Semua Bab You Are Mine: Bab 1 - Bab 10
17 Bab
00. Prolog
Terpaan angin di siang hari yang terik menyapa rambut sepunggung milik seorang perempuan yang tengah melangkah buru-buru di zebra cross. Surai yang sesekali menutupi mata membuatnya tampak kesulitan menyugar rambut karena sedang membawa tumpukan kertas dan laptop. Ia menghela napas panjang sesampainya di ujung jalan, lalu melangkah lebih santai ke arah kafe yang ia tuju. Melirik jam tangan, ia berdecak karena terlambat sepuluh menit. Syukur-syukur kalau pacarnya mau menunggu.Senyum wanita itu mengembang saat melihat orang yang ia cari sedang duduk di salah satu kursi dekat jendela, duduk melingkari meja bundar dengan teman-temannya. Akhir-akhir ini sangat sulit untuk mereka bisa bertemu, entah kenapa. Padahal jadwalnya sendiri masih sama seperti biasa.Perlahan langkah wanita itu mendekat dan sayup-sayup percakapan sang kekasih dengan teman-temannya terdengar."Jadi kapan lo mau traktir kita? Eh, Naja, jangan lupa juga kunci mobil lo serahin gue. Itu punya gue
Baca selengkapnya
01. Dua Bulan
Pernah pacaran dua tahun, saat putus nangisnya semalaman dan setelahnya tidak lagi.Pacaran dua bulan, nangisnya sudah sebulan dan belum berhenti hingga sekarang. Yuca miris dengan kehidupan percintaannya kali ini. Ia tidak pernah merasa se-bucin ini padahal baru pacaran dua bulan, dan jelas-jelas hanya dijadikan bahan taruhan. Namun, bagaimana ia bisa move on kalau hampir setiap hari wajah mantannya itu bisa ia temui? Dengan tampang yang tidak ada sedih-sedihnya sama sekali pula. Kurang berengsek apa lagi coba mantannya itu? Hal apa sebenarnya yang membuat Yuca tidak bisa move on juga padahal sudah sebulan berlalu? Jawabannya, Yuca juga tidak tahu! Membersitkan hidung lalu menarik napas dalam-dalam, Yuca berusaha terlihat lebih baik. Sekali lagi ia melihat penampilannya di cermin, memastikan bahwa hidungnya sudah tidak merah. Yuca berbalik badan hendak keluar toilet, sialnya ia malah bertemu dengan Dara. "Ca ...."
Baca selengkapnya
02. Lembaran Baru
Cornelitta yang akrab dipanggil Litta, perempuan itu adalah teman Yuca sejak SMA hingga saat ini. Litta juga dengan senang hati dijadikan tempat sampah buat Yuca, alias tempat berkeluh-kesah. Seperti sekarang misalnya."Nangis lagi ...." Litta geleng-geleng kepala melihat Yuca. "Apa, sih, yang lo tangisin, Na? Tiap curhat nangis terus. Apa lagi yang bikin lo sedih? Udah gue bilang, lo nggak rugi putus sama laki-laki berengsek kayak Naja.""Tapi dia perhatian," jawab Yuca sambil sesenggukan. Ia membersitkan hidung dengan tisu."Perhatiannya kan karena mau dapat perawan lo. Itu udah jelas. Semuanya cuma pura-pura. Lo tau itu, Yuna!""Iya, Ta, gue tau. Gue cuma lagi menikmati rasa sakit gue ini aja, kok."Bantal melayang ke wajah Yuca. "Sakit kok dinikmati!" cibir Litta, tak sanggup lagi melihat kebodohan temannya itu."Biar entar kalau gue nulis scene patah hati, gu
Baca selengkapnya
03. Alasan
Tak seharusnya Naja memikirkan hal seperti ini saat kesehatannya sedang buruk, tetapi tanpa bisa ia cegah, ingatannya mundur pada kejadian tiga bulan lalu. Tepatnya saat pertama kali ia bertemu seorang perempuan bernama Yuna Niscala Abram, yang sebelumnya ia ketahui bernama Yuca. Yuca adalah nama pena perempuan itu sebagai seorang penulis novel romance. Tidak sekali dua kali nama itu lewat di telinga Naja karena karya-karyanya yang bertengger lama di rak best seller. Namun, Naja tidak pernah menaruh perhatian sampai ketika  NF Entertainment ingin membuat proyek baru, yaitu memproduksi web series, serial mini yang saat ini sedang naik daun. Dan saat itu Yuca-lah yang digaet menjadi penulisnya. NF Entertainment sendiri ingin web series yang fresh, di mana bukan adaptasi dari novel atau wadah lain.Tidak pernah Naja ada niat mendekati Yuca sebagai 'perempuan', melainkan sekadar penulis di agensinya. Namun, ket
Baca selengkapnya
04. Kekasihnya
Entah Yuca harus lega atau kesal saat kembali melihat Naja di kantor. Atasannya itu tampak bugar dan sehat walafiat setelah tiga hari tidak bekerja. Jejak alergi kacang di kulit wajahnya juga sudah hilang. Kini Naja sudah baik-baik saja, sedikit banyak fakta itu membuat Yuca lega.Saat Naja baru datang, Yuca baru keluar dari ruangannya hendak ke toilet. Mata mereka bertemu pandang. Jantung Yuca sudah mulai berlebihan melihat pria itu lagi, tetapi lagi-lagi ia memang sangat berlebihan. Karena hanya dalam satu detik, Naja sudah membuang muka. Berjalan belok menuju ruangannya dan hilang dari pandangan Yuca. Seperti tidak kenal, begitulah yang terjadi. Namun, bukankah itu yang Yuca minta? Kini ia harus bersorak karena keinginannya itu dikabulkan oleh Naja, bukan?"Lapar banget nggak, sih?" Yuca menoleh. Ia mengangkat kedua alis rendah saat melihat Rika yang baru datang."Gue?" tanyanya lalu memandangi sekitar. Ya, hanya diriny
Baca selengkapnya
05. Klarifikasi
"Eh, Mbak Yuca. Baru mau pulang, Mbak?"Yang dipanggil tersenyum ramah sambil mengangguk sopan. "Iya, Pak, lembur. Bapak juga lembur?" tanya Yuca balik pada pria berseragam putih itu. Bukan tanpa alasan ia bertanya seperti itu, sebab tadi siang ia juga melihat bapak ini yang menjaga pintu."Iya, Mbak." Pak Satpam tersenyum semakin lebar. "Makasih ya, Mbak, makan siangnya. Nasi gorengnya enak, ada udangnya," ujarnya sambil mengacungkan kedua jempol.Oh, nasi goreng seafood. Tadi siang Yuca memang mengurungkan niatnya untuk membuang makanan pemberian Naja. Bukan sebab tidak tega karena diberikan oleh laki-laki yang membuat hidupnya uring-uringan, melainkan karena ia teringat bahwa di luar sana masih banyak orang yang kesulitan mencari makan. Dan, nasi goreng seafood, ya? Entah kebetulan atau karena ia masih ingat makanan kesukaan Yuca itu. Sudahlah, Yuca juga tidak mau sok diingat seperti
Baca selengkapnya
06. Semoga Bahagia
"Laura sialan! Lo dikasih makan apa lagi, sih, Naj?!"Bentakan itu sontak menarik perhatian seluruh pengunjung food court, termasuk Yuca yang sedang duduk di meja tengah bersama Rika. Ia mencari arah sumber suara, ternyata dari seorang wanita yang duduk memunggunginya.  Tanpa melihat wajahnya pun Yuca tahu siapa perempuan itu. Ia adalah Dara. Di samping Dara ada Naja, dan di depan keduanya ada Renra. Yuca langsung mengalihkan muka ketika bertemu pandang dengan Renra."Belum, Rik? Balik, yuk," ajak Yuca pelan, agar hanya Rika yang mendengar. Bersyukur, kehadirannya tidak disadari Dara dan Naja. Tampaknya Renra juga tidak ada niat untuk memberitahukan kedua temannya itu."Bentar. Dikit lagi," jawab Rika. Buru-buru ia menghabisi kuah sotonya."Roti bungkusan gitu yang ada selainya. Nggak merhatikan, ternyata kacang." Terdengar jawaban Naja. Pria itu berbicara dengan santai.Teli
Baca selengkapnya
07. Kecelakaan
"Gilaaa ...!" Letta geleng-geleng mendengar cerita Yuca yang sudah terjadi sebulan yang lalu. Sudah basi bagi Yuca, tetapi baru bisa ia ceritakan pada Letta sebab temannya itu baru kembali dari Bandung kemarin karena ada pekerjaan di sana. "Nggak tau, deh, harus bangga karena lo bisa ngungkapin perasaan lo atau ngatain lo bego," kata Letta sambil mengunyah ayam KFC yang dibeli Yuca, sesuai janji Yuca waktu lalu.Setelah menceritakan kejadian sebulan lalu saat di food court dan di rooftop bersama Naja, perasaan Yuca lebih lega. Ia terkekeh saja mendengar ucapan Letta yang mengatainya, karena ia pun sadar memang begitu keadaannya. "Ya, emang bego, sih," jawab Yuca membenarkan sambil mengorek ember ayam KFC, mencari potongan sayap. "Aslinya gue udah nggak punya muka depan Naja. Bisa-bisanya gue nangis depan dia terus ngaku masih ada perasaan. Jelas-jelas gue cuma seonggok da
Baca selengkapnya
08. Kebetulan
Tanpa kompromi, mobil berhenti di sebuah kafe pinggir jalan. Oh, bukan pinggir jalan juga tepatnya karena mereka masuk ke area yang memang tempat tongkrongan anak muda. Itu berarti mereka ke sini punya tujuan, bukan hanya mampir karena tidak sengaja lewat. Awalnya tentu Yuca berniat menolak dengan alasan harus segera pulang, tetapi sadar kini dirinya berutang, mau tak mau Yuca mengiakan. Sekali pun kebencian masih tercokol di hatinya, Yuca tidak akan lupa berterima kasih.Mengikuti pria jangkung yang keluar dari mobil, Yuca mendorong pintu di sampingnya. "Bapak Renra sepertinya tidak pernah sibuk, ya?" sindir Yuca karena kini pria itu berdiri di samping mobil, menunggunya. Dengan kedua tangannya di saku celana kain miliknya, pria itu hanya mengendikkan kedua bahu sambil tersenyum kecil.Saat Yuca sudah di hadapannya, Renra berbalik, berjalan menuju kafe. Yuca kembali membuntuti pria itu dengan gerutuan panjang di dalam hati. Ia sampai
Baca selengkapnya
09. Pendapat Naja
"Lo ngapain sih, anjir?!""Apanya? Lo lihat sendiri dari tadi gue ngapain," jawab Renra santai.Naja menggeleng, tak puas dengan jawaban Renra. "Yuca? Serius, Ren? Dia mantan gue!" Ia menatap Renra tak percaya sambil menyugar rambutnya kasar."Emang kenapa kalau mantan lo?" Renra berjalan melewati Naja lalu duduk di kap depan mobilnya. "Dimasukin ke list mantan juga, tuh?"Mengikuti Renra, Naja balik badan. Ia masih tidak mengerti dengan temannya ini. "Gue tau lo dari awal kurang setuju sama taruhan itu, tapi gue nggak tau kalau lo suka sama Yuca. Sejak kapan dan kenapa nggak bilang? Kalau tau begitu gue sama Dara—""Nggak ada yang bilang gue suka sama Yuca. Nggak sengaja aja tadi ketemu di jalan. Dia nabrak mobil orang," potong Renra. Ucapan Naja terlalu berbelit-belit untuk kata simpel seperti; gue nggak senang lo dekat Yuca.Entah apa yang ada di pikiran Naja, kar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status