adalah orang-orang yang berkualifikasi dan sudah menyandang predikat ’freshgraduate’.
Radit duduk di depan komputernya. Pikirannya jadi kacau balau setelah ibu kos datang menagih uang sewa kosnya. Itu sangat mengganggu konsentrasinya yang sedang mengerjakan projek penelitian tugas akhirnya.
Radit tidak bisa berpikir jernih. Ejekan dan hinaan teman-teman kosnya kembali mengingatkan Radit pada penolakan-penolakan staf HRD perusahaan. Penolakan itu selalu terngiang-ngiang jelas dalam ingatan Radit.
Tidak hanya satu atau dua perusahaan yang telah menolaknya. Tetapi, banyak perusahaan yang seolah-olah kompak menolak keberadaannya. Lagi-lagi, alasannya karena Radit masih berstatus sebagai mahasiswa.
Karena belum membayar uang semesteran, akhirnya, mau tidak mau Radit juga harus mengulang lagi mata kuliah tugas akhir. Tentu saja, hal itu menjadi salah satu penghambat pergerakan Radit dalam mencari pekerjaan.
Teman-teman kerap kali mengejeknya. Ya sudah, terima takdir saja kalau begitu. Beruntung, dia masih memiliki kekasih setia yang selalu mendengar semua keluh kesahnya.
Radit segera menelpon kekasihnya, Tya. Berharap dia bisa menemukan solusi dari permasalahannya itu. Jika Tya mau membantunya, itu malah lebih bagus, pikirnya.
Panggilan sedang dialihkan. Tumben nomor telepon Tya tidak aktif? Radit merasa heran. Tidak biasanya Tya menonaktifkan ponselnya.
***
Keesokkan harinya, Radit masih berusaha menghubungi Tya. Kali ini nyambung kayaknya. Tidak lama kemudian, Tya pun segera menjawab panggilan teleponnya.
“Radit, ada apa? Aku masih ada kuliah,” Tya beralasan. Ketika dia menerima panggilan telepon dari Radit.
“Tya, aku ingin kita ketemu. Aku jemput kamu agak sorean di kampus, ya,” Radit menawarkan.
“Ooh, ya udah. Kebetulan, ada yang ingin aku omongin juga ke kamu, Dit. Kita ketemu di kedai kopi dekat kampus aja ya,” Tya menjanjikan. Oke, Radit setuju.
Selang beberapa jam kemudian, Radit pergi menemui Tya di kedai kopi sesuai janjinya. Radit begitu bersemangat sekali karena mau bertemu sang kekasih sore ini. Setelah mandi dan memakai pakaian yang bersih, Radit pun bergegas menemui kekasihnya.
Radit melirik jam digital di layar ponselnya. Lima menit lagi Tya keluar dari kelasnya. Jam kuliahnya sebentar lagi akan berakhir. Radit makin cepat berlari. Dia tidak ingin datang terlambat dan membuat Tya menunggu terlalu lama di kedai kopi itu.
“Nah, itu Tya!” Radit segera menghampiri kekasihnya yang sudah menunggunya dari tadi.
“Radit!” seru Tya. Dia melambaikan tangannya ke arah Radit.
Radit segera duduk. Ada apa? Kenapa tergesa-gesa sekali? Tya menghela napas panjang. Kemudian, dia memulai pembicaraan duluan.
“Kita … putus aja,” ucap Tya mengejutkan. Pernyataannya cukup membuat Radit melongo.
“Putus?” Radit bingung. “Kenapa?”
“Sorry, Dit. Aku nggak bisa nerusin hubungan kita lagi. Aku nggak bisa ngeharepin kamu. Mulai sekarang, aku bakalan fokus sama masa depanku aja,” jelas Tya. Penjelasan Tya tetap saja membuat Radit tidak mengerti. Kenapa tiba-tiba sekali kekasihnya itu minta putus darinya?
“Tya, aku janji sama kamu. Kalau aku bisa bahagiain kamu. Aku akan mencari cara agar bisa mendapatkan pekerjaan dan lulus kuliah tahun ini. Dengerin aku! Sebentar lagi penelitianku akan selesai. Aku akan perlihatkan dan buktiin sama kamu nanti,” kata Radit meyakinkan. Namun, Tya sudah tidak memercayainya.
“Nggak! Mau sampai kapan kamu menganggur, Radit? Bahkan, orang tuaku aja nggak pernah menyetujui hubungan kita. Percuma jika diteruskan. Buang-buang waktu. Jadi, sekarang kita jalani aja hidup masing-masing.” Tya memutuskan Radit secara sepihak.
“Tya,” cegah Radit. Dia meraih tangan Tya. “Tunggu Tya!”
“Dit, kita udah putus. Jadi, jangan ganggu aku lagi!”
Tya menepis lengan Radit dan tidak memedulikannya lagi. Dia segera berlalu dari hadapan Radit. Wanita itu berlari dan meninggalkan tanda tanya besar dalam benak Radit.
Radit merasa dunianya akan segera runtuh. Setelah tahu, pujaan hatinya memutuskan hubungan dengannya. Hal yang paling menyakitkan bagi Radit ketika dia melihat Tya berlari menuju sebuah mobil sedan mewah yang baru saja menjemputnya.
‘Hah! Jadi, karena itu alasannya,’ Radit mendengus kesal dalam hati.
“Karena ada cowok lain. Makanya dia mutusin aku.” Radit menyunggingkan senyum sinis. Dia sudah berburuk sangka duluan.
Tya memutuskan Radit dan pergi dengan pacar barunya. ‘Menyebalkan sekali!’ gerutu Radit sambil mengepalkan tinjunya.
Langkah Radit jadi gontai. Dia berjalan kaki dari kedai kopi menuju kosannya. Padahal jarak tempuhnya lumayan jauh. Namun, pria itu terus berjalan sambil menahan sedih di dalam hatinya. Dia patah hati setelah Tya memutuskan hubungan dengannya.
“Apa aku sudah tidak berguna lagi di matanya?” keluh Radit.
Sesampainya di kosan, Radit menghadapi masalah besar. Ibu kosnya sudah tidak sabaran menunggu kedatangan Radit di depan pintu kamarnya. Dari raut wajah Radit yang semrawut itu, Ibu kos bisa langsung mengetahuinya. Jika Radit gagal mendapatkan uangnya.
“Sudah kamu siapkan uangnya?” tanya Ibu kos galak.
“Saya belum .…” Radit gelagapan di hadapan Ibu kos. Dia sedang mencari-cari alasan. Sudah Ibu kos duga.
“Kemasi barang-barangmu dan keluar dari kamarnya. Sekarang juga!” perintah Ibu kos dengan nada tinggi. Emosinya meledak-ledak tak tertahankan lagi setelah melihat gelagat Radit yang nihil mendapatkan uang sewa kamar kosnya.
“Bu, tolong beri aku kesempatan satu hari lagi. Hari ini, aku sedang sakit. Sakit hati,” Radit beralasan.
Radit memohon dengan wajah memelas. Namun, Ibu kos yang kejam itu sudah tidak bisa menoleransinya lagi. Wanita tua itu keburu marah dan melempar barang-barang Radit ke jalanan.
“Suruh siapa kamu sakit? Makanya kalau miskin jangan sakit! Beli obat warung saja kamu tidak mampu. Nanti malah nyusahin orang di sini. Pergi sana!” usir Ibu kos.
“Bu, tolonglah! Satu malam saja. Izinkan saya tidur di kamar kosnya satu malam lagi,” mohon Radit.
“Enak saja! Kalau mau tidur dengan nyaman di sini, bayar dong!” ketus Ibu kos.
Radit terpaksa harus tidur di jalanan malam ini. Dia sudah diusir. Bahkan, sekarang Ibu kosnya telah menyita semua perangkat komputernya. Sebagai jaminan dan Radit harus menebusnya dalam waktu sepekan. Gila! Duit dari mana coba?
“Apa yang harus kulakukan sekarang?” Radit bingung. Lontang-lantung di jalanan.
“Ada hubungan apa antara kamu dan Radit?” tanya Deska to the point. Dengan suara lantang, dia menantang ibu sambungnya. Bahkan, Deska sudah tidak lagi memanggil Serafina dengan sebutan ‘Mama’.“Lancang sekali kamu! Dasar anak kecil!” Serafina balas menantangnya lagi. Dia menyunggingkan senyum liciknya pada Deska.Deska tidak takut. Mumpung tidak ada papa di rumah, dia berani melawan mama tirinya. Tidak terima dengan sikap Deska yang makin hari makin kurang ajar kepadanya, Serafina pun tak tinggal diam.Serafina memperingatkan Deska untuk berhati-hati dengannya. Karena dia akan melawan Deska jika terbukti anaknya itu bertindak semena-mena dikala papanya tidak ada di rumah. Selama ini, Serafina menahan diri. Karena tidak mungkin dia mengeluarkan kata-kata kasar atau bersikap tidak baik di depan suaminya.“Kutanya sekali lagi, kenapa kamu ikut campur urusanku de
“Kepastian?” ulang Deska bergumam bingung.Apanya yang harus mendapat kepastian? Maksudnya soal hubungan asmaranya yang pura-pura itu? Hah, Radit mulai banyak menuntut ini itu pada Deska sekarang. Karena lelaki itu takut jika sewaktu-waktu Deska direbut lelaki lain.Radit tidak akan pernah rela, jika Deska yang merupakan tambang emas baginya itu dimiliki lelaki lain. Dia bisa memastikannya sendiri. Tidak akan pernah ada lelaki lain yang bisa mendapatkan perhatian atau pun kasih sayang dari Deska. Camkan itu! Radit bersumpah pada dirinya sendiri. Dia tidak akan sampai membiarkan hal buruk itu terjadi dalam hidupnya.“Kak Radit ini kenapa sih? Jelas-jelas hubungan kita itu hanya sandiwara. Kenapa sekarang Kak Radit menuntutku harus memberikan kepastian dan meresmikan hubungan kita?” Deska mengernyit. “Aneh banget orang satu ini. Kepedean banget sih kalau gue bakalan mau pacaran sama dia?&rdquo
“Astaga! Si mahasiswa abadi nan reseh kenapa datang ke mari sih?” gerutu Deska sembari menundukkan kepala.“Sayang, kamu lagi apa sih? Tadi aku telponin kamu nggak dijawab terus. Sibuk ya?” tanya Radit sambil mengelus-elus rambut Deska, sok akrab.“Sayang?” Defri mengernyit. Disusul dengan Aldo dan Dinda. Keduanya saling beradu pandang. Kemudian, Aldo mengangkat bahu di depan Dinda.Radit menoleh, “Deska itu pacarku sekarang. Jadi, kamu jangan macam-macam dengannya!” Ancaman Radit membuat Defri skakmat. Dia tak lagi banyak bicara. Seolah-olah, dia patuh begitu saja pada Radit.Teman-teman Radit terbelalak mendengar ucapannya barusan. Karena baru kali ini Radit mengumumkannya secara resmi di hadapan teman-temannya.“Des, lo yakin pacaran sama dia?” Dinda tak percaya. Deska menghela napas panjang sambil memasang muka pasra
“Aaarrrrrggghhh!” Deska berteriak. Seraya menutup wajah dengan kedua tangannya.“Astaga, Deska!” Radit buru-buru mengambil handuknya dan membalikkan tubuh membelakangi Deska.Ups! Deska tidak sengaja barusan. Sumpah. Dia tidak bermaksud melorotin handuk Radit. Itu kecelakaan yang tak terduga dan tangannya refleks membuka handuk yang dikenakan Radit. Ketika pria itu hendak menindih tubuhnya.“Maaf, Kak Radit. Aku nggak sengaja tadi,” sesal Deska. Dia masih memejamkan matanya di depan Radit.Radit berkacak pinggang sambil mendengus kesal. “Kamu pasti sengaja, ya?” tuduh Radit. Deska langsung membuka matanya.“Apa? Sengaja?” Deska berubah sewot. Setelah mendengar tuduhan Radit seenaknya. “Kalau aku sengaja mana mungkin aku langsung merem tadi? Lagi pula, wajahku juga kututupi pakai tangan. Jangan asal menuduh tanpa bu
“Kak Radit?!” Deska membelalak kaget. Radit mengernyit.“Aku kaget banget, Kak. Barusan,” ujar Deska. Seraya mengelus dadanya saking terkejut melihat Radit sudah berdiri di hadapannya.“Kamu terkejut kenapa?” Radit heran.“Ah, bukan apa-apa kok, Kak,” sangkal Deska sebisanya. Dia agak kikuk lantaran Radit menatapnya dengan sorot mata penuh selidik.Terang saja Radit jadi curiga. Karena ini kali pertama Deska datang ke apartemennya. Tanpa tujuan yang jelas. Itu kan membuat Radit sampai harus mengerutkan kening melihat kedatangan Deska yang tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan sebelumnya.“Ya udah, santai aja lagi. Nih, minum dulu milkshakenya. Aku buatin khusus buat kamu tuh!” Radit menyerahkan minuman buatannya pada Deska.“Thanks ya, Kak,” ucap Deska. Seraya meraih gelas milkshakenya dar
“Jangan ikut campur! Itu urusan mereka,” cegah Tuan Leo ketika Serafina hendak melabrak Radit dan Deska.Serafina geram sekali dan hampir saja hilang kendali. Dia dibutakan cinta dan sangat cemburu melihat kedekatan Deska dan Radit. Untung saja, Tuan Leo segera mencegahnya. Sebelum Serafina mempermalukan dirinya sendiri di tengah-tengah pesta yang sedang berlangsung. Gara-gara cinta butanya itu pada Radit.“Aku tidak suka melihat mereka,” ketus Serafina. “Kenapa kamu diam saja melihat Deska pacaran dengan Radit?” tanyanya pada Tuan Leo.“Aku tidak ingin menghancurkan senyum bahagia putriku saat ini. Jadi, aku akan membiarkannya sementara. Lagi pula, mereka juga tidak berbuat macam-macam, kan?” sahut Tuan Leo.Tuan Leo benar. Radit dan Deska memang tidak melakukan sesuatu yang membuat kedua orang tuanya curiga. Keduanya justru menampilkan peran yang cuku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments