All Chapters of Pernikahan Nona Smith: Chapter 161 - Chapter 170
186 Chapters
Bab 161_ Keraguan Sisil
Sisil jelas diliputi kegalauan. Ia yang masih mencoba menjadi orang jahat, menjadi ragu saat perbuatan jahatnya ternyata tidak juga mampu membuat dirinya mendapatkan apa yang ia inginkan. Lebih daripada itu, sejak berusaha untuk menjatuhkan Smith, ada perasaan tertentu yang membuatnya menjadi tidak tenang. Itu bukan perasaan takut, melainkan perasaan entah yang membuat Sisil menjadi gelisah.Lantas dalam benak yang berkecamuk, terlintas juga banyangan sang ayah yang tadi menampar keras Smith. Sisi baik dari dirinya mulai menyembul. Yang kemudian mendatangkan banyak pertanyaan yang ia ajukan pada dirinya sendiri."Apa aku sudah sangat jahat karena membuat Ayah memukuli Smith? Padahal Smith adalah anak kandung Ayah. Sedangkan aku hanya anak tiri. Smith sudah berbaik hati membiarkan ayahnya untuk menjadi ayahku juga. Tapi apa yang sudah aku lakukan? Aku malah membuat Ayah benci pada Smith," batin Sisil."Aku telah memfitnah Smith. Smith menamparku karena aku yang l
Read more
Bab 162_ Pamit
Sinta yang sudah tidak sabar ingin melihat Smith ke luar dari rumah itu, lantas mengajak Sisil untuk ke luar kamar guna melihat keadaan. Jika ternyata Smith masih leyeh-leyeh di kamarnya, Sinta akan mendobrak pintu kamar Smith dan menyeretnya ke luar bersama suaminya yang tidak berguna."Ayo Sisil, cepat! Kita tidak boleh ketinggalan momen paling membahagiakan ini. Mama sudah tidak sabar ingin menikmati wajah Smith yang menyedihkan," kata Sinta yang kembali menarik tangan putrinya agar bergegas ke luar.Saat mereka telah berada di luar kamar, Sinta mempercepat langkahnya menuju pagar besi pembatas lantai untuk memastikan Smith dan Janu telah ke bawah atau masih di kamar."Wah, itu mereka. Baguslah kalau mereka sudah mau pergi. Sisil ayo kita ke bawah juga. Percepat langkahmu, jangan sampai ketinggalan. Kau ingin melihat wajah Janu untuk terakhir kali kan? Eh maksud Mama sebelum dia pergi dari sini, tentu kau ingin melihatnya kan?" ucap Sinta sambil terus berjala
Read more
Bab 163_ Secarik Kertas Kecil
Janu meminta Smith menunggu di pos satpam, sementara ia ke garasi untuk mengambil motornya. Janu memang melarang Smith untuk membawa mobilnya. Akan lebih baik jika mereka membawa pergi barang yang sejak awal menjadi milik Janu. Itu sebabnya Smith membiarkan kunci mobilnya berada di dalam laci kamarnya. Meski Smith tidak begitu peduli pada mobilnya, ia tidak rela jika mobil itu sampai dikendarai Sisil dan Sinta."Pak Jono," tegur Smith sambil tersenyum saat sopir sang ayah menghampirinya untuk memberikan salam terakhir sebelum sang nona pergi."Nona Smith ... " panggil Pak Jono sangat lirih dengan suara sedikit serak. Ia meraih tangan Smith dan menyalaminya dengan punggung sedikit membungkuk.Mata Smith membulat ketika ia merasakan ada sesuatu yang diselipkan Pak Jono ke tangannya. Ia menatap Pak Jono lekat-lekat. Lantas Pak Jono pun mengedipkan matanya lebih cepat beberapa kali. Smith mengerti bahwa apa yang diberikan Pak Jono padanya adalah sesuatu yang r
Read more
Bab 164_ Jangan Tatap Istriku!
Smith Bab 164_ Jangan Tatap Istriku!Janu melongokkan kepalanya untuk melihat kertas kecil di tangan istrinya. Ia langsung mengerutkan dahinya. Lalu mengambil kertas itu dan mengamatinya lagi.Benar! Tidak salah lagi. Ia memang mengenal alamat itu. Ia bahkan pernah ke sana untuk mengantarkan nenek dari teman satu kostnya yang sebelumnya tinggal sendiri di kampung."Ini alamat panti jompo," desis Janu."Apa? Jadi maksudmu Bibi Ipah sekarang ada di panti jompo?" pekik Smith dengan mata nyaris ke luar "Mungkin saja. Tapi aku yakin ini memang alamat sebuah panti jompo. Aku pernah ke alamat itu untuk mengantar nenek temanku yang sudah sangat tua ke sana dengan mengendarai mobil sewa. Letaknya sekitar 29 kilo kalau dari rumahmu," jelas Janu yang sebenarnya juga terkejut dengan pesan singkat yang dituliskan Pak Jono di kertas itu.Janu mengira ayah mertuanya telah membelikan sebuah rumah untuk Bibi Ipah sebagaimana yang dulu dikatakan padanya.
Read more
Bab 165_ (Bukan) Tukang Gombal
Janu tidak mengerti mengapa Smith memintanya untuk menghentikan motornya di depan halte bus. Tapi ia tetap memenuhi permintaan istrinya tanpa membantah atau bertanya.Halte bus tampak kosong tanpa ada seorang pun calon penumpang yang menunggu kedatangan bus. Mungkin lantaran malam telah terlalu larut dan sudah tidak ada lagi bus yang lewat."Duduklah, ada hal penting yang ingin aku katakan padamu," kata Smith sambil menepuk kursi kosong di samping kirinya.Janu mengangguk dan duduk di sebelah Smith tanpa mengatakan apa-apa. Ia menatap wajah Smith lekat-lekat. Wajah ayu Smith terlihat agak muram.Smith menghembuskan napas berat. Ia tertunduk sebentar, seolah apa yang hendak ia sampaikan adalah hal yang tidak menyenangkan. Tapi Janu masih menguatkan diri untuk tetap menutup mulutnya dulu.Smith meraih tangan kiri suaminya. Lantas digenggam cukup erat. Tentu saja berhasil membuat jantung Janu nyaris melompat ke luar."Apa istriku baik-baik saja
Read more
Bab 166_ Gagal Ciuman, Lagi!
 Smith menarik napas panjang. Ia tahu bahwa kadang-kadang Janu menjadi lebih keras kepala darinya. Satu hal yang ada dalam pikiran Smith adalah ia tidak yakin jika Janu akan bahagia jika tetap menjadi suaminya. Sesungguhnya Smith tidak pernah berpikir untuk melakukan hubungan suami istri dengan siapa pun. Sedangkan dalam pernikahan hal itu termasuk kebutuhan batin yang mesti terpenuhi.Selain itu, Smith sangat mengerti bagaimana keadaan perekonomian Janu. Sangat tidak bisa diandalkan untuk menopang kebutuhan dua orang, apalagi tiga orang jika Bibi Ipah sudah berada di antara mereka. Pasti hal itu akan membuat Janu bekerja keras sebagaimana dulu ketika lelaki itu merasa bertanggung jawab untuk membiayai persalinan Smith yang hanya pura-pura hamil. Lantas ia akan tertidur di dalam kelas saat perkuliahan berlangsung. Menyedihkan!Sedangkan Smith sendiri tidak memiliki kekayaan lagi. Ia tahu bagaimana watak sang ayah. Hendry tidak akan mau lagi me
Read more
Bab 167_ Gairah Smith
Setelah berputar-putar mencari tempat untuk tidur, akhirnya Janu menemukan sebuah penginapan yang masih buka. Semoga saja masih ada kamar yang kosong untuk mereka. Terus terang Janu mencemaskan istrinya. Ia ingin melihat Smith istirahat secepatnya agar tidak terlalu kelelahan.  Penginapan yang masih buka itu tidak terlalu besar. Hanya ada sepuluh kamar di dalamnya dengan ukuran 3 x 4 meter, yang saling berhadapan. Kamar satu di depan kamar dua, kamar dua di depan kamar tiga, dan seterusnya. "Pak, apa masih ada kamar kosong?" tanya Janu sambil tersenyum. Resepsionis membalas senyum Janu dengan senyuman entah. Lelaki itu juga memandang Janu dan Smith dengan tatapan yang tidak biasa.  "Wah, kalian beruntung sekali. Tinggal satu kamar yang kosong. Jadi kalian bisa tiduran dengan nyaman ketimbang harus gelap-gelapan di kebon," jawab lelaki berkumis tebal yang berusia sekitar 40 tahun. Janu tidak begitu menanggapi resepsionis yang
Read more
Bab 168_ Mengharap Kecupan
Mata Smith beradu dengan mata kucing Janu. Keduanya saling memandang cukup lama.Smith merasakan detak jantungnya menjadi sangat kencang. Ia khawatir Janu bisa merasakan jantungnya yang berdebar kuat. Itu sangat memalukan dan bisa membuat Janu besar kepala.Namun, hal yang lebih meresahkan Smith bukan itu. Sebab ia pun bisa merasakan debaran jantung dari suaminya.Smith menjadi sangat gugup karena kenyataannya bibir suaminya sangat menggoda. Mengingat mereka sudah gagal ciuman dua kali, sejatinya Smith ingin membayarnya hari ini. Tapi tentu saja ia tidak berani. Juga malu kalau harus memulai lebih dulu.Dalam benaknya Smith mengatakan bahwa ia tidak akan menolak ataupun marah jika Janu menarik kepalanya, sehingga wajah mereka menjadi lebih dekat dan menempel. Ia berjanji akan pasrah dan manut saja pada aksi suaminya.Sementara itu, keinginan untuk mencium bibir Smith yang ranum, juga dirasakan oleh Janu. Darahnya berdesir cepat ingin lekas-lekas me
Read more
Bab 169_ Serangan Sesal
Pagi baru saja dimulai. Tapi kediaman Hendry Sasongko sudah gaduh oleh suara Sinta yang mengoceh tanpa jeda. Suara itu bahkan sampai membuat Hendry yang baru bisa tidur pukul 04.30 jadi terbangun.Hendry menengok pada jam weker di meja. Ternyata baru pukul 06.00. Tapi istrinya sudah mengomel entah karena apa dan dengan siapa."Apa yang membuat Sinta marah-marah sepagi ini?" gumam Hendry yang beranjak dari tempat tidurnya. Dengan terburu-buru Hendry membasuh wajahnya dan mengelapnya dengan handuk.Hendry menghembuskan napas berat. Ada kekecewaan di sana. Tapi helaan napas tidak mengurangi sesak di dadanya sama sekali. Hanya berharap bisa membuat dadanya menjadi lebih lapang.Hendry jelas keheranan. Jika sumber dari semua kekacauan di rumahnya adalah Smith, kenapa rasa damai tidak kunjung mampir ke rumahnya setelah Smith angkat kaki dari sana?Dalam langkahnya yang terasa berat, Hendry teringat pada semua hal yang dulu pernah dikatakan Smith padanya,
Read more
Bab 170_ Kritik dari Pembantu
"Minem! Kenapa kau masih menghadap ke sana? Balikkan badanmu cepat! Tuan Hendry ingin berbicara denganmu!" pekik Sinta yang mengira kalau Hendry kembali untuk melakukan suatu hal yang akan membuat pembantu barunya itu tidak merengek minta dipecat lagi.Sinta sangat percaya pada kewibawaan suaminya. Juga kuasanya dalam membuat semua orang menerima keputusannya. Kalau Smith si Singa Jantan itu saja dihempaskan oleh Hendry dengan sekali perintah, apalagi ini Minem yang hanya seorang pembantu penakut.Minem menelan ludah. Lalu memberanikan diri untuk membalikkan badan dan kembali berhadapan dengan sang majikan, tapi tanpa mengangkat kepalanya sedikit pun."Iya Tuan," kata Minem dengan suara bergetar."Tadi kamu bilang mau berhenti kerja karena takut padaku," kata Hendry masih dengan wajah dingin.Dengan kepala yang semakin tertunduk, hingga dagunya hampir menempel pada lehernya, Minem menjawab dengan sedikit terbata, "Be-nar Tuan. Maafkan saya."
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status