Share

Bab 3

Penulis: Bima
Saat Karina pulang ke rumah dengan langkah gontai, langit sudah gelap.

Yang mengejutkan, lampu ruang tamu menyala. Jerry ternyata ada di rumah.

Melihatnya datang, Jerry meletakkan tablet di tangan dan berdiri menghampiri, secara naluriah ingin mengambil tas Karina.

“Sudah pulang? Wajahmu kenapa pucat sekali?”

Karina menghindar dari tangannya, suara yang keluar dari bibirnya kering dan kasar, seakan ada pasir di tenggorokannya. “Yuna di mana?”

Gerakan Jerry sempat terhenti, tapi segera dia menjawab, “Oh, Yuna baru pulang dari luar negeri. Dia bilang nggak ada yang menemaninya ke acara gala, kebetulan aku lagi kosong, jadi aku temani sebentar.”

“Apartemen barunya masih dalam tahap penghilangan bau cat, tinggal di hotel juga tidak nyaman. Jadi, aku izinkan dia tinggal sementara di vila kita di pinggiran kota.”

“Kamu tahu, ‘kan, dia seorang diri di luar negeri selama ini, apalagi dia adalah selebriti …”

Jerry berhenti sejenak, memerhatikan ekspresi Karina, lalu menambahkan, “Tenang saja, hanya beberapa hari. Nggak akan lama.”

Karina mendongak dengan tiba-tiba. Suaranya bergetar, “Tinggal di vila pinggiran kota?”

“Itu rumah pernikahan kita, Jerry! Rumah yang kita pilih bersama, kita desain bersama! Kamu bahkan nggak bertanya satu kata pun padaku, lalu langsung membiarkan dia tinggal di sana?”

Setiap perabot, setiap sudut vila itu, menyimpan semua impiannya tentang pernikahan dan masa depan.

Akhir-akhir ini, demi kenyamanan kerja Jerry, mereka pindah ke apartemen kecil di pusat kota. Karina tak pernah mengeluh, dengan sabar bolak-balik tinggal di antara dua tempat.

Dan kini, Jerry dengan begitu mudahnya mengizinkan wanita lain tinggal di tempat yang menjadi satu-satunya "rumah" bagi Karina. Satu-satunya tempat yang masih terasa seperti miliknya sendiri.

Sebuah kilatan tak sabar muncul di mata Jerry, lalu digantikan oleh tatapan kecewa yang dalam.

“Yuna hanya tinggal di kamar tamu beberapa hari. Kita tumbuh besar bersama. Dulu keluarganya banyak membantuku. Sekarang dia kesulitan, apa aku nggak boleh membantunya?”

“Jangan terlalu cemburu.”

“Cemburu?”

Karina seolah mendengar lelucon paling menyakitkan dalam hidupnya. Air mata langsung menggenang, tapi dia paksa kembali ke dalam.

Rasa dingin di dadanya menjalar hingga ke ujung jari, membuat seluruh tubuhnya mati rasa.

Dia memandangi pria di depannya. Begitu dikenalnya, tapi juga terasa asing.

Tatapan kecewa itu, bukan tertuju pada situasi, tapi padanya.

Seakan, dia yang salah.

Dia yang terlalu sempit hati.

Dia yang bersikap tidak masuk akal.

Semua amarah, kesedihan, dan rasa tak rela, membeku seketika di mata kecewa itu.

Karina bahkan tak punya tenaga lagi untuk berdebat.

Di mata Jerry, bahkan emosi Karina pun tak layak untuk ada.

Saat larut malam.

Setelah mandi, Jerry naik ke tempat tidur. Mengira Karina masih marah, dia memeluk Karina dari belakang seperti biasa, mencoba meredakan suasana dengan suara lembut dan manja.

Tiba-tiba, layar ponsel di nakas menyala terang, mencolok di tengah gelapnya kamar.

Yuna menelepon.

Dia segera turun dari ranjang. Karina samar-samar mendengar suaranya yang ditahan pelan tapi tetap hangat, “Yuna? Kenapa?”

“Rumahnya terlalu besar dan kamu takut? Baiklah, jangan takut. Aku akan segera ke sana.”

Langkah kaki menjauh perlahan. Pintu kamar utama terbuka pelan.

Dia berjalan ke ranjang, membungkuk, dan mencium kening Karina. Nafasnya hangat.

“Aku ada urusan kerja yang harus diselesaikan. Jangan tunggu aku. Tidurlah dulu.”

Pintu kembali tertutup perlahan. Langkah kakinya menghilang dalam keheningan.

Dalam kegelapan, Karina membuka matanya.

Menatap langit-langit tanpa makna, kosong.

Ciuman di kening tadi, terasa seperti besi panas yang membakar kulitnya.

Di depan Yuna, keberadaan dan perasaan Karina sebagai istri tak ada artinya.

Dia duduk tegak dengan tiba-tiba, menarik koper dari bawah ranjang.

Dia tidak menyentuh satu pun barang mewah yang dibelikan Jerry. Gaun mahal, perhiasan berkilau, tak ada satu pun yang dia bawa.

Dengan gerakan seperti mesin, pelan-pelan, dia memasukkan semua barang miliknya sendiri. Satu per satu, ke dalam koper, dalam diam dan teliti.

Selesai mengemas, dia menyeret koper itu ke dalam ruang ganti pakaian.

Kemudian, dia kembali duduk di ujung ranjang yang dingin. Diam menunggu cahaya pagi menembus jendela kamar yang tertutup tirai tebal.

Fajar tiba.

Cahaya abu-abu menyusup perlahan dari celah tirai tebal. Jerry tidak pulang semalaman.

Karina berjalan tanpa alas kaki di lantai yang dingin, menuju sudut ruangan yang hampir tak pernah dia datangi, yaitu ruang kerja Jerry.

Di sana ada brankas milik suaminya.

Entah kenapa saat memasukkan kode, jarinya secara otomatis mengetik tanggal pernikahan mereka.

"Klik."

Brankas terbuka.

Jantungnya seakan hampir meledak.

Rasa sakitnya nyaris seperti mengiris diri sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Yang Tersisa Setelah Segalanya Usai   Bab 25

    Angin pulau selalu membawa aroma kebebasan yang asin dan, menyapu pohon-pohon palem yang bergoyang di luar jendela studio. Sinar matahari menembus jendela besar, menerangi meja kerja yang terisi berbagai macam alat yang tersusun rapi. Alat-alat yang dulu terpendam di sudut vila, kini kembali hidup di ujung jari Karina yang cekatan. Di dinding studio, tergantung banyak sertifikat penghargaan guru dan timnya.Tempat ini bukan lagi tempat perlindungan, melainkan jangkar bagi kapal kariernya dan pelabuhan bagi impiannya yang akan berlayar kembali. Saat beristirahat sejenak, pandangan Karina jatuh pada sebuah bingkai foto di meja.Di dalamnya adalah foto dirinya bersama Zain di bawah matahari terbenam di tepi laut. Berdiri berdampingan, senyum mereka hangat dan nyata. Dia mengambil ponsel, jarinya mengetuk dengan lembut dan mengirimkan pesan singkat, [Sampai jumpa nanti malam.]Ketika senja mulai menyelimuti, mobil Zain berhenti di luar studio."Mau pergi ke suatu tempat dulu?" Zain me

  • Yang Tersisa Setelah Segalanya Usai   Bab 24

    Penyelidikan dan pengadilan akhirnya selesai. Rantai bukti yang diajukan oleh Karina, bagai pisau pemotong yang paling tajam yang memutuskan segala harapan Jerry dan Yuna untuk lolos dari tanggung jawab mereka. "Terdakwa Jerry, dihukum karena kejahatan melindungi, menghalangi kesaksian, penyalahgunaan kekuasaan, dan yang lainnya. Mendapatkan hukuman penjara selama lima belas tahun!" "Terdakwa Yuna, dihukum karena kejahatan kecelakaan lalu lintas, membahayakan keselamatan publik, penganiayaan yang disengaja, dan yang lainnya. Mendapatkan hukuman penjara seumur hidup!" Setiap kata dalam putusan itu terdengar sangat menekan. Seperti palu yang dijatuhkan, memekakkan telinga dan menimbulkan gema yang dalam. Karina juga berhasil mengajukan gugatan cerai. Meski mendapatkan hasil yang dia inginkan, Karina tidak merasa lega seperti yang dibayangkan. Yang ada hanyalah rasa lelah yang menumpuk dan hampir mati rasa, seakan dia telah melintasi gurun panjang dan akhirnya sampai di tujuan. Je

  • Yang Tersisa Setelah Segalanya Usai   Bab 23

    Kesunyian Karina membuat Jerry mengira bahwa hukuman untuk Yuna masih belum cukup membuatnya puas. Saat pria itu hendak melangkah maju dan menendang beberapa kali lagi. "Cukup." Suara Karina tidak keras. Jerry mendongak mendengar suara itu, matanya yang kosong tiba-tiba dipenuhi dengan kegembiraan yang tak terhingga, seolah bisa membakar seluruh dirinya. Karina berbicara! Wanita itu menghentikannya! Apakah ini berarti, Karina akhirnya ... akhirnya bersedia memaafkannya? "Karina!" Suaranya serak, tangannya gemetar saat mencoba meraih tangan Karina. Namun, saat Jerry hampir menyentuhnya, Karina menarik tangannya kembali, seolah takut terbakar. Tangan Jerry hanya menggantungkan di udara. "Apa kamu sudah memaafkanku, ‘kan? Aku tahu! Aku tahu kalau aku masih ada di hatimu!""Aku salah, aku benar-benar salah! Dulu aku memang brengsek. Aku sudah dibutakan dan menyakitimu! Maafkan aku! Maafkan aku, Ayah Mertua! Aku pantas mati, aku pantas disiksa sampai mati! Asalkan kamu mau memaafkanku

  • Yang Tersisa Setelah Segalanya Usai   Bab 22

    "Aku bisa melakukannya!" Melihat Karina mulai melunak, Jerry merasa seolah-olah telah menemukan seutas tali penyelamat. Dia melanjutkan, "Aku akan membuat pembunuh itu menebus dosanya!" Akhirnya, mobil berhenti di depan vila tempat mereka tinggal setelah menikah. Malam semakin gelap, vila itu terang benderang, cahaya lampunya menyilaukan mata Karina. "Karina," suara Jerry penuh harapan besar. Dia turun dari mobil lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Karina. "Sudah sampai rumah." Pria itu sengaja menekankan kata "rumah". Seolah-olah begitu mereka masuk ke tempat itu, masa lalu bisa dihapuskan begitu saja. Karina tidak bergerak. Dia menatap vila yang pernah menjadi tempat kebahagiaan singkat dalam pernikahannya. Namun, juga menjadi saksi dari semua keputusasaannya. "Masuk dan lihatlah, ya?" Suaranya terdengar seperti permohonan. Karina akhirnya bergerak. Ada bedna penting yang dia tinggalkan di dalam vila ini. Suara sepatu hak tingginya menghentak lantai marmer yang dingin, meng

  • Yang Tersisa Setelah Segalanya Usai   Bab 21

    Jerry merasakan detakan jantung yang kencang, matanya merah merona.Dia mengambil pena, ujung penanya menggores di atas "Surat Perjanjian Pembagian Harta", meninggalkan jejak tinta terakhir. Dia hampir tak kuasa untuk menggerakkan penanya. Karina menundukkan kepala, matanya menyapu klausul yang menyakitkan di dalam dokumen itu. Semua harta bergerak, properti, saham dan investasi, semua itu akan menjadi miliknya. Dia tidak ragu sedikit pun dan langsung menandatangani namanya. Gerakannya cepat dan tegas, bahkan tidak melirik Jerry sama sekali. "Masih ada Surat Perjanjian Perceraian." Suaranya tenang, tanpa ekspresi, seperti menyampaikan urusan yang tidak ada kaitannya dengan dirinya. Ketenangan itu membuat hati Jerry yang sudah mati rasa tiba-tiba berdebar. Sebuah kegembiraan liar yang disertai rasa sakit langsung menjalar ke kepalanya. Dia menerimanya! Dia menerima segalanya darinya! Proses perpindahan harta yang besar itu, dalam pandangannya yang penuh keputusasaan, malah menja

  • Yang Tersisa Setelah Segalanya Usai   Bab 20

    Setelah kembali dari pulau yang disinari sinar matahari yang menyilaukan, Jerry merasa seperti tulang punggungnya telah dicabut. Setiap senyuman Karina terasa seperti besi panas yang membakar hatinya yang sudah hancur. Tidak, dia tidak bisa membiarkan semuanya berakhir begitu saja! Jerry berutang permintaan maaf dan penjelasan pada Karina. Bahkan jika itu hanya harapan yang sangat tipis, dia harus melakukannya. Dengan tangan gemetar, dia mengirimkan sebuah pesan. Dia mengatur pertemuan dengan Karina dengan alasan bahwa dia setuju untuk bercerai dan meminta pengacara untuk membagi harta. Alasan yang buruk dan egois, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Begitu tombol kirim ditekan, perasaan kosong yang luar biasa langsung melanda hatinya. Keesokan harinya, Jerry tiba dua jam lebih awal. Dia duduk di tempat yang dulu dia pilih saat mengungkapkan perasaannya pada Karina. Di sebelah jendela, pemandangan kota yang familiar masih tetap ada, tetapi perasaannya kini hancur. Dia mengen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status