Share

Part 6

Meninggalkan ruangan Wakil Direktur dengan perasaan tak menentu. Beberapa orang masih berada di lobi, karena di sanalah mereka bekerja.

Masih tersenyum dan menunduk hormat padaku, tak berniat mengindahkannya. Aku terus berjalan tanpa mempedulikan mereka, ataupun anggapan mereka nantinya.

Melewati pintu utama, supir telah menyambutku di sana. Memberiku hak istimewa dengan membukakan pintu.

Tidak tau mengapa ada perasaan kecewa dan sedih yang kurasakan. Aku memang menyukainya, tapi tidak tau akan seperti ini jika mendengar penolakan seperti itu dari Kak Zao.

Sepanjang perjalanan, aku mencoba meyakinkan diri, tidak akan bergantung lagi pada Kak Zao mulai hari ini.

Saat itu, netra menangkap sosok pria yang kukenal. Dia tengah berdiri di toko bunga. Pikiranku melayang, untuk siapa bunga itu?

Kembali teringat ucapan Kak Zao akan adanya seseorang yang datang mengunjungiku malam ini. Mungkinkah dia orangnya? Astaga, bertemu pria itu lagi.

Kulihat pria itu sudah terlewat cukup jauh. Namun, masih tertangkap jelas ada seorang wanita yang tiba-tiba datang dan memeluknya. Siapa dia? Aku memutar badan untuk melihat ke arah mereka, penasaran, untung saja laju mobil tidak terlalu kencang.

"Berhenti," titahku pada supir.

Mobil pun langsung berhenti melaju sesuai dengan ucapanku.

"Mundurkan mobilnya." Kataku kembali memerintah. Mungkin dia penasaran, tapi aku tidak peduli akan seperti apa tanggapan orang lain.

Mereka masih berada di sana, di depan toko bunga. Wanita itu masih bergelayut manja di lengan pria yang kutemui kemarin.

Supir menghentikan mobil tidak jauh dari lokasi mereka saat ini. Kuputuskan untuk turun lalu mendatangi toko tersebut.

Sengaja tidak mengindahkan kehadiran mereka. Aku bergegas masuk tanpa menoleh.

"Silahkan, ada yang bisa kami bantu?" tanya si penjaga toko, tersenyum ramah.

"Aku ingin membeli bunga untuk dibawa ke pemakaman," jelasku padanya.

"Baik, akan saya siapkan. Mohon ditunggu sebentar," ucap si penjaga toko.

Tanpa sadar aku melihat ke arah mereka, masih di sana. Apa sih yang mereka lakukan? Membeli bunga atau sedang pacaran?

"Nona," panggil penjaga toko itu, tapi aku tak mengindahkannya.

"Nona, maaf. Ini bunga ... "

"Terima kasih," kataku, langsung mengambil bunga tersebut dan memberikan kartu pada si penjaga toko.

"Maaf, anda ini, Nona muda dari keluarga Liu?" tanya si penjaga toko tampak ragu saat mengucapkannya.

"Iya," jawabku, menoleh ke arahnya sambil membuka kacamata yang kukenakan.

"Astaga, maafkan saya, Nona Liu. Saya tidak mengenali anda dengan baik," kata si penjaga toko menundukkan kepala.

"Iya, tidak apa-apa. Tidak perlu berlebihan seperti itu," kataku berusaha mencegahnya untuk tidak menunduk.

Mungkin boleh saat di perusahaan, tapi sangat tidak nyaman saat ada orang yang langsung memberi hormat padaku saat sedang di luar seperti ini.

Aku tidak ingin menerima perlakuan istimewa. Jauh di saat masih kuliah dulu, semua orang memperlakukanku layaknya gadis biasa. Hanya sebagian yang mengenali identitasku, tapi semua itu langsung tersebar setelah ayah pergi.

"Xiaoyi." Namaku dipanggil oleh seseorang yang tampaknya aku kenal.

Saat kulihat siapa dia, senyum manis itu tersungging lagi, menampakkan gigi gingsul yang tak mampu aku lupakan.

Aku mencoba membalas senyum, terpaksa, melihat ada seorang wanita berdiri di samping pria itu.

Dia tau kalau aku sempat melirik ke arah wanita di sebelahnya.

"Oh, iya. Kenalkan, ini Yi Meng Tian," ucapnya memperkenalkan kami.

"Wah, Kak Liu Fannyi? Yitan tidak menyangka bisa bertemu di sini, kakak cantik sekali," puji wanita itu, antusias sambil memegangi kedua tanganku.

Bukan, dia terlihat masih sangat muda. Mengenakan tas kecil di punggungnya, gadis itu terlihat sangat imut.

"Yitan," panggil pria itu.

"Iya, maaf." Gadis itu pun langsung terdiam lalu mundur beberapa langkah.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya pria itu.

Maaf, nama pria itu adalah Yi Feilan. Direktur Utama dari Lander Star, salah satu perusahaan ternama di Negara C. Aku mendengar semua tentangnya dari Kak Zao.

Aku tak menjawab, tapi kugerakkan bingkisan bunga yang dibeli tadi. Dia tentu paham apa yang kulakukan di tempat itu.

"Oh, iya," jawabnya singkat.

"Maaf, aku masih ada urusan. Permisi," kataku berpamitan.

Aku tidak peduli, kutinggalkan toko itu segera. Meski rasa penasaran masih menghantui, tidak mungkin aku bertanya lebih tentang siapa gadis di sampingnya itu.

"Mungkin saja Kak Zao tau, tapi, ah sudahlah. Tidak usah dipikirkan," batinku.

Masuk ke dalam mobil, berlalu meninggalkan toko untuk pulang ke rumah.

..

Kusandarkan diriku di sofa, menatap langit-langit. Bayangan Direktur Yi saat bersama gadis itu muncul di sana, apa yang kupikirkan?

"Liu Fannyi, sadarlah. Apa yang kamu pikirkan sekarang? Untuk apa peduli dengan mereka berdua. Apa pun hubungan mereka, itu tidak ada kaitannya denganmu," tegasku dalam hati.

Tidak ingin memikirkan, kulangkahkan kaki menuju kamar. Berendam di bathup mungkin bisa menenangkan pikiran.

"Nona, Nona Liu," ucap pelayan mengetuk pintu kamarku.

Sayup terdengar meski berada di dalam kamar mandi. Tidak ingin menggubrisnya, pelayan itu semakin berani saja akhir-akhir ini.

Pasti Kak Zao, pasti dia yang mengizinkan pelayan untuk bebas menggangguku.

Ketukan dan panggilan tetap tidak usai, meski sudah kuabaikan. Mengenakan jubah mandi, membuka pintu yang sedari tadi menjadi korban kekerasan.

"Ada apa?" tanyaku saat membuka pintu.

"Maaf, Nona Liu. Tuan Zhang menelfon, meminta Nona untuk segera bersiap," ucapnya menyampaikan pesan.

"Jadi benar, Kak Zao yang memberimu izin untuk menggangguku?" tuduhku.

"Mohon ampuni saya, Nona. Saya tidak mungkin berani mengganggu Nona," jawab si pelayan.

"Sudah, kembali saja," titahku.

Kak Zao ini benar-benar sudah menjadi seperti nenek. Suka memerintah hal-hal yang tidak aku sukai.

"Jam berapa sekarang? Sudah minta aku untuk bersiap. Siapa sih tamu yang mau berkunjung itu?" gerutuku.

Pukul 4 sore, aku sama sekali tidak menuruti pesan dari Kak Zao. Sengaja bersantai di kursi ayunan taman belakang, hal yang selalu kulakukan saat sore hari.

Lagipula, tamu yang Kak Zao bilang mau berkunjung ke rumah datangnya malam, kan? Sekarang baru pukul 4 sore, masih ada waktu untukku bersiap setelah bersantai sejenak.

Hari ini, langit begitu cerah. Damainya biru masih menghias di atas sana. Sama sekali tidak menampakkan waktu senja yang akan segera tiba.

Lelahnya jadwal yang kulalui hari ini, perlahan membuatku terpejam. Seperti itu, selalu saja larut dalam indahnya pemandangan alam.

"Xiaoyi." Suara teriakan seseorang hampir membuat gendang telingaku pecah. Membuka netra, melihat siapa si tersangka.

"Apa?" balasku dengan suara khas bangun tidur.

"Jam berapa sekarang? Kenapa kamu belum siap juga?" bentak Kak Zao.

"Ada apa?" tanyaku, lupa ingatan.

"Bukankah aku sudah memintamu pulang untuk bersiap? Memangnya pelayan di rumah tidak memberitahu?" seru Kak Zao dengan keras.

"Iya, aku tau, tapi bisa tidak jangan teriak-teriak begitu?" protesku.

"Oke. Sekarang juga kamu siap-siap, sebentar lagi dia akan datang," pinta Kak Zao lebih halus setelah menafik napas panjang.

Ting-tong.

Suara bel berbunyi membuat Kak Zao terlihat panik. Namun, tidak denganku. Berjalan santai meninggalkan taman menuju kamarku. Sedangkan Kak Zao pergi membukakan pintu untuk sang tamu.

"Xiaoyi"

bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status