Share

Zean & Zetta
Zean & Zetta
Author: Hujan Reda

Prolog

SMA Starlight

Sudah hampir tiga puluh menit aku menunggu Noe, dia bilang dia hanya ingin pergi ke toilet. Aku sudah menawarkan diriku untuk mengantarnya. Tapi, Noe menolaknya dengan mengatakan dia ingin sendiri.

Noe juga bilang. "Udah lo tunggu aja di sini, sambil nyicil tugas juga, jadi nanti cepet Zet," katanya.

Aku menuruti apa yang dia ucapkan, sebenarnya aku khawatir. Dia orang yang sangat penakut, pemalu, dan takut bertemu kerumunan orang. Ini kali pertama Noe pergi ke kamar mandi sendiri.

Aku khawatir, ponsel Noe ada di hadapanku. Dia tidak membawanya, aku tidak bisa lagi menunggunya lebih lama. Ku putuskan untuk pergi mencari Noe di toilet wanita.

Begitu sampai di pintu masuk toilet, aku sedikit berteriak mencarinya, tapi tidak ada jawaban apa-apa. Sampai dimana aku mendengar satu teriakan yang membuat seluruh tubuhku mendadak lemas.

"TOLONG! AAAAAA JANGAN.... ZETTAAA... AAAAAKK."

Aku segera berlari dan membuka satu persatu pintu kamar mandi yang ada di sana, sampai pada pintu keempat aku melihat Noe sudah tidak memakai sehelai pakaian apapun. Dengan empat lelaki yang mencoba memperkosanya, dua dari laki - laki itu melihatku dan melemparkan tatapan yang sangat mengerikan.

Yang terparah dari itu semua adalah satu dari keempat orang ini adalah guru di SMA Starlight.

"Zetta.... tolong Zet... aku... aku takut..." ucap Noe parau, dia menatapku dengan tatapan paling menyedihkan yang pernah aku lihat. Noe, sahabatku satu-satunya sedang di lecehkan di hadapanku sendiri.

Oleh, orang-orang biadab.

Aku menangis, berteriak pun aku tidak sanggup, lutut ku seakan lumpuh. Aku jatuh. Seakan semua kenangan ku dengan Noe terputar jelas bak film yang sedang berputar di kepalaku.

Noe yang selalu ada di setiap masalahku, dia tidak pernah bertanya kenapa karena dia adalah orang yang paling paham atas diriku. Sedangkan saat dia seperti ini aku tidak bisa melakukan apa-apa, justru aku malah terkulai lemas melihat sahabatku di lecehkan oleh empat binatang di sekolah ini.

Aku melihat ada pembersih closet, ku ambil dan ku pukuli pada satu persatu dari mereka. Satu dari orang itu, yang tak lain dan tak bukan adalah guru di sekolah ini, dia masih menikmati permainannya tanpa memperdulikan kehadiranku.

Satu yang ku tahu dia adalah murid kelas dua belas, dia menarik tanganku dan mencoba melepaskan rok yang aku pakai.

Aku berteriak, aku menangis. Melihat kondisi Noe yang sudah tak sadarkan diri aku merasa tidak berguna sebagai temannya, satu kancing bajuku sudah di lepas oleh biadab yang lainnya. Sedangkan guru yang ada di atas Noe masih saja menikmati permainannya.

Aku terus berteriak sekencang kencangnya sampai mulutku di bekam oleh kain yang sepertinya sudah di beri bius.

Aku tidak ingat apa yang terjadi kemudian, aku tidak tahu apa diriku sudah di sentuh atau tidak.

Ketika aku bangun, aku sudah mendapati diriku di kamar rumah sakit. Hanya ada Ayah dan satu guru yang menemaniku di sana, Ayah terus menatapku dengan tatapan khawatir, begitupun dengan guru itu.

"Noe Yah, Noe dimana Ayah?" tanyaku. Yang ada di pikiranku sekarang adalah Noe. Apakah dia baik-baik saja atau tidak? Apakah dia masih hidup atau tidak? Siapa yang menolong kami saat itu?

"Ayah, Noe dimana?" tanyaku lagi. Ayah dan guru perempuan itu saling tatap dengan tatapan yang sangat tidak aku suka.

Seakan ada hal buruk terjadi pada Noe, dia sahabatku, apapun yang dia alami aku juga harus merasakannya.

"Noe koma, dia kena pukulan di kepalanya oleh pelaku, mereka mencoba membunuh kalian berdua tapi untungnya OB di sekolah menemukan kalian yang sedang di pukuli," jelas guru itu padaku. Aku tidak tahu siapa namanya, yang aku tahu dia adalah guru kelas dua belas.

"Ayah sudah menuntut pelaku dan mereka sekarang lagi di proses Nak, Noe akan baik - baik saja, untung kamu hanya di pukul di bagian lengan, mungkin kalau apa yang terjadi dengan Noe terjadi juga denganmu, Ayah akan menutut sekolah," timpal Ayah.

Tidak, apapun yang terjadi dengan Noe berarti sama saja itu terjadi denganku. Aku terdiam cukup lama, bayangan itu terus berputar di kepalaku, saat Noe berteriak dan minta tolong, saat lelaki itu terus menjajah tubuh Noe. Semuanya bak film yang terus berputar.

Aku saja sampai seperti ini, bagaimana dengan Noe ketika sadar? Bagaimana dengan memori itu? Pasti akan sangat menyakitkan untuknya.

Satu minggu dari kejadian itu, aku masih tidak ingin sekolah. Noe sadar dari koma nya namun dia terus berteriak minta tolong, kejadian waktu itu seakan terus menghantuinya.

Ya, itu hal yang sangat mungkin terjadi. Aku tidak sanggup bahkan untuk melihat gedung sekolah, aku meminta Ayah untuk memindahkan ku dan dia setuju.

Bagaimana dengan Noe? Beberapa hari dari sadarnya dia dari koma, Noe di bawa ke rumah sakit jiwa. Aku protes kepada keluarganya, Noe bukan orang gila yang harus tinggal di sana.

Tapi, tidak ada yang bisa merawat Noe di rumah, Ayah dan Ibu nya selalu pergi ke luar negeri. Aku menyesal, aku menyesal tidak bisa menjaga Noe karena Ayah melarang. Juga aku harus sekolah.

Bahkan aku menyesal kenapa aku tidak menemaninya ke toilet waktu itu, andai saja Noe menyetujui atau aku memaksa, pasti semua ini tidak akan terjadi padanya.

Noe, sampai kapanpun kejadian ini tidak akan pernah aku lupakan. Sampai kapanpun, aku akan memastikan orang yang melakukan ini padamu mendapatkan ganjaran yang setimpal. Mereka harus di hukum dengan sangat berat, aku tidak terima atas luka yang kamu peroleh.

Aku terus mengunjungi Noe setiap hari, selalu memberinya semangat dan selalu menangis setelah pulang. Aku tidak sanggup melihatnya, terus menatap lurus ke arah luar, melamun pagi sampai malam, dia tidak merespon ucapan ku sama sekali.

Noe, andai kamu tahu apa yang kamu rasakan sekarang adalah luka yang sangat besar untukku.

Aku tidak pernah menyangka kita akan berakhir seperti ini.

Aku cukup stres dan depresi karena melihat keadaan Noe tidak kunjung membaik, Ayah sampai harus membawaku ke psikiater dengan rutin. Ayah sangat takut apa yang terjadi dengan Noe, terjadi juga kepadaku.

Hingga pada hari pertama aku masuk ke sekolah baruku, sekolah yang menjadi saingan Starlight. Aku yang memilihnya, aku ingin membalas dendam kepada orang-orang Starlight.

Ada satu orang anak kelas dua belas yang lolos dari penjara, aku akan membuatnya bertekuk lutut dan masuk ke penjara lagi. Dia lolos karena Ayahnya seorang donatur di sekolah, dia di biarkan begitu saja dan tidak di keluarkan dari sekolah. Keadilan macam apa ini? Sekarang dengan tenangnya dia menjadi ketua geng motor di Starlight.

Lucu bukan? Bahkan teman-temannya masih mendukungnya, tidak menyalahkannya sama sekali.

Setidaknya itu yang aku tahu tentangnya. Noe, satu hal, aku akan memberinya pelajaran yang setimpal atas apa yang dia lakukan pada kita.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status