Namaku Indri Pangestu, seorang ibu yang mendampingi anaknya selama masa sekolah.
Pelajaran akademis anakku sangat buruk, dia tidak berhasil masuk SMA. Namun, dia memiliki sedikit bakat di bidang olahraga. Setelah berdiskusi dengan suamiku, kami memutuskan untuk memasukkannya ke sekolah olahraga.
Sekolah olahraga tentu tidak seketat SMA biasa. Khawatir anak kami terpengaruh hal-hal buruk, suamiku memintaku untuk mendampingi anak kami selama sekolah.
Selama dua tahun mendampingi anakku, saat siang hari aku mencuci pakaian dan memasak untuknya. Hidupku terasa penuh makna. Namun, setiap malam terasa sangat berat.
Awalnya, aku dan suamiku melakukan panggilan video. Kami saling menghibur diri lewat layar, setidaknya bisa sedikit meredakan kerinduan.
Namun, suatu kali, saat kami sedang begitu larut dalam keintiman, anakku terbangun di malam hari dan hampir memergoki kami.
Sejak saat itu, kami berhenti melakukannya dan beralih ke komunikasi secara emosional.
Namun, bagi diriku yang sedang berada di usia penuh gairah, itu tidak ada artinya.
Keinginan akan hal itu bukannya hilang, malah makin menjadi.
Untuk meredakannya, aku membeli sebuah mesin kecil.
Di malam yang panjang, aku harus melampiaskan hasratku dengan penuh gairah agar bisa memejamkan mata.
Hari itu, seperti biasa, aku membuka kakiku di depan cermin dan membiarkan mesin kecil itu memuaskan diriku...
Tiba-tiba, suara pintu dibuka terdengar dari ruang tamu. Aku terkejut dan langsung berhenti.
Bukankah anakku menginap di rumah temannya malam ini? Kenapa tiba-tiba pulang?
Aku buru-buru merapikan diri, lalu membuka pintu untuk melihat.
Tidak kusangka, di samping anakku berdiri seorang anak laki-laki.
"Halo, Tante. Saya teman sekolah Bima, juga sahabat baiknya. Nama saya Daren Hermanta."
Ternyata dia teman anakku.
Selama ini anakku terbiasa menyendiri. Melihat dia memiliki teman dekat membuatku ikut merasa senang.
Aku pun dengan ramah mempersilakan Daren untuk duduk.
Anak muda ini tidak hanya bertubuh tinggi besar, tapi juga tampan dan ceria.
Mulutnya juga manis, dia terus saja memujiku. Tante cantik sekali. Tante punya tubuh yang bagus. Tante kelihatan masih muda sekali.
Aku sampai mabuk pujian, hatiku senang sekali. Aku pun langsung memutuskan untuk memasak sendiri demi menjamu teman baik anakku ini.
Tidak kusangka, anak ini sangat pengertian. Daren mengikutiku ke dapur dan berkata ingin membantuku.
Aku bilang padanya bahwa aku bisa melakukannya sendiri. Ini adalah kunjungan pertamanya ke rumah kami, jadi dia bisa bebas bermain gim bersama anakku.
Namun, dia tetap bersikeras ingin membantu. Aku pun akhirnya membiarkannya.
Dapur yang biasanya sudah sempit untuk satu orang, jadi makin sesak dengan kehadirannya.
Saat kami berdua sibuk di sekitar kompor, sentuhan fisik pun tidak terhindarkan.
Ditambah lagi suasana dapur yang panas, kami sama-sama melepas jaket dan hanya mengenakan kaus lengan pendek, sehingga kulit tangan kami kerap bersentuhan langsung.
Bahkan terkadang, dia tanpa sengaja menyenggol pantatku yang montok. Aku pun juga tidak sengaja merasakan ukurannya yang besar.
Sudah lebih dari enam bulan aku tidak berhubungan badan, tubuhku pun menjadi sangat sensitif.
Tubuhnya yang keras dan kokoh itu membuat jantungku berdebar kencang. Terlebih saat aku kembali teringat namanya, Daren, entah kenapa, langsung terbayang aura kuatnya.
Dia begitu kekar dan berotot, apakah dia juga sangat perkasa di atas ranjang?
Daren sedang berada di usia muda yang penuh gairah. Bagaimana jika dia tidak bisa menahan diri, lalu mendorongku ke meja dapur dan mengangkat kakiku...
Comments