Semua Bab Gadis Pengganti: Bab 31 - Bab 40
116 Bab
Hari Yang Buruk
Alif sengaja mengabaikan panggilan dari Kamea. Semua yang ia katakan kepada gadis itu memanglah benar. Ia sedang sibuk karena sebentar lagi akan ada pertemuan dengan rekan bisnisnya yang tidak bisa ditunda. "Kenapa gak diangkat teleponnya?" Doni merasa terganggu dengan bunyi dering ponsel Alif. Asisten pribadi Alif itu tak sengaja melihat layar ponsel yang tergeletak di atas meja kerja Alif. Alisnya saling bertautan saat membaca sederet angka bertuliskan "Gadis Kanibal" pada layar ponsel sahabatnya itu. "Gadis kanibal?" tanyanya seraya menatap Alif penuh tanya. Alif mendecakkan mulutnya, dengan cepat menyambar ponsel itu dari meja kerjanya. "Kau tidak sopan mengintip privasi orang lain," gerutunya kesal. Doni tergelak mendengar rutukan sahabatnya itu. "Aku penasaran, gadis seperti apakah dia itu hingga kontaknya kau namai 'Gadis Kanibal'?" tuturnya menekankan pada kata terakhirny
Baca selengkapnya
Es Krim
Kamea tersenyum melihat mobil Alif berhenti di depannya. Cukup puas, lelaki itu menuruti permintaannya walau dengan cara yang menyebalkan. Ah, sebenarnya Kamea tak ingin melakukan hal seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Ia terpaksa melakukannya. Belia itu langsung masuk ke dalam mobil tanpa menunggu perintah dari sang pemilik. Terlihat tenang tanpa merasa bersalah atas pemaksaan yang ia lakukan. "Terima kasih suami," ucapnya sambil memperlihatkan wajah yang berseri, menyebalkan di mata Alif. Lelaki itu mengerjap lalu memutar bola matanya malas. Kupingnya mendadak panas mendengar kata "Suami" yang diucapkan Kamea padanya. "Om memang tipe suami romantis. Aku jadi semakin love-love sama, Om," ucapnya lagi. Ah, ekspresi wajah belia itu benar-benar terlihat menyebalkan. Dan lagi, kata-kata yang baru saja ia ucapkan, lebih terdengar seperti sebuah ejekan bukan pujian. 
Baca selengkapnya
Terpaksa Mengancam
Kedua bola mata berwarna cokelat itu membulat, rahangnya mulai mengeras dengan tangan mengepal erat. Demi apapun, gadis di sebelahnya ini sangat menyusahkan. Hanya untuk es krim saja gadis itu sampai meminta Alif menghentikan laju mobilnya secara tiba-tiba. Untung jalanan saat ini lumayan lengang, kalau tidak, bisa-bisa terjadi kecelakaan. "Kau ... ish," Alif merasa geram. "Kamu memintaku berhenti hanya karena ingin membeli es krim?" suara itu keluar dari sela-sela giginyanya. Dengan polos belia itu menganggukkan kepalanya. Alif membuang muka ke arah lain sambil mendesahkan napas. Ia mengusap wajah tampannya itu dengan kasar. Entah ngidam apa orang tua belia itu hingga melahirkan seorang anak yang super menyebalkan seperti dia. Dengan polosnya Kamea mengangguk. "Ya, Om yang beliin tapi," tuturnya sambil menyeringai. Ia memainkan mata membuat wajahnya terlihat seimut mungkin. Alif mengeraskan rahangny
Baca selengkapnya
Secangkir Kopi Penuh Cinta
Setelah makan malam, Kamea langsung membersihkan meja dan mencuci piring kotor. Asisten rumah tangga yang biasa mengurus rumah Alif masih belum kembali bekerja. Menurut informasi yang ia dengar, wanita paruh baya itu akan kembali bekerja besok pagi. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Kamea langsung merebus air untuk membuatkan Alif secangkir kopi. Lelaki itu memang tidak meminta untuk dibuatkan kopi, ini murni inisiatif Kamea sendiri. Saat dulu ibunya masih ada, beliau juga sering membuatkan kopi untuk ayahnya, walau tanpa diminta. Dan ayahnya akan menyukai kopi yang dibuat oleh ibunya itu. Ia jadi terpikir akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan ibunya. "Aku gak minta dibuatkan kopi," ucap Alif saat Kamea meletakkan cangkir kopi di atas meja. Alif menatap heran pada gadis yang aru saja menyajikan kopi untuknya. Terbersit rasa curiga di benaknya. Mungkinkah belia itu memasukkan se
Baca selengkapnya
Kecupan Penuh Cinta
Benar kata pepatah, bila kita ingin melihat wajah asli seseorang, kita harus melihatnya saat orang itu sedang tertidur. Wajah itu terlihat tenang dan teduh. Alisnya tebal, bulu mata lentik, hidung mancung, sungguh sempurna Tuhan menciptakan mahluk yang satu ini. Kamea menyentuh perlahan bagian-bagian wajah Alif yang masih terlelap tidur. Ia tidak ingat mengapa saat ini Alif bisa tidur bersamanya. Ah, itu tidaklah penting sekarang. Yang terpenting saat ini Kamea bisa menatap Alif dari jarak yang sangat dekat. "Padahal saat seperti ini wajahnya tidak terlihat datar seperti kanebo kering. Nggak terlihat dinginn seperti kulkas pintu sepuluh. Tapi kenapa saat bangun yang diperlihatkan wajah dingin dan datarnya, ya?" gumam Kamea pelan. Bellia itu tidak menyadari sebenarnya Alif sedari tadi sudah bangun saat merasakan sentuhan lembut di wajahnya. Ia hanya enggan membuka matanya dan melihat wajah menyebalkan Kamea. Alif akan men
Baca selengkapnya
Dada Rata
"Kyaaak!" Brukkk! Kamea kaget melihat Alif berada di depan pintu kamar mandi saat ia hendak ke luar. Gadis itu refleks menutup pintu kamar mandinya kembali karena malu sekaligus kaget. "Ih dasar, Om mesum! Ngapain berdiri di situ? Jangan bilang kalau Om mau mengintipku?" Niatnya ingin menggedor pintu kamar mandi karena belia itu sudah terlalu lama berada di dalam. Alif khawatir terjadi sesuatu kepadanya. Ketika ia baru saja mengangkat tangan hendak mengetuk pintu berbarengan dengan Kamea yang lebih dulu membukanya. Alif terpaku menatap Kamea yang berdiri di hadapannya hanya mengenakan handuk putih. "Aish ... Jaga bicaramu! Saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja di dalam," gerutu Alif. Ia menggelengkan pelan kepalanya saat terbayang tubuh Kamea yang menggoda. Tenggorokannya mendadak terasa kering hingga sulit menelan saliva.
Baca selengkapnya
Alif Mulai Memerhatikan Kamea
Alif dan Kamea sudah siap berangkat ke tujuan masing-masing. Tentu saja sebelum Alif ke kantor, sekarang ia memiliki kewajiban mengantarkan Kamea ke kampus. Karena kalau tidak, hidup Alif tidak akan tenang karena gadis belia itu akan terus memaksa bahkan terkadang ia merasa seperti diteror. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Kamea bergegas menuruni anak tangga hendak menemui Alif yang sudah menunggunya di luar. Hari ini belia itu mengenakan blouse tanpa lengan di padukan dengan rok di atas lutut. Rambut hitam panjangnya sengaja ia gerai begitu saja. "Maaf, menunggu lama," ucap Kamea kepada Alif yang sudah berdiri di samping mobilnya. Lelaki itu berbalik untuk melihat ke arah Kamea. Ia bersiap mengutuki gadis kecil itu karena sudah membuatnya menunggu lama. Iris berwarna cokelat itu menyipit memerhatikan penampilan Kamea dari atas ke bawah. "Mau pergi ke mana?" tanyanya ketus. 
Baca selengkapnya
Gamang Dengan Perasaannya Sendiri
Alif termangu sendiri di dalam ruangan kerjanya. Laptopnya menyala tetapi ia tidak sedang mengerjakan pekerjaannya. Lelaki beralis tebal itu sedang memikirkan kejadian pagi tadi. Ia bahkan masih bisa merasakan lembutnya sentuhan bibir Kamea di dahi dan pipinya. Padahal ciuman itu bukanlah ciuman pertamanya. Ia bahkan sering melakukannya dengan Fely saat wanita itu masih menjadi kekasihnya. Tapi entah mengapa, rasanya sangat berbeda? Tangan kekar itu tanpa sadar mengusap pipinya. Ia tersenyum geli kemudian menggelengkan pelan kepalanya. Sadar akan keputusannya yang tidak akan pernah memikirkan gadis itu apa lagi sampai jatuh cinta padanya. "Ehm," Alif tersadar dari lamunannya saat mendengar suara mendehem dan gebrakan di meja akibat seseorang menyimpan beberapa file yang harus ia periksa sebelum ditandatangani. "Kalau masuk itu ketuk pintu dulu," tegurnya geram akan kehadiran Doni
Baca selengkapnya
Abimanyu
"Kamea," Gadis belia yang baru saja dipanggil namanya itu menoleh ke belakang. Abimanyu berjalan dengan langkah cepat menuju ke arah Kamea. "Ada apa?" tanya gadis itu. Ia tersenyum ramah. "Kamu pulang sama siapa?" Belia itu terdiam beberapa detik, mengedarkan pandangannya ke arah jalanan. Bibir mungilnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyum manis. Mobil berwarna hitam milik Alif sudah terparkir di sana menunggunya. "Oh, aku di jemput. Ada apa memangnya?" ucapnya kemudian. Abimanyu tersenyum tipis, kemudian menggelengkan pelan kepalanya. "Oh, iya. Makasih ya udah bantuin aku ngerjain tugas," ucap Kamea tulus. Ia bersungguh-sungguh mengucapkan terima kasih kepada Abimanyu karena sudah mengajari dan membantunya mengerjakan tugas kuliah. Benar yang dikatakan tem
Baca selengkapnya
Bulan Madu
"Apa?!" Kamea dan Alif saling berpandangan saat mereka memekikkan kata yang sama secara bersamaan. Mama Anita sempat tertegun beberapa detik, tapi kemudian wanita paruh baya itu terkekeh pelan. "Kalian kompak sekali," ucapnya gemas pada Alif dan Kamea. Alif memutar bola matanya, malas. Iris berwarna cokelatnya menatap tajam pada Kamea berharap gadis itu mengatakan penolakan kepada mamanya. Namun, alih-alih berbicara, belia itu malah bungkam dan mengedikkan kedua bahunya tak acuh. Rasanya Alif ingin memakan gadis itu saking geramnya. "Ma, kenapa mama gak bicara dulu sama Alif kalau mau membeli tiket? Alif sedang banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan bulan ini. Alif gak bisa pergi ke mana-mana dulu, apa lagi untuk berbulan madu." Alif berusaha mengelak, berharap mamanya itu akan mengerti dan mau membatalkan tiket keberangkatannya. Mama Anita menghela
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status