Share

Bab 2 

Author: Jasmine
Alena terbangun di kamar yang asing. Ada sebuah memo tertempel di samping tempat tidur.

[ Sampai jumpa di dermaga dua minggu lagi. ]

Ingatan Alena ketika mabuk perlahan-lahan kembali. Ternyata orang yang ditemuinya semalam adalah Darian Satya, satu-satunya orang di Kota Berkan yang bisa menandingi Ardian, juga satu-satunya orang yang bisa membantunya pergi jauh.

Ada hampir 100 panggilan tak terjawab dan notifikasi pesan di ponselnya. Semuanya dari Ardian.

Hari sudah menjelang malam ketika Alena tiba di rumah. Ardian segera mengakhiri konferensi videonya yang sedang berlangsung dan menghampirinya.

"Lena, ke mana saja kamu? Habis keluar, kamu nggak kembali lagi semalam. Kalau kamu pulang lebih malam lagi, aku pasti sudah mencarimu ke seluruh kota."

Mata Ardian terlihat merah, seperti tidak tidur semalaman. Laptop di atas meja masih menyala dan menampilkan foto Alena mengenakan gaun pengantin. Ketika melihatnya mengenakan gaun pengantin putih untuk yang pertama kalinya, Ardian menangis seperti anak kecil.

Alena menatap Ardian begitu lama. Cinta di mata Ardian masih begitu nyata dan mendalam. Namun, itu tidak lagi eksklusif.

Alena memalingkan muka dan menjawab dengan tenang, "Aku ketemu beberapa teman. Kami keasyikan ngobrol sampai aku lupa beri tahu kamu."

Ekspresi Ardian menjadi rileks. Dia menarik Alena ke meja makan untuk duduk, lalu menggulung lengan bajunya untuk mengupas udang bagi Alena.

"Kamu kelihatan kurang sehat akhir-akhir ini. Apa perlu pergi ke rumah sakit?"

Gerakan Alena yang sedang mengambil makanan terhenti. Dia selalu memberi tahu Ardian setiap keluar rumah, termasuk pada hari dia pergi ke rumah sakit. Namun, Ardian terlalu sibuk dengan urusan Larissa dan sama sekali tidak ingat.

Alena menyahut dengan santai, "Cuacanya panas, aku nggak nafsu makan."

Ardian segera menoleh ke arah dapur dan berujar, "Bi Linda, mulai sekarang, masaklah makanan yang jangan terlalu berminyak. Buatkan juga dessert yang menyegarkan dengan buah-buahan favorit Lena. Mau yang beda-beda setiap harinya, ya."

Linda mengiakannya, tetapi tidak langsung kembali ke dapur. Alena mengikuti pandangannya dan melihat sebuah kotak makan di lemari dekat pintu.

Tak lama kemudian, piring di samping tangan Alena sudah penuh dengan ikan tanpa tulang dan udang tanpa kulit.

Ardian berdiri, lalu mencium kening Alena dan berkata, "Sayang, makanlah pelan-pelan. Aku harus hadiri rapat mendadak di perusahaan."

Ardian segera mencuci tangannya, juga tidak lupa membawa kotak makanan itu saat pergi.

Alena bangkit dan melirik ke dalam panci. Isinya adalah bubur kacang tanah. Cahaya di matanya pun meredup sedikit demi sedikit. Dia pernah mengalami syok karena alergi kacang tanah. Sejak itu, Ardian melarang semua produk kacang tanah muncul di rumah. Bahkan pembantu yang lengan bajunya tertempel sedikit kulit kacang juga akan langsung dipecat.

Kacang yang beracun bagi Alena adalah makanan favorit Larissa.

Alena berbalik dan naik ke lantai atas. Dia membuka aplikasi pemantau rekaman CCTV di ponselnya. Sejak dia mengetahui Ardian dan Larissa kembali berhubungan, Ardian berinisiatif untuk memasang CCTV di kantornya supaya bisa menenangkannya.

"Lena, dengan begini, kamu nggak akan salah paham lagi padaku."

Hanya saja, pada saat ini, yang terpampang di ponsel Alena hanyalah layar hitam. Seperti yang diduga, Ardian tentu saja tidak akan meninggalkan petunjuk kepada Alena. Namun, tak lama kemudian, rekaman CCTV itu tiba-tiba pulih.

Terdengar suara Larissa berkata, "Aku ini istri sahmu. Sekarang, kita malah macam lagi selingkuh."

Ardian meniup bubur itu, lalu menyodorkannya ke depan mulut Larissa. "Kamu jangan terlalu serakah. Aku kasih kamu status itu dengan risiko bisa kehilangan Lena."

Larissa menghambur ke dalam pelukan Ardian dan menyahut dengan manja, "Tentu saja aku tahu. Ini namanya bumbu cinta. Ngerti nggak sih?"

Mata Larissa yang penuh provokasi tertuju pada CCTV. Namun, dia tetap berbicara dengan nada tenang, "Aku sudah puas dengan punya kamu."

Setelah sekian lama, Ardian mencium puncak kepala Larissa dan berkata, "Urutan itu sangat penting. Kalau aku duluan ketemu sama kamu, aku mungkin nggak akan pilih Lena."

Dalam seketika, seluruh tenaga Alena seakan terkuras habis.

Dia teringat pada pesta ulang tahunnya saat berusia tujuh tahun. Ibunya menunjuk sekelompok anak laki-laki di lantai bawah dan bertanya dengan lembut, "Lena, kamu suka yang mana? Gimana kalau dia yang temani kamu ke sekolah kelak?"

Alena berpikir lama sebelum akhirnya menunjuk salah satu anak laki-laki di sudut ruangan, "Dia kelihatan sangat kesepian. Kelak, aku akan temani dia."

Setelah tersadar kembali, Alena bergumam, "Jadi, Ardian, bukan kamu yang pilih aku, melainkan aku yang pilih kamu. Tapi sekarang, aku menyesal."

Alena menatap bingkai besar berisi foto pernikahan mereka yang digantung di dinding, lalu melempar ponselnya ke arah foto itu. Kacanya seketika pecah.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 25 

    Dua tahun kemudian.Alena berjalan cepat dengan ponsel menempel di telinganya. Tangannya yang lain dengan cepat membolak-balik draf akhir proposal penawaran yang baru saja diserahkan sekretarisnya."Kapan kita kembali ke pulau?" Suara Darian di ujung telepon terdengar diselingi tawa.Bibir Alena tanpa sadar melengkung membentuk senyuman. "Beberapa hari lagi. Aku sibuk banget akhir-akhir ini." Alena melirik kartu pos yang dikirim ibunya di meja. "Sejak ibumu dan ibuku keliling dunia bareng, lalu tinggalkan perusahaan mereka untuk kita kelola, aku nggak pernah tidur nyenyak lagi.""Apa presdir satu ini lagi ngeluh?" Nada menggoda Darian diwarnai rasa sayang. "Seingatku, ada orang yang baru saja dinobatkan sebagai 'Pengusaha Muda Paling Berpengaruh Tahun Ini' bulan lalu.""Itu juga karena kamu nggak kalah unggul," jawab Alena sambil menutup dokumen itu. Tatapan mereka bertemu sejenak, lalu mereka menutup telepon bersamaan.Kedua tim berdiri saling berhadapan. Alena berkata dengan serius

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 24 

    Tiga tahun yang lalu, Alena berjalan melewati jendela ini dengan mengenakan gaun pengantin dan penuh sukacita. Dia percaya bahwa yang menantinya adalah kehidupan bahagia.Kini, jika direnungkan kembali, pernikahan itu terasa bagaikan mimpi. Di mimpi itu, dia mencintai Ardian dengan rendah hati dan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Ketika terbangun, yang tersisa hanya kenangan.Melihat Darian berbincang riang dengan ibunya, Alena menghela napas. Takdir benar-benar telah mempermainkannya. Namun, dia segera tersenyum lega. Berhubung telah kembali ke titik awal, dia bertekad untuk memperbaiki keadaan dan memulai lembaran hidup baru. Kali ini, dia akan hidup sepenuhnya hanya demi dirinya sendiri.Tanpa disadari, Alena telah tinggal di rumah lamanya selama seminggu. Berhubung mengkhawatirkan tambak mutiara di pulau, Alena dan Darian memutuskan untuk kembali melihatnya.Dalam beberapa hari yang mereka habiskan bersama, jarak yang memisahkan Alena dengan Anindya selama bertahun-tahun akh

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 23 

    Di rumah lama Keluarga Pradita.Alena duduk di sofa sambil memandangi pemandangan di luar yang buram karena hujan. Tiga tahun telah berlalu. Sejak menikah dengan Ardian, dia hanya pernah mengunjungi rumah orang tuanya beberapa kali. Tadi, dia sudah menceritakan tentang perceraian dan seluruh pengalamannya selama menikah dengan Ardian kepada ibunya."Dasar biadab!" Anindya langsung bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia menelepon seseorang dan memberi perintah, "Segera tarik semua dana investasi kita dari Grup Baskara! Sekarang juga!" Anindya kembali ke sisi Alena dan berujar dengan berlinang air mata, "Lena, Ibu yang bersalah padamu .... Setelah ayahmu meninggal, aku tenggelam dalam kesedihan dan mengabaikanmu. Dulu, aku setuju kamu menikah sama Ardian karena kamu menyukainya. Aku kira ... setidaknya kamu akan bahagia ...." Alena menggeleng dan menggenggam tangan ibunya. "Itu bukan salah Ibu. Aku yang terlalu naif dan mengira cinta bisa menaklukkan segalanya." Tatapan Anindy

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 22 

    Di ruang rapat, Ardian sedang mendengarkan laporan triwulan. Dia membolak-balik dokumen dengan tidak fokus. Matanya sesekali melirik ponselnya.Sejak Alena pergi, Ardian telah mengembangkan kebiasaan ini, seolah-olah dia akan menerima pesan dari Alena kapan saja. Namun, dia selalu kecewa."Selanjutnya ...." Suara asisten Ardian menariknya kembali ke kenyataan. Namun, pintu ruang rapat tiba-tiba dibuka dan terdengar suara nyaring nan kuat dari sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai.Ardian mendongak dan seketika membelalak tidak percaya ketika melihat siapa yang datang.Alena mengenakan setelan jas putih yang berpotongan rapi. Rambut panjangnya disanggul, sedangkan tatapannya terlihat tajam. Di belakangnya, terdapat sebaris penyidik yang mengikutinya datang.Salah satu dari mereka menunjukkan sebuah dokumen dan berujar, "Kami menerima laporan bahwa perusahaan ini terlibat dalam beberapa transaksi bisnis ilegal. Kami perlu selidiki masalah ini dan berharap kalian bisa bekerja sama.

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 21 

    Ardian tentu saja tidak akan menyerah begitu saja. Akan tetapi, dia memilih untuk menghormati keinginan Alena dan akhirnya naik ke kapal yang akan meninggalkan pulau itu.Alena mengira kehidupannya di pulau ini akan kembali damai. Namun, sebelum dia tertidur, Linda bergegas ke atas dengan terengah-engah dan pucat."Gawat! Tambak mutiara ... tambak mutiaranya sudah dirusak!""Apa?" Raut wajah Alena langsung berubah drastis. Dia bergegas berlari ke depan jendela. Dari sudut ini, dia bisa melihat tambak mutiara di teluk. Pada saat ini, permukaan air dipenuhi benda-benda putih yang mengapung. Semuanya adalah jaring tambak yang robek dan kerang mutiara yang berserakan.Hati Alena langsung tenggelam. Tambak mutiara adalah sumber pendapatan utama Pulau Isla. Keluarga-keluarga di pulau ini bergantung pada tambak itu untuk bertahan hidup."Ini ulah siapa?" Di sisi lain, Darian juga sudah mendapat kabar dan bergegas datang.Linda mengikutinya dan menjawab dengan suara gemetar, "Kata penjaga ma

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 20 

    Namun, sebuah kekuatan yang nyata tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Ardian dan menariknya ke permukaan dengan kuat.Dalam keadaan linglung, Ardian melihat wajah yang samar. Itu bukan Alena, melainkan wajah yang sama sekali tak dikenal.Byur! Ardian ditarik keluar dari air dan merasa seperti terlahir kembali. Dalam keadaan yang sepenuhnya sadar, Ardian mendapati dirinya berada di ruangan yang tak dikenalnya. Dia turun ke lantai bawah dan melihat sosok Linda di dapur.Linda menatapnya, tetapi hanya menunjuk dingin ke arah makanan di atas meja sebelum berbalik untuk pergi. Ardian memanggilnya, tetapi bukan untuk bertanya kenapa Linda ada di tempat ini."Bi Linda, kamu lihat Lena? Di mana dia?" Linda melepas celemeknya dan menjawab dengan mata penuh keluhan, "Lepaskanlah Lena. Keadaannya sekarang sangat baik. Bertemu denganmu nggak akan baik untuknya." Seusai berbicara, Linda membanting pintu dan pergi."Lena pasti ada di sini! Aku jelas-jelas melihatnya!" Ardian bergegas kelua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status