Share

03. Alasan

Tak seharusnya Naja memikirkan hal seperti ini saat kesehatannya sedang buruk, tetapi tanpa bisa ia cegah, ingatannya mundur pada kejadian tiga bulan lalu. Tepatnya saat pertama kali ia bertemu seorang perempuan bernama Yuna Niscala Abram, yang sebelumnya ia ketahui bernama Yuca. Yuca adalah nama pena perempuan itu sebagai seorang penulis novel romance. Tidak sekali dua kali nama itu lewat di telinga Naja karena karya-karyanya yang bertengger lama di rak best seller. Namun, Naja tidak pernah menaruh perhatian sampai ketika  NF Entertainment ingin membuat proyek baru, yaitu memproduksi web series, serial mini yang saat ini sedang naik daun. Dan saat itu Yuca-lah yang digaet menjadi penulisnya. NF Entertainment sendiri ingin web series yang fresh, di mana bukan adaptasi dari novel atau wadah lain.

Tidak pernah Naja ada niat mendekati Yuca sebagai 'perempuan', melainkan sekadar penulis di agensinya. Namun, ketika dirinya, Dara, dan Renra berkumpul, tercetuslah fakta bahwa Yuca masih perawan dari mulut Dara. Perempuan itu bilang dulu sempat satu kampus dengan Yuca dan terkadang hangout bersama. Dan entah bagaimana, perjanjian mendapatkan hati Yuca dan menidurinya menjadi akhir obrolan mereka sebelum pulang.

Sebulan berlalu, Naja sudah bisa merubah statusnya dan Yuca menjadi berpacaran. Dalam waktu pendekatan yang sangat singkat itu, hubungan mereka berjalan sangat baik hingga dua bulan, alias kurun waktu taruhan.

"Eh, Naj!"

Naja tersentak karena tepukan Dara di punggungnya. Ia menatap temannya itu kosong, seperti pikirannya belum kembali dari bayangan kala itu.

"Naja, kenapa lo?" Dara menggerakkan tangannya di depan wajah Naja membuat pria itu mengerjap. "Mikirin apa, sih?" tanyanya sambil meletakkan buah-buah yang ia bawa di atas nakas.

"Nggak ada," jawab Naja saat pikirannya sudah kembali pada situasi sekarang. Ia menatap Dara lalu Renra yang tengah duduk di sofa bergantian.

"Apa alergi itu berdampak pada kerja otak lo juga, Naj?" celetuk Dara mengolok. Ia mengambil satu buah apel yang ia bawa untuk dikupas.

"Sembarangan lo! Kalau kita nggak tetanggaan waktu masih kecil, udah gue tendang lo dari list teman dan karyawan gue."

"Eits, jangan asal tendang. Gini-gini yang selalu dukung lo biar tetap semangat menjalani hidup, tuh, gue."

"Pede lo!" hardik Naja. Ia duduk lebih mundur lalu bersandar.

Dara terkekeh kecil. Ia menyodorkan piring kecil berisi potongan-potongan apel pada Naja. "Jadi yang ngantar lo ke sini adalah Yuca. Itu gimana ceritanya, Naj?" tanya Dara sambil berjalan ke sofa, bergabung dengan Renra.

Saat menghubungi Renra dan memberitahukan keberadaannya, Naja memang sempat bilang bahwa Yuca-lah yang mengantarnya ke rumah sakit. Namun, ia enggan menjelaskan lebih jauh alasan kenapa bisa perempuan itu yang mengantarnya.

"Itu karena kalian nggak bisa diharapin! Dan lo bilang tadi lo yang bikin gue semangat menjalani hidup, Dar? Bullshit banget," cibir Naja.

Dara terkekeh lagi. Puas dengan wajah kesal Naja yang kini mengunyah apel.

"Mau aja ya, Naj, anaknya?" kata Renra, baru bersuara. "Baik banget."

"Ya ... gimana lagi? Nggak tega mungkin. Gue juga nggak nyangka dia datang. Secara kita tau gimana marahnya dia."

"Marah dan kecewa tepatnya," timpal Dara. Ia meringis mengingat betapa kusut wajah Yuca setiap bertemu dengannya. "Yuca bener-bener nggak maafin gue."

"Salah lo!" ujar Naja sambil melempar potongan apel sisa ia gigit ke arah Dara, tetapi meleset. "Lagian setelah gue pikir-pikir. Lo temanan sama dia waktu masih kuliah, itu pun nggak terlalu akrab. Setelah kuliah nggak pernah komunikasi lagi, dan sekarang lo yakin dia masih perawan? Gila, gue impulsif banget waktu ngebahas taruhan itu, ya! Siapa yang jamin dia sekarang masih virgin, di usia dua lima gini?!" Naja geleng-geleng kepala. Sadar bahwa ia sudah melakukan kebodohan.

"Naj, rumor di kampus, Yuca itu memegang teguh 'no sex before marriage' tau."

"Udah!" lerai Renra. Ia menyiku Dara di sampingnya agar diam. "Jadi gimana ceritanya lo keracunan dan diantar Yuca?"

"Sebenarnya gejala keracunannya sejak semalam. Tapi gue berusaha abai aja. Cuma nggak sengaja kegigit kue kacang doang yang awalnya gue kira bukan kue kacang."

"Lo telan?"

"Iya. Nggak enak kalau langsung gue muntahin."

"Lah, si bego. Jangankan satu gigitan kue kacang, sendok bekas selai kacang dipake ke selai nanas roti lo aja lo-nya udah mau mati," sungut Dara sarkas. Tak habis pikir dia dengan pikiran Naja.

Renra menyiku Dara lagi agar perempuan itu diam. "Kenapa nggak enak mau dimuntahin?" tanyanya lagi.

"Gue lagi keluar sama Laura. Terus itu cewek bawain gue kue, taunya kue kacang," jelas Naja, "ternyata di rumah obat gue habis. Gue emang nggak pernah nyetok lagi selama pacaran sama Yuca. Karena selalu Yuca yang bawa antihistamin ke mana-mana. Karena udah malam, dini hari maksud gue. Sekitar jam empat atau mau jam lima kalau nggak salah. Gue pikir bisalah cek tunggu pagi aja sekalian beli obat. Taunya gue nggak bisa tidur. Batuk, mual, terus gatal-gatal. Sekitar jam tujuh, gue udah lemas dan dada gue sesak. Waktu itu gue nelepon lo, Dar. Nggak diangkat. Gue hubungi lo juga, Ren. Tapi sama, nggak diangkat."

"Lo abis senang-senang sama gebetan baru, sampai subuh malah, kenapa nggak itu orang ditelepon?" kata Dara, "lagian yang buat lo alergi juga si Laura-Laura itu."

"Gue udah coba telepon dia setelah hubungi kalian berdua. Tapi sama Laura nggak diangkat." Naja mengambil gelas berisi air putih di nakas lalu meminumnya. Kemudian melanjutkan, "Gue udah putus asa banget sebenarnya tadi pagi, cuma nunggu salah satu dari lo berdua buat nelepon balik. Sampai jam sembilan nggak ada kabar dari kalian, gue udah sesak napas, rasanya kayak dicekik. Gue putusin nelepon Yuca. Dan ya ... tau sendirilah kelanjutannya."

"Lo jelasin ke Yuca tentang keadaan lo dan minta dia datang, terus—"

"No," potong Naja. Ia kembali mengingat obrolannya tadi pagi dengan Yuca di telepon. Namun, sepertinya tidak pantas disebut obrolan karena mereka tidak benar-benar mengobrol. "Awalnya gue skeptis telepon gue bakal diangkat. Tapi pas sambungan mau mati, akhirnya dijawab sama Yuca." Naja menatap Dara dan Renra bergantian. "Yang terjadi waktu gue nelepon Yuca sama sekali nggak seperti yang lo kira, Dar. Gue udah sesak napas, nggak sanggup jelasin panjang lebar. Yang keluar dari mulut gue cuma 'Ca'. Gue cuma manggil ujung namanya terus diam, nggak kuat ngomong."

Saat Renra dan Dara menatapnya penasaran, Naja menarik napas panjang lalu melanjutkan, "Setelah itu Yuca manggilin gue beberapa kali. Karena gue cuma batuk-batuk, dia kayaknya langsung tau gue kenapa. Terus dia nanya apa gue di apartemen. Gue cuma uhuk-uhuk doang. Abis itu Yuca bilang 'gue ke sana sekarang!' dan telepon mati. Nggak sampai setengah jam, dia udah di apartemen gue."

"Gila, nggak sampai setengah jam banget, Naj?!" seru Dara. Ia geleng-geleng. "Ngebut banget itu dia. Terbang kali, ya? Bahkan kalau jalanan nggak terlalu macet, dari kantor ke apart lo sekitar empat puluh menitan."

"Itu dia!" Naja menjentikkan jarinya. "Gue sempat mikir apa dia bawa motor, tapi ternyata bawa mobil. Dan kalian tau? Waktu sampai, Yuca langsung ngasih minum gue obat."

"Wah, masih ngarep balikan itu, Naj!"

"Belum tentu," timpal Renra, "siapa tau itu stok obat waktu masih pacaran sama Naja dan kebetulan kebawa di tas yang dia pakai. Jangan tambahin bumbu negatiflah di niat baik orang."

"Emangnya ngarep balikan, tuh, negatif apa?" protes Dara.

"Iya, seenggaknya bagi Yuca."

"Heh, nggak usah ribut. Lagian gue nggak akan balikan juga sama dia. Bukan tipe gue, udah gue bilang dari awal sama kalian," sela Naja. Cowok itu beringsut merebahkan tubuhnya. "Udahlah, gue mau tidur. Jangan berisik."

*****

"Papa  nggak rela rasanya, Na, kalau ada laki-laki lain yang ngerasain masakan kamu."

Yuca meringis mendengar itu. "Apaan, sih, Papa tiba-tiba banget ngomong begitu," katanya salah tingkah. Ya ... gimana, dong? Ia sudah pernah masak buat Naja.

"Apalagi sambal gami udangmu ini, Na."

"Papa kenapa, sih?" tanya Yuca heran. Ia melirik sang mama. "Ma, Papa kenapa?" Perempuan itu terkekeh.

"Nggak tau. Dari tadi sebelum kamu pulang kerja namamu sudah disebut-sebut terus, Na," jawab mami setelah meneguk air minumnya.

Papa meletakkan sendok dan garpu di piringnya yang telah kosong lalu mengelap mulutnya dengan tisu. Ia menatap putri semata wayangnya itu lamat-lamat. "Kenapa Yuna nggak ikutan makan sama mama papa?" tanya Hadi, papa Yuca.

"Hm, masih kenyang, Pa." Ia memang hanya memasak untuk makan malam orang tuanya, tetapi tidak ikut makan. Yuca sama sekali tidak berselera untuk mengisi perut.

"Yuna ada malasah?"

Ditembak pertanyaan seperti itu tiba-tiba membuat Yuca kelabakan. "Ah ... nggak ada," jawabnya menggeleng. "Aman semua, lancar."

"Kelihatan, lho, itu matanya udah beberapa lama ini sembap terus. Apa nggak mau cerita aja?"

"Mama nungguin Yuna cerita," timpal Dira, seolah ia dan suami sudah pernah membahas soal keanehan putri mereka akhir-akhir ini.

"Aduh, Mama Papa ngomong apaan, sih?" kilah Yuca. Ia beranjak lalu menyusun piring kotor di meja bekas makan orang tuanya. "Yuna mau cuci piring." Setelan itu ia melipir untuk membawa alat makan kotor ke wastafel dan mulai mencuci.

"Besok Bi Endang datang, Na," ujar mama yang ternyata masih duduk di meja makan.

"Baguslah. Berarti Yuna bisa berhenti jadi babu," seloroh Yuca.

Dira terkekeh mendengarnya. "Iya, dan semoga Yuna bisa berhenti sedih juga, ya?" Tahu-tahu mama sudah berada di samping Yuca, mengantar dua gelas kotor. Ia menepuk bahu Yuca sambil tersenyum lembut.

Orang tua dan segala feeling-nya terhadap anak mereka. Yuca terkadang heran dengan orang tuanya yang selalu dapat menebak ketika ia sedih bahkan ketika sudah dengan keras ia tutup-tutupi. Seperti saat ini misalnya.

Yuca benar-benar enggan membahas mengenai Naja pada orang tuanya. Naja tidak sepenting itu untuk ia ceritakan pada mama dan papa dan begitulah seharusnya.

Ngomong-ngomong tentang Naja, apa kabarnya, ya, pria itu? Karena setelah pergi dari rumah sakit pagi tadi, Yuca sama sekali tak berusaha mencari tahu kabar Naja walaupun banyak pertanyaan hadir di benaknya. Selain kabar Naja, ia juga ingin tahu penyebab alergi Naja muncul. Namun, demi kewarasannya, Yuca memilih tak mencari tahu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status