Share

⁠Dari Luka Menuju Kebebasan
⁠Dari Luka Menuju Kebebasan
Author: Jasmine

Bab 1

Author: Jasmine
Alena Pradita berdiri di tengah kerumunan sambil menggenggam dua tumpukan kertas. Yang satu adalah hasil diagnosis mati rasa emosional, sedangkan yang satu lagi adalah perjanjian kesepakatan cerai.

Tiga jam sebelumnya, karena status perkawinannya di sistem rumah sakit menunjukkan bahwa Alena telah bercerai, dia pun sengaja pergi ke kantor catatan sipil.

Staf itu mendongak dan berujar, "Bu, kamu dan Pak Ardian memang sudah bercerai tiga tahun yang lalu."

Ekspresi Alena seketika membeku. "Mana mungkin? Kami baru menikah tiga tahun yang lalu."

Staf itu memastikannya lagi, lalu menjawab dengan nada yang agak aneh, "Benar, waktu perceraiannya memang di tiga tahun yang lalu, tepatnya ... tujuh detik setelah pernikahanmu."

Dia melanjutkan, "Selain itu, Pak Ardian menikah lagi setahun kemudian. Nama pasangan yang tercantum adalah Larissa Candra."

Alena termenung di tempat dengan tatapan kosong. Hanya lengannya yang terlihat sedikit gemetar.

Semua orang tahu bahwa Alena dan Ardian Baskara telah saling mengenal sejak kecil. Mereka juga menyaksikan satu sama lain tumbuh dewasa. Ardian selalu melindunginya, menghujaninya dengan kasih sayang, dan membuatnya menjadi putri yang dikagumi semua orang.

Sementara itu, Larissa adalah anak yatim piatu keluarga rival Ardian.

"Bu, kamu baik-baik saja?"

Alena berjuang untuk berdiri dan melambaikan tangannya. Dia berjalan tanpa tujuan di jalanan. Wawancara Ardian diputar di layar lebar atas mal.

Pria itu mengenakan setelan jas berwarna krem, kakinya yang panjang disilangkan. Wawancara itu tiba-tiba terhenti. Dia melirik jam tangannya dan berujar, "Maaf, cukup sekian untuk wawancara hari ini. Aku harus pulang dan makan malam bersama istriku."

Ardian tersenyum ke arah kamera, lalu siaran langsung itu tiba-tiba berakhir.

Orang-orang yang berkerumun menyerukan rasa iri mereka. Mereka memuji cinta Ardian terhadap istrinya dan kesetiaannya yang tak tergoyahkan.

Alena mengelus cincin kawin di jari manisnya dan merasa sangat ironis. Dia tidak tahu siapa "istri" yang dimaksud pria itu.

Pikiran Alena melayang jauh ke masa lalu. Dia seperti bisa melihat kembali pengagumnya yang bangun satu jam lebih awal setiap hari, lalu sengaja mengambil jalan memutar untuk menjemputnya ke sekolah.

Pada saat itu, Ardian akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk berada di sisinya, baik itu menjadi pembawa acara, bermain duet piano, menghadiri pertandingan olahraga dan sebagainya. Setiap kali, Ardian akan menyatakan kepada seluruh dunia bahwa Alena adalah miliknya.

Jadi, tepat setelah lulus, Ardian langsung melamar Alena. Dia selalu berkata, "Kalau ada yang melirikmu, aku bisa langsung marah sampai menggila."

Di tahun yang sama, Alena kembali ke kampung halaman bersama orang tuanya untuk merayakan Tahun Baru. Ardian berjalan beberapa kilometer di jalan yang tertutup salju tebal, lalu muncul di depan pintu rumahnya pada tengah malam. Saat kembang api menerangi langit, Ardian berkata bahwa mereka harus bersama selamanya.

Pada musim semi berikutnya, ketika bunga-bunga bermekaran, mereka melangsungkan resepsi pernikahan.

Alena bertanya, "Kamu sudah yakin? Yang kumau itu, kamu mencintaiku dan melindungiku seumur hidup."

Ardian menyelipkan cincin ke jari Alena dengan tidak sabar dan menjawab, "Kalau begitu, aku lebih serakah lagi. Di beberapa kehidupan selanjutnya, aku cuma menginginkanmu seorang."

Setelah menikah, mereka tetap mesra seperti sebelumnya. Hingga keluarga musuh bebuyutan Ardian meninggal dunia secara tiba-tiba dalam kecelakaan mobil, dia tiba-tiba harus pergi ke pemakaman.

Pada hari itu, Alena juga bergegas pergi ke pemakaman begitu turun dari pesawat. Begitu masuk ke ruangan, dia melihat Larissa yang mengenakan gaun hitam sedang bersandar dalam pelukan Ardian, sedangkan Ardian mencium keningnya. Kopernya pun jatuh ke lantai dengan bunyi gedebuk.

Ardian mengejar Alena dan buru-buru menjelaskan, "Sekarang, cuma dia yang tersisa dari Keluarga Candra. Ciuman itu cuma untuk menghiburnya, seperti ciuman seorang kakak ...."

Alena masuk ke mobil dan melaju pergi, sedangkan Ardian berlari di belakang untuk mengejarnya. Tiba-tiba, sebuah mobil menyerempet Ardian. Meskipun sudah jatuh di atas aspal, dia tetap merangkak maju. Oleh karena itu, hati Alena pun melunak.

Setelah pemakaman, Larissa pun menghilang tanpa jejak. Ada orang yang mengatakan bahwa dia pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studi.

Dikarenakan perubahan pekerjaan yang mendadak, Alena harus melakukan perjalanan bisnis ke Negeri Yindris secara tiba-tiba. Di bawah naungan pohon tempat burung-burung merpati beterbangan, dia melihat Ardian dan Larissa saling menyuapi es krim.

Alena tiba-tiba teringat bahwa Ardian baru saja membeli properti di luar negeri dan perjalanannya ke luar negeri juga menjadi makin sering. Dia berjalan ke arah mereka dan mengejutkan sekawanan merpati.

Dalam penerbangan pulang, Ardian mengganti kursi supaya bisa duduk di sebelah Alena.

"Kami awalnya benar-benar cuma ketemu secara nggak sengaja. Tujuan utamaku datang kemari untuk kerja, lalu baru sekalian menjaganya. Gimanapun, dia setuju untuk biarkan kita ambil alih Grup Candra tanpa syarat. Lena, aku cuma kasihan sama dia."

Alena menatap ke luar jendela dan memilih untuk percaya pada Ardian sekali lagi. Hanya saja, kali ini dia berkata, "Oke. Kalau begitu, biar aku yang urus segala sesuatu tentangnya mulai sekarang."

Ardian langsung setuju, tetapi Alena masih merasa gelisah. Sampai mendengar diagnosis dokter, dia baru mengerti.

"Kecemasan yang berkepanjangan sudah sebabkan kamu mengidap mati rasa emosional. Kamu akan secara bertahap kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi manusia normal."

Namun, orang sebebal apa pun juga pasti bisa merasa sakit apabila ada pisau yang ditusuk ke jantungnya.

"Lena!"

Mobil Ardian berhenti. Ketika Alena berjalan mendekat, Larissa sengaja turun dari mobil dan pindah ke kursi belakang.

Ardian menjelaskan, "Rissa baru pulang setelah lulus. Semua orang adakan pesta penyambutan untuknya. Ayo kita pergi bersama."

Alena menatapnya lekat-lekat. "Nggak ada lagi yang mau kamu jelaskan padaku?"

Ardian tertegun sejenak, lalu menjawab dengan agak serbasalah, "Aku benar-benar nggak tahu dia bergabung dengan perusahaan. Waktu wawancara, dia sembunyikan identitasnya. Dia sangat unggul dalam segala aspek. Waktu aku tahu, departemen SDM sudah buat keputusan. Lena, kamu jangan berpikir kejauhan."

Alena mengepalkan tangannya dan berusaha menekan gejolak di hatinya. Berbagai macam pertanyaan dan makian yang ingin dilontarkannya lenyap pada saat ini juga. Dia tidak ingin lagi mengungkap kebohongan yang tak berujung ini.

Dengan dukungan Ardian, Larissa yang merupakan putri keluarga kaya di masa lalu masih tetap menjadi pusat perhatian.

Di dalam ruangan yang ramai, Alena merasa sedikit kesulitan bernapas dan hendak pergi ke toilet. Ketika keluar, dia melihat Ardian bersandar di dinding koridor.

Ardian mengerutkan kening dan menolak rokok yang ditawarkan oleh orang di seberangnya.

"Kami lagi coba untuk punya anak akhir-akhir ini. Aku sudah nggak sentuh rokok atau alkohol karena itu nggak baik untuk Lena."

"Kak Ardi memang patut dikagumi." Pria itu mengacungkan jempol dan meneruskan, "Tapi sehabis anak ini lahir dan kalian mau buat akta lahir, status pernikahanmu akan terbongkar. Dengan kepribadian Lena, kamu pasti nggak akan bisa menemukannya lagi seumur hidupmu."

Ada kilatan aneh yang melintas di mata Ardian, tetapi dia segera menenangkan diri. "Kalau begitu, aku nggak akan biarkan dia tahu. Aku akan atur semuanya pada saat itu."

Pria itu melirik ke ruang privat dan berujar, "Setelah nggak ketemu beberapa tahun, gadis itu sudah jadi makin liar. Sebaiknya kamu awasi dia dan pastikan dia nggak buat onar di depan Lena."

Bibir Ardian melengkung membentuk senyum. "Itulah yang membedakannya dari Lena. Aku suka sisi liarnya. Dengan atau tanpa akta nikah itu, Lena akan selalu ada di sisiku. Tapi, Rissa beda. Aku butuh pakai akta nikah itu untuk ikat dia di sisiku."

Alena mencengkeram erat kusen pintu tanpa menyadari kukunya telah patah. Darah menetes dan membentuk genangan di lantai. Jari-jarinya terhubung dengan jantungnya, tetapi hatinya tak lagi sakit. Dia hanya merasakan kepahitan yang tak berujung.

Alena berpindah tempat dan minum-minum hingga tak sadarkan diri. Dalam keadaan linglung, seseorang bertanya dia ingin pergi ke mana. Dia menjawab, "Bisa beri aku tiket pesawat? Aku mau pergi ke tempat di mana nggak seorang pun bisa temukan aku."

Orang itu tertegun sejenak sebelum menyahut, "Nggak ada tiket pesawat. Gimana dengan tiket kapal?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 25 

    Dua tahun kemudian.Alena berjalan cepat dengan ponsel menempel di telinganya. Tangannya yang lain dengan cepat membolak-balik draf akhir proposal penawaran yang baru saja diserahkan sekretarisnya."Kapan kita kembali ke pulau?" Suara Darian di ujung telepon terdengar diselingi tawa.Bibir Alena tanpa sadar melengkung membentuk senyuman. "Beberapa hari lagi. Aku sibuk banget akhir-akhir ini." Alena melirik kartu pos yang dikirim ibunya di meja. "Sejak ibumu dan ibuku keliling dunia bareng, lalu tinggalkan perusahaan mereka untuk kita kelola, aku nggak pernah tidur nyenyak lagi.""Apa presdir satu ini lagi ngeluh?" Nada menggoda Darian diwarnai rasa sayang. "Seingatku, ada orang yang baru saja dinobatkan sebagai 'Pengusaha Muda Paling Berpengaruh Tahun Ini' bulan lalu.""Itu juga karena kamu nggak kalah unggul," jawab Alena sambil menutup dokumen itu. Tatapan mereka bertemu sejenak, lalu mereka menutup telepon bersamaan.Kedua tim berdiri saling berhadapan. Alena berkata dengan serius

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 24 

    Tiga tahun yang lalu, Alena berjalan melewati jendela ini dengan mengenakan gaun pengantin dan penuh sukacita. Dia percaya bahwa yang menantinya adalah kehidupan bahagia.Kini, jika direnungkan kembali, pernikahan itu terasa bagaikan mimpi. Di mimpi itu, dia mencintai Ardian dengan rendah hati dan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Ketika terbangun, yang tersisa hanya kenangan.Melihat Darian berbincang riang dengan ibunya, Alena menghela napas. Takdir benar-benar telah mempermainkannya. Namun, dia segera tersenyum lega. Berhubung telah kembali ke titik awal, dia bertekad untuk memperbaiki keadaan dan memulai lembaran hidup baru. Kali ini, dia akan hidup sepenuhnya hanya demi dirinya sendiri.Tanpa disadari, Alena telah tinggal di rumah lamanya selama seminggu. Berhubung mengkhawatirkan tambak mutiara di pulau, Alena dan Darian memutuskan untuk kembali melihatnya.Dalam beberapa hari yang mereka habiskan bersama, jarak yang memisahkan Alena dengan Anindya selama bertahun-tahun akh

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 23 

    Di rumah lama Keluarga Pradita.Alena duduk di sofa sambil memandangi pemandangan di luar yang buram karena hujan. Tiga tahun telah berlalu. Sejak menikah dengan Ardian, dia hanya pernah mengunjungi rumah orang tuanya beberapa kali. Tadi, dia sudah menceritakan tentang perceraian dan seluruh pengalamannya selama menikah dengan Ardian kepada ibunya."Dasar biadab!" Anindya langsung bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia menelepon seseorang dan memberi perintah, "Segera tarik semua dana investasi kita dari Grup Baskara! Sekarang juga!" Anindya kembali ke sisi Alena dan berujar dengan berlinang air mata, "Lena, Ibu yang bersalah padamu .... Setelah ayahmu meninggal, aku tenggelam dalam kesedihan dan mengabaikanmu. Dulu, aku setuju kamu menikah sama Ardian karena kamu menyukainya. Aku kira ... setidaknya kamu akan bahagia ...." Alena menggeleng dan menggenggam tangan ibunya. "Itu bukan salah Ibu. Aku yang terlalu naif dan mengira cinta bisa menaklukkan segalanya." Tatapan Anindy

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 22 

    Di ruang rapat, Ardian sedang mendengarkan laporan triwulan. Dia membolak-balik dokumen dengan tidak fokus. Matanya sesekali melirik ponselnya.Sejak Alena pergi, Ardian telah mengembangkan kebiasaan ini, seolah-olah dia akan menerima pesan dari Alena kapan saja. Namun, dia selalu kecewa."Selanjutnya ...." Suara asisten Ardian menariknya kembali ke kenyataan. Namun, pintu ruang rapat tiba-tiba dibuka dan terdengar suara nyaring nan kuat dari sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai.Ardian mendongak dan seketika membelalak tidak percaya ketika melihat siapa yang datang.Alena mengenakan setelan jas putih yang berpotongan rapi. Rambut panjangnya disanggul, sedangkan tatapannya terlihat tajam. Di belakangnya, terdapat sebaris penyidik yang mengikutinya datang.Salah satu dari mereka menunjukkan sebuah dokumen dan berujar, "Kami menerima laporan bahwa perusahaan ini terlibat dalam beberapa transaksi bisnis ilegal. Kami perlu selidiki masalah ini dan berharap kalian bisa bekerja sama.

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 21 

    Ardian tentu saja tidak akan menyerah begitu saja. Akan tetapi, dia memilih untuk menghormati keinginan Alena dan akhirnya naik ke kapal yang akan meninggalkan pulau itu.Alena mengira kehidupannya di pulau ini akan kembali damai. Namun, sebelum dia tertidur, Linda bergegas ke atas dengan terengah-engah dan pucat."Gawat! Tambak mutiara ... tambak mutiaranya sudah dirusak!""Apa?" Raut wajah Alena langsung berubah drastis. Dia bergegas berlari ke depan jendela. Dari sudut ini, dia bisa melihat tambak mutiara di teluk. Pada saat ini, permukaan air dipenuhi benda-benda putih yang mengapung. Semuanya adalah jaring tambak yang robek dan kerang mutiara yang berserakan.Hati Alena langsung tenggelam. Tambak mutiara adalah sumber pendapatan utama Pulau Isla. Keluarga-keluarga di pulau ini bergantung pada tambak itu untuk bertahan hidup."Ini ulah siapa?" Di sisi lain, Darian juga sudah mendapat kabar dan bergegas datang.Linda mengikutinya dan menjawab dengan suara gemetar, "Kata penjaga ma

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 20 

    Namun, sebuah kekuatan yang nyata tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Ardian dan menariknya ke permukaan dengan kuat.Dalam keadaan linglung, Ardian melihat wajah yang samar. Itu bukan Alena, melainkan wajah yang sama sekali tak dikenal.Byur! Ardian ditarik keluar dari air dan merasa seperti terlahir kembali. Dalam keadaan yang sepenuhnya sadar, Ardian mendapati dirinya berada di ruangan yang tak dikenalnya. Dia turun ke lantai bawah dan melihat sosok Linda di dapur.Linda menatapnya, tetapi hanya menunjuk dingin ke arah makanan di atas meja sebelum berbalik untuk pergi. Ardian memanggilnya, tetapi bukan untuk bertanya kenapa Linda ada di tempat ini."Bi Linda, kamu lihat Lena? Di mana dia?" Linda melepas celemeknya dan menjawab dengan mata penuh keluhan, "Lepaskanlah Lena. Keadaannya sekarang sangat baik. Bertemu denganmu nggak akan baik untuknya." Seusai berbicara, Linda membanting pintu dan pergi."Lena pasti ada di sini! Aku jelas-jelas melihatnya!" Ardian bergegas kelua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status